Archive for May 2015

-Diunduh dari : www.mjms.net -


Story By : Alsy Taqiya H.
Happy Reading ! :)

"Teng! Teng!" sekolah hari ini telah berakhir. Semua murid kelas 8 keluar kelas. Di tengah keramaian orang, terdengarlah suara Roy dari kerumunan orang-orang. "Ke rumahku, yuk! Saudaraku datang ke rumah, dan kami akan merayakan pencalonanku sebagai kapten bola basket."
"Aku harus ke rumah dulu," jawab Faiz. "Ayah selalu menginginkanku untuk makan malam bersama, tapi aku akan ke rumahmu nanti."
"Oke!"

Faiz dengan cepatnya naik ke dalam bus, duduk di bagian paling belakang, dan memulai untuk mengerjakan PR matematikanya. Sesampainya di rumah, rupanya tak ada orang di sana melainkan adik perempuannya yang sedang bermain boneka. Jadi ia hanya duduk di atas sofa dan membaca majalah. Dia masih terpikat dengan artikel tentang hacker yang menjadi topik utama majalah saat ayahnya pulang kerja sore itu. "Hai, nak!" kata ayahnya sambil meletakkan bahan makanan di atas meja dapur.

Faiz segera ke dapur untuk menyiapkan makan malam. "Ayah, boleh nggak aku nanti malam ke rumah Roy?" tanyanya, sambil mengatur waktu microwave.
"Tentu," balas ayahnya. "Ayah mau mengantarkan adikmu ke bioskop nanti. Ayah akan menurunkanmu di jalan dan menjemputmu pulang ke rumah."
"Terima kasih, ayah!"

Setelah makan malam, Faiz memakai baju yang bersih dan menemukan Trivia game barunya di atas lemari. Roy suka mainan ini, jadi Faiz mau membawanya agar membuat suasana nanti menyenangkan.

Ketika Faiz tiba di rumah Roy, ia menemukan temannya bersama saudaranya yang asyik duduk di sekitar halaman belakang rumah. "Mau main trivia?" tanya Faiz.
"Nggak," jawab Roy celetus. "Rizal dan Dimas nggak suka main permainan papan. Kemarilah, duduk dan lihat lembaran jawaban tes Matematika minggu depan yang ku punya. Kemarin Pak Budi tidak sengaja meninggalkan lembaran itu di atas printer di lab komputer, dan aku sangat beruntung menemukannya sebelum orang lain duluan."

Faiz terkejut. "Apa yang kau pikirkan, Roy? Jangan curang!"
"Ku lakukan sekarang!" kata Roy dengan suara keras. Ia menoleh ke saudaranya untuk melihat apakah mereka cukup terkesan. "Itu akan menjadi sangat mudah. Ayolah... gak masalah besar, kok !"
Tetapi Faiz tidak punya maksud untuk curang. "Kau pasti bergurau!" katanya. "Setelah semua yang telah kita pelajari tentang akibat curang, menyebut fakta bahwa itu tak pantas, mengapa di bumi ini kau mau melakukannya? Doushite?!"

Faiz merasa sangat tidak nyaman. Ia tidak ingin semua dilakukan dengan curang. Dia akan merasa bersalah jika ikut-ikut memegang curian jawaban. Seakan-akan, ia seperti merasa sakit yang selalu ia rasakan di perutnya ketika suara hatinya mulai berkata.
"Hey teman-teman! aku mau melakukan sesuatu ," kata Faiz dengan canggungnya sambil cepat-cepat berbalik badan dan buru-buru kembali lewat dapur Roy.

Roy melihat ke saudaranya lagi dan mengangkat bahu ketika Faiz segera menelpon ayahnya. "Ayah, aku sangatlah tak mau mengganggumu keluar malam, tetapi ayah bisa datang dan jemput aku sekarang?" bisik Faiz pada penerima telepon. "Semua tidak baik di sini." Ayah Faiz terkejut tetapi ia tidak merasa ragu untuk menolongnya.

Faiz duduk di depan serambi Roy untuk menunggu jemputan ayahnya. Ketika ia menunggu, ia berharap Roy khawatir dimana ia, datang, dan bicara dengannya, tetapi kenyataannnya tidak. Faiz merasa sangat bingung. "Bagaimana bisa cowok seperti Roy mau curang?" pikirnya. "Ia seorang pemimpin di sekolah, dan orang-orang menyeganinya. Dia butuh untuk melakukan hal yang benar."

Kelak malam itu, setelah sampai di rumah, Faiz berbaring gelisah di atas tempat tidurnya. "Tok ! Tok ! Tok !" ayah mengetuk pintu kamarnya. "Boleh ayah bicara, nak?" mintanya. Martin bangun dan ayahnya masuk dan duduk di samping tempat tidur. Suasana malam itu diam canggung seperti nampaknya sudah satu jam. Sang ayah bertanya, "Apa kau ingin menceritakan ayah tentang kejadian tadi?"

"Aku sangat marah pada Roy, Ayah," kata Faiz. "Kupikir aku benar-benar mengenalnya, tapi sekarang ia bertingkah aneh dan tiba-tiba ingin main curang pada ulangan besok. Kenapa ia melakukan yang seperti itu? Ia akan dicalonkan menjadi kapten basket, tetapi jika semua orang tahu ia curang, dia akan dikeluarkan dari tim sekaligus!" Faiz menceritakan ayahnya tentang jawaban tes matematika yang diperlihatkan oleh Roy tadi.

"Hmm... aku sangat heran," sangka ayah Faiz. "Aku selalu mengenal Roy sebagai anak yang bijaksana, tanggung jawab, dan laki-laki yang adil. Dia selalu menjadi pemimpin yang baik di lapangan maupun di kelas. Tidakkah ia ketua kelasmu tahun lalu? Apakah kamu mengira Roy dapat merasa terbebani?  Terkadang orang-orang melakukan kecurangan saat mereka tidak berpengetahuan cukup atau tidak punya waktu cukup untuk belajar."

"Aku tidak peduli jika ia terbebani!," teriak Faiz naik darah. "Aku tidak berkata bahwa ia harus perfect, tetapi semua orang menyeganinya. Dia telah mencontohkan hal yang buruk."
"Kau sepenuhnya benar, anakku. No one is perfect, isn't it? Tetapi ia mungkin merasa frustasi atau keraguan diri, namun ia harus mendapatkan bimbingan matematika atau belajar lebih banyak dengamu, tidak mengambil jalan keluar yang mudah. Seorang pemimpin harus selalu mempunyai keberanian untuk mengambil jalan yang benar. Roy seharusnya mengambil beberapa pelajaran dalam kepemimpinan darimu."

"Aku? Aku tidak bisa memimpin orang! Orang-orang tidak mendengarkanku, Ayah..." jawab Faiz.
"Mungkin kau boleh berpikir orang-orang tidak mendengarmu, tetapi mereka melihatmu. Memimpin dengan contoh teladan yang baik dapat sungguh berpengaruh pada teman sebayamu. Jika Roy bisa melakukan itu, pasti kau juga, nak."  Ayah Faiz menepuk bahunya, dalam gerak-gerik dorongan semangat.

Faiz mulai merenungkan kata-kata ayahnya. Kata-kata itu membuatnya banyak pengertian.
"Kau selalu mendengarkan suara hatimu seperti yang kau lakukan malam ini saat kau menolak curang dengan Roy," lanjut ayahnya sambil tersenyum dengan bagganya. "Kau punya keteguhan hati  untuk melakukan apa yang benar, dan kau tidak takut untuk melakukan kebenaran meski hanya sendiri. Kau punya ketangguhan, dan sifat itu sangatlah penting bagi pemimpin yang baik."
"Bagaimana dengan Roy?" tanya Faiz sambil menunjukkan muka yang serius. "Bagaimana aku dapat membantunya untuk kembali ke jejak yang baik?"
"Kau dapat mempengaruhinya dengan menjadi temannya. Stay true to yourself, dan memasang teladan yang unggul. Ketika dia sudah siap untuk mempertimbangkan kembali aksinya, dia akan melakukan hal yang benar."

Faiz merasa mengantuk malam itu dengan hatinya yang lebih terang. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa besok pagi dia akan mencoba untuk meyakinkan Roy untuk membuang jauh-jauh jawaban yang telah dicuri dan mengajaknya untuk belajar bersama untuk tes matematika yang akan mendatang. Mungkin ia tidak dapat memimpin orang, tetapi ada kesempatan yang sangat bagus untuk memimpin temannya untuk melakukan apa yang benar. ^_^

Memimpin dengan Contoh

Author : Alsy Taqiya Comments : 0

- Copyright © Sekai no Himitsu~ - Alsy Taqiya - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -