Posted by : Alsy Taqiya Mar 28, 2015

My Sweetheart Left Behind In Bali 

“Konnichiwa, sekai ! - Hello, world!”
Waktu itu pagi hari habis shalat subuh. Udara pagi terasa dingin dan sejuk setelah tetesan hujan turun tadi malam. Ku buka jendela kamarku. Terlukiskan birunya langit dan hangatnya mentari di pagi hari. Kicauan burung yang girang pun membuatku semangat untuk menghadapi perjalanan study tour SMPN 1 Magetanku yang tecinta ini ke Bali. Momen ini berbeda dengan sebelumnya, karena kali ini dengan teman-teman, yang so pasti, lebih seru dan menarik.

“Yosh ! I’m ready to go!” Hari itu hari Rabu, 11 Maret 2015. Tepat pukul 9:45 pagi aku berada di depan PPI Magetan. Semua merasa senang namun juga ada yang sedih, karena mereka harus berpisah dengan keluarga untuk sementara. Pelukan ibu memanglah hangat dan tak ada seakrab pelukan kecuali pelukannya. Segeralah ku langkahkan kakiku menuju bus 6 dan duduk manis di urutan ke empat sebelah kanan dengan Siti. Kelompokku beranggotakan Siti, Anisya, Rizka, Alsy yang duduk sederet di bus. Sebelum bus berangkat, Pak Yuli mengawalinya dengan memimpin berdo’a bersama agar semua selamat dan perjalanan lancar. Setelah semua siap, tepat pukul 11:00 bus berangkat. “Ow yeah! GO GO Bali GO!!” Perjalanan berlangsung dengan baik. Di dalam bus, ku nikmati pemandangan alam sepanjang jalan sambil ngemil dan mendengarkan musik lewat earphoneku. Melalui kaca bus, terlukislah kehidupan manusia. Ada yang senang, ada pula yang sedih. Roda terus berputar diiringi dengan waktu. Yah.. memang begitulah hidup. Waktu itu, perjalanan melewati beberapa kabupaten, di antaranya Magetan, Madiun, dan Nganjuk. Di Nganjuk, bus berhenti pukul 13:30 untuk menunaikan ibadah dan makan. Setelah itu, tepat pukul 14:00 bus berangkat lagi meneruskan perjalanannya. Tiba di Jombang pukul 14:30, di Mojokerto pukul 15:45, dan di Pasuruan pukul 17:30. Matahari tenggelam dan langit menjadi redup di Probolinggo pukul 18:30. Bus berhenti untuk menunaikan ibadah dan makan malam di RM Tongas Asri hingga pukul 19:40.


Setelah makan malam menjadi hal yang seru ketika teman-teman dari bus lain bercerita tentang leluconnya sepanjang perjalanan. Tak lupa, kami berfoto-foto di depan restoran tersebut.

Setelah itu, bus mulai melanjutkan perjalanannya lagi. Tiba di Situbondo kira-kira pukul 21:50 dan akhirnya tiba di Banyuwangi sekitar pukul 1:30 di hari keesokannya, Kamis, 12 Maret 2015. Semua menyebrang dari pelabuhan Ketapang ke Gilimanuk dengan feri di kota yang dijuluki dengan julukan The Sunrice of Java ini. Pelabuhan Ketapang tersebut terletak di Desa Ketapang, Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Bali via perhubungan laut (Selat Bali). Di kapal feri, pemandangan laut dengan kapal-kapal dan lampu yang menyala di malam hari sangatlah indah. Ku ambil kamera dari tas kecilku.


Bagaikan malam yang ditaburi bintang-bintang di atas lautan biru. Keindahan malam itu berubah menjadi canggung ketika ku bertemu dengannya. Semakin tak menjadi diri ini ketika dia melihat kearahku. “Oh God.. what must I do now??” Jadi, ku berpura-pura tak tahu dan membiarkan kata-kata tak terucap satu pun. Ku pandangi lagi lautan yang membentuk bias cahaya kemilauan di permukaan air laut dari lampu-lampu kapal itu di malam hari. Saking gelapnya, ada temanku yang tak percaya bahwa kapal telah bergerak! LOL. Tak kurasa, sekitar 30 menit kemudian, rombongan SMPN 1 Magetanku yang tercinta ini telah sampai di pelabuhan Gilimanuk Bali sekitar pukul 2 pagi. Alhamdulillah! ^^




Ow yeahh! Bus sudah tiba di Tanah Lot sekitar jam 5. Tanah Lot ini terletak di Beraban, Selemadeg Timur, Tabanan, Bali. Sesampainya di sana, banyak yang langsung mengantri mandi dan melaksanakan shalat. Waktu itu, setiap siswa diwajibkan memakai kaos kelas agar terlihat kompak di kamera. Keindahan panorama Tanah Lot memang tidak bisa dilewatkan untuk momen berfoto.

 

Exotic banget deh, pemandangannya! Di sana ada dua pura yang terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Selain itu, tak heran ada banyak turis juga yang mengunjungi. Beberapa di antara mereka menunggu sunset di sana yang menciptakan pemandangan dan nuansa romantis. Haha, aku juga berfoto dengan salah satu bule di Tanah Lot.

“Excuse me… Would you like to take a picture with me?” kataku dengan teman-teman yang mulai mendekat.
“Yes, of course.” Kata si bule dengan senyuman yang ramah di bibirnya.
JEPRET! Jepretan Intan sip banget deh. :D
“By the way, where are you from?” kataku sambil meringis.
“I’m from German.”
“Oh wow, Guten Morgen! Nice to meet you… J” kataku seneng banget.
“Ya, Guten Morgen! Nice to meet you tooJ” katanya dengan senyuman lebarnya.^
Setelah puas di Tanah Lot, saatnya sarapan di Agung Bali Tanah Lot. Setelah itu, tempat tujuan ke dua yakni Teman Joger.

Joger terletak di Jalan Raya Kuta, Kuta, Bali. Tempat ini merupakan tempat belanja khusus, karena tidak bercabang layaknya pohon. Kata pemandu wisata di bus 6, nama Joger diambil dari nama pemiliknya sendiri yaitu bapak Joseph Theodorus Wulianadi yang digabung dengan nama sahabatnya Bapak Gerard. Joger ini merupakan tempat pabrik kata-kata lucu, konyol, dan keren. Waktu itu, suasana di dalam panas sekali karena saking banyaknya orang di sana. Namun, berbelanja juga tetap seru dengan kata-kata lucu. Setelah dua jam berbelanja puas di Joger, sampailah tempat tujuan ke-3 yakni ke restoran D’Abian pada pukul 13:20 untuk makan siang dan menunaikan ibadah hingga pukul 14:10.

Selanjutnya, perjalanan di lanjutkan ke Sangeh. Di sepanjang jalan menuju Sangeh, pemandu wisata bercerita tentang nama keluarga Bali. Katanya, keluarga itu bagaikan tangan. Sang ibu bagaikan jari jempol, bapak bagaikan jari kelingking, anak pertama (nama depannya : Putu, Gede atau Wayan) bagaikan jari telunjuk, dan jari lainnya bagaikan anak kedua (nama depannya : Made atau Kadek) dan ketiga (Nyoman, Komang atau Koming). Nama awalan “Ni” untuk perempuan, sedangkan nama awalan “I” untuk laki-laki. Tak terasa, tibalah semua di Sangeh.
Sangeh terletak di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali. Sangeh ini terkenal dengan monyet-monyet (beruk) yang berkeliaran dengan bebas dan di keramatkan oleh penduduk setempat di sebuah hutan. Di tengah hutan ada pula sebuah pura yang bernama Pura Bukit Sari. Pura ini dibangun oleh Kerajaan Mengwi dan sekarang diserahkan ke penduduk setempat. Kata guide-nya, tangan jangan di masukkan ke sak celana maupun tas begitu saja, karena si monyet akan mengira kita akan memberi makanan padanya. Selain itu, barang-barang elektronik harus dijaga dan apabila monyet itu bertingkah aneh ke kita, kita jangan membalasnya, agar si monyet tidak marah. Hahaha, hal yang paling lucu yang aku lihat yakni saat Yulia Monica (kelas 8B) dinaiki monyet ke punggugnya. *wkwk, piss Yul! XD* Fotonya sempat tertangkap di kameraku :3

Kata guide-nya sih, kalau dinaiki monyet, artinya monyet itu pingin difoto dan sebaiknya jongkok saja. Ihh monyet disana juga pingin narsis ya ternyata!

Teman-teman juga banyak yang memberi kacang ke para monyet. Begitu dilempar, mereka saling rebutan makanan. Haha, lucu deh tingkah monyet di sana! Tetapi, kalau yang ini, Atha (kelas 8G) memberikan kacang pada si monyet tampak tenang-tenang saja. *wkwk, piss prof!*

Setelah dari Sangeh, perjalanan dilanjutkan dengan menuju ke hotel untuk check-in. Banyak yang nggak sabar pingin cepet-cepet sampai ke hotel. Sesampai di hotel, disuruh perwakilan satu anak dari masing-masing kelompok untuk mengambil kunci kamar. Kelompokku mendapat kamar nomor B12 di lantai dua. Segeralah kami menuju kamar tersebut. Di dalam kamar, suasana tampak nyaman. Kami segera bergantian mandi dan shalat. Kami juga menonton tv bersama dan bercerita tentang ini-itu. Setelah itu, kami keluar untuk makan malam di hotel. Terlihatlah sosok antrian panjang bagaikan kereta api yang yang berhenti dan tak lekas jalan, LOL. Aww, memang kami semua agak terlambat. Lalu, kami makan di dalam keheningan malam bersama teman-teman yang membuat malam tersebut menjadi ramai. Bahkan, jam 12 malam malah bertambah ramai di bawah yang ada tempat meja dan kursi. Fiuhh.. betapa lelahnya hari itu. Kami tidur nyenyak. “Jaa.. Oyasumi, minna !”

“RIN! RIN! RIN! Ohayou, Wake Up!”
Pagi itu, Jum’at 13 Maret 2015 terbangunkanlah aku oleh Siti yang rajin. Segeralah ku bangun dengan muka ngantukku. Dia sudah mandi dan akan sholat. Sementara aku dan yang lainnya, masih tertidur pulas *waks*. Segeralah ku mandi, ambil wudhu dan shalat. Kulantunkan ayat suci Al-Qur’an juga. Setelah itu, ku lihat langit biru di dekat tangga depan kamar yang mulai menampakkan dirinya. Di sana-sini, awan bergumpal lembut. Sinar matahari menyeruak ke bumi. Dunia tidak lagi monokromatik setelah hitam langit dan putihnya bintang di angkasa, namun menampakkan warna-warni indah alamiahnya. Angan-anganku menuju ke tempat pantai yang nantinya dijumpai lagi. “It must be a beautiful day today!”

Kegiatan diawali dengan sarapan di hotel. Sebelum sarapan, kami diajak salah satu petugas untuk berfoto dengan gadis Bali bernama mbok Dayu. Yep, kali ini kami tak berada di gerbong akhir kereta lagi untuk mengantri. Antrian berlangsung dengan cepat dan.. yap! kami pun duduk. Setelah makan, kami mengambil gantungan yang dalamnya ada foto dengan gadis Bali tersebut yang dipampang dan ternyata dijual. *ada aja, cara orang mencari uang. Waks :v* Setelah itu, mulailah wisata lagi jam 8 pagi. Kali ini, tujuan pertama yakni Tanjung Kata sang guide, dulu tanjung benoa dijadikan sebagai pembudidayaan bengkoang dan tempat orang berjinah. Tanjung Benoa terletak di Bali Selatan, dan bercerita tentang budaya Bali galungan dan kuningan, yang diadakan 210 hari sekali. Ia bercerita bahwa masyarakat membuat benjor yang diletakkan di depan rumah, 10 hari setelah hari raya galungan, yakni kuningan. Ia juga menambahkan upacara adat di Bali dengan panjangnya yang membuat teman-teman mengantuk di bus. Namun, begitu akan melewati jalan tol di atas laut, sang pemandu wisata berkata pada kami semua untuk tidak tidur, karena ingin melewati jalan underpass dan jalan tol di atas laut. Ia juga menambahkan bahwa jalan underpass terletak di jalan Sunset Road, Desa Kute, yang merupakan desa terkenal di dunia. Selain itu, kami juga melewati patung Dewi Ruci. Kami pun yang tadinya mengantuk berubah menjadi terkesima dan terheran-heran dengan adanya jalan tol di atas permukaan laut.

Banyak teman kami yang merekam video maupun memfoto sepanjang jalan tol tersebut. Sang guide menambahkan bahwa Jalan Tol Bali Mandara ini menghubungkan Nusa Dua, Ngurah Rai, dan Benoa. Jalan tol ini memiliki panjang total 12,7 km dan sebagian besar berada di atas laut. Jalan tol ini diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 September 2013 di Bali. Sang pemandu wisata memberitahu jikalau ingin ke Pulau Penyu, harus naik kapal boat yang isinya setiap perahu ada 10 orang. Setiap anak membayar Rp. 50.000,00. Jadi, ia mendaftar murid-murid yang ingin mendaftar. Tak terasa, kita semua sudah sampai di Tanjung Benoa. Sampai di Tanjung Benoa, doki-doki!!! Hatiku merasa deg-degan ketika ku bertemu dengannya. Senyumannya terpancar jelas ke arah ku, membuatku salah tingkah dan bertingkah layaknya orang aneh dan bingung mau apa. He drove me crazy, and I didn’t know what to do ! Segeralah sang pemandu wisata mengelompokkan anak yang sudah berkelompok 10 orang dan memilih kapal boat. Naiklah kami semua, Alsy (8L), Siti (8J), Anisya (8J), Rizka (8J), Sukrotin (8K), Reza (8J), Putri (8L), Fitri (8L), Jesica (8D), dan Putri (8H) ke kapal boat. 

Perjalanan menuju Pulau Penyu asyiiiik banget! Cipratan air laut menyiprat ke arah wajah kami dan asinnya air laut kami rasakan. Saat di tengah laut, kapal berhenti untuk memberi makan ikan. *Aaaaaaaaaa!!!* teriakan kami keras sekali campur aduk dengan ketakutan saat kapalnya miring seperti akan terguling karena ombak yang besar. Tetapi yokatta, kapal yang kami naiki tidak terguling. Keasyikan di kapal boat tersebut, bisa dilihat di youtube looh.. :D ini dia link-nya hehe! http://youtu.be/892X5izXHMI.

Welcome To Deluang Sari!
Sebuah banner berukuran jumbo menyambut kedatangan kami di Pulau Penyu. Kami melihat beberapa hewan unik di sana, setelah membayar Rp5.000,00 per anak. Wow, banyak banget turis Chinanya! Mereka terlihat kagum sekali dengan penyu yang sangat besar. Di sana, terdapat penangkaran penyu baik yang besar maupun yang kecil. 

Rasa kegelian di tangan kami rasakan saat kita mengangkat penyu tersebut. Lumayan berat, sih. Tetapi jangan khawatir guys, penyu tersebut ramah kok.




Setelah puas melihat penyu, kami melihat hewan lain, yakni burung rangkok.


Wihh.. burung itu bisa di pegang loo… Burung yang berwarna hitam, berkepala coklat, dan berparuh besar itu nampak tenang-tenang saja kok. Burung itu juga termasuk satwa yang dilindungi agar tidak punah.

Setelah itu, kami melihat ular yang sangat besar dan panjang. Hiii , malah banyak orang China yang berani mengalungkan ular itu ke lehernya. Memang tidak menggigit, sih… Aku aja yang cuma pegang leher ular rasanya sudah geliii … Tau nggak teman-teman, ibu guru kita Bu Nuvie berani mengalungkan ular itu di lehernya loo…

Setelah melihat ular, kami melihat burung Elang yang kali ini kakinya diranting. Elang ini termasuk jenis elang laut yang sudah dijinakkan. Paruhnya panjang, hitam, dan runcing. Kuku kakinya panjang dan runcing. Warna bulunya yang putih dan coklat, menarik orang yang melihatnya untuk berfoto.

Setelah itu, kami dipanggil oleh petugas yang di kapal boat tadi untuk kembali ke dermaga karena waktunya sudah habis dan sudah ditunggu lama sama teman-teman, haha. Yaahh.. kami jadi tidak bisa melihat kelelawar, monyet, sama burung kakak tua, nih! (•﹏•) Kami pun menumpangi kapal boat yang mengantar kami sebelumnya. Setelah kembali, teman-teman pada menggerutu karena sudah menunggu lama di kapal. *wkwk, piss* La masak cepat-cepat kembali sih? Kan nggak seruuu.. kataku pada mereka sambil merasa bersalah. Tetapi lama-kelamaan, kami baikan lagi, kok. ^^ Setelah itu, kami kembali ke tepian Tanjung Benoa lagi. Di sana, aku dengan kelompokku bermain tulis-tulisan di pasir pantai dan berfoto. Rasa doki-doki itu terulang kembali saat ku bertemu dengannya lagi. Burung-burung tetap berterbangan pada cuaca yang sangat panas, memberi isyarat bahwa aku tidak perlu deg-degan karena ada mereka yang menemaniku, hehe. Setelah itu, kami makan siang di restoran terbuka kecil yang juga dekat dari pantai. Desakan orang-orang di sana membuat kami merasa semakin panas karena tempat itu terlalu kecil untuk orang banyak.
Setelah makan siang, kami kembali ke bus. Kali ini perjalanan dilanjutkan ke Masjid Agung Ibnu Batutah di Puja Mandala untuk melaksanakan shalat Jum’at bagi laki-laki yang beragama Islam. Adapun yang perempuan juga melakukan shalat dhuhur di sana. Puja Mandala adalah sebuah kompleks tempat bangunan peribadatan indah di kawasan Nusa Dua, Desa Balui, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Bali. Lokasi Puja Mandala berada di tepi kanan jalan arah menuju Hotel STP (Sekolah Tinggi Pariwisata).

Bangunan Masjid Agung Ibnu Batutah yang kami kunjungi ini berada pada bagian paling kiri, beratap tumpang susun, dan merupakan khas bangunan Masjid Jawa. Ibnu Batutah adalah pengembara Maroko dengan catatan perjalanan dunia terlengkap dari abad ke-14, melintasi jarak 120.000 km sepanjang dunia kaum Muslim, mencakup 44 negara modern. Selain masjid, di sana juga terdapat Bangunan Gereja Katolik Bunda Maria Segala Bangsa, tepat di sebelah Masjid Agung Ibnu Batutah, dengan menara tunggal, dinding depan gevel mengikuti bentuk atap dan bagian belakang atap tumpang. Selain itu, juga terdapat bangunan Wihara Budhina Guna Puja Mandala dengan ornamen cantik berwarna putih dan keemasan. Di sebelahnya terdapat bangunan Gereja Kristen Protestan Bukit Doa dengan sentuhan ornamen lokal cukup kental. Nah, dibangunnya Puja Mandala ini menjadi simbol pentingnya kedekatan antar umat beragama, setidaknya secara fisik, agar hidup berdampingan tanpa saling mengganggu. Setelah shalat di Puja Mandala, rombongan SMPN 1 Magetan yang tersayang ini melanjutkan perjalanan ke Pantai Pandawa. Pantai yang dijuluki dengan Pantai Rahasia (Secret Beach) ini terletak di balik perbukitan area Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Kata sang pemandu wisata bus 6, dulu Pantai Pandawa dijadikan tempat untuk memelihara rumput laut, tetapi karena pemandangannya yang very-very exotic, maka pantai ini dijadikan sebagai obyek wisata.Setelah itu, aku pun tertidur karena perjalanannya yang sangat jauh.

“Wake up Alsy, we arrived at Pandawa beach. I must drop you here!”
Tepukan Siti di lengan membangunkanku yang tengah asyik tertidur di dalam bus dengan jaket pink tebal kesayanganku. Aku melirik ke jendela bus sembari berusaha mengembalikan semua rasa awas indraku. Sepanjang perjalanan, aku benar-benar terlelap hingga tidak menyadari telah sampai di secret beach. Dua tebing yang sangat besar dan tertata menjadikanku dan teman-teman lainnya terkagum-kagum dengan keindahan pantai ini. Salah satu tebing itu dipahat lima patung Pandawa dan Kunti. Keenam patung tersebut secara berurutan (dari posisi tertinggi) diberi penejasan nama Dewi Kunti, Dharma Wangsa, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sahadewa. Setelah itu, bus berparkiran di depan tulisan “Pantai Pandawa” yang terukir di tebing tersebut.

Lalu, kami menuju tepi pantai yang berpasirkan putih tersebut. Getaran hati yang digempur oleh angin dan ombak Pantai Pandawa membuat kami semakin menikmati keindahan secret beach. Kami dan teman-teman lain berlompatan ketika ombak menerjang ke arah kami. Ya-yaa, dan of course, celana kami basah. Betapa menyenangkannya momen itu. Keasyikan momen itu membuat kami mengabadikannya dengan berfoto.





Rasanya, kalau cuma berdiam di satu tempat, nggak seru. Jadi kami berjalan terus di tepi pantai. Kunyanyikan lagu “To The Sky” dan “Across The Universe” yang cocok dimomen saat itu. Ku gemakan puisiku “At The Beach.” Ya, “how small I seem to be walking at the extremely big wide beach is. And how I feel so alone standing amidst the infinite expanse of the ocean….” Ku tatap langit yang terbuka, ku rasakan hangatnya air, dan ku tatap birunya air.. hmm begitu deh rasanya kalau di pantai itu. It’s Something! ヾ(=^▽^=)ノ

Terdengarlah sebuah pengumuman bagi rombongan SMPN 1 Magetan diharuskan segera kembali ke masing-masing bus. Kami pun kembali ke bus 6. Taraa!! Kami dapat omelan lagi karena masuk terakhir. Aaaa minna-san, gomennasai!! Kami pun merasa bersalah dan segera kembali ke tempat duduk. Hyuuff… namun suasana kembali seperti semula, kok hehe.^^ NEXT! Go Go GWK Cutural Park Go !!

Jam 15:20 sampailah kami semua. By the way, Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) adalah sebuah taman wisata di bagian selatan pulau Bali. Taman wisata ini terletak di tanjung Nusa Dua, Kabupaten Badung, kira-kira 40 kilometer di sebelah selatan Denpasar, ibu kota provinsi Bali. Di areal taman budaya ini, direncanakan akan didirikan sebuah landmark atau maskot Bali, yakni patung berukuran raksasa Dewa Wisnu yang sedang menunggangi tunggangannya, Garuda, setinggi 12 meter. Patung GWK akan dinobatkan sebagai patung tertinggi lo, setelah sudah jadi pembangunannya… Untuk melihat patung GWKnya diharuskan naik tangga yang jumlahnya banyak banget ..T.T Pemandangan indah berupa air mancur di GWK juga bagus, loo… Waktu itu, ternyata ada Iwan Fals dkk lo, dengan peralatan musiknya yang latihan di depannya patung GWK yang setengah badan sudah jadi tersebut. Tetapi waktu itu aku nggak sadar kalau itu Iwan Fals, setelah cari di internet, ternyata benar!! -_- haha. Selain melihat patung GWK, kami juga melihat tarian tradisional Bali.. ya seperti ada ogoh-ogohnya gitu deh, sama ceritanya tu menceritakan tentang apa gitu… *maaf, kali ini saya lupa* Setelah berada di GWK, Jeng-jeng!! Rombongan dari my beloved Junior High School 1 Magetan melanjutkan perjalanan… Guess what??!

Kute Beach, here I come !!!
Sampailah aku dan teman kamarku di Pantai Kute setelah menaiki mini-bus full AC alami, *waks :v * yang dinaiki setelah bus parkir di Central Park. Pantai yang dijuluki Pantai Matahari Tenggelam (Sunset Beach) ini terletak di Kecamatan Badung, di selatannya Pulau Dewata. Sesuai dengan nama julukannya, kami semua ke sana untuk melihat sunset. But how pity! Matahari tenggelam di sana tidaklah sempurna karena tertutup oleh kapasan awan. Meskipun begitu, matahari bersinar dengan hangatnya di sore yang menjelang gelap ini sehangat hatiku ketika melihatnya. I met him over and over.. I won’t forget when he smiled on me ! Kehangatan mentari itu disambut baik dengan aku dan teman-temanku yang tampak girang di kamera. Kami berloncatan, bergandengan tangan, dan tertawa haru saat hasil foto tidak pas dengan ekspresi loncat kami.






Hari semakin petang. Burung-burung beterbangan. Mentari tampak ingin menyembunyikan warnanya. Sebentar lagi, munculah warna monoton malam hari. Tibalah waktu kami untuk kembali ke mini bus. Kami menempati mini bus dengan teman-teman yang gokil abizz. Mereka bercerita tentang bagaimana mereka ingin berfoto dengan turis. “Sir, cekrek-cekrek” dengan bahasa tangan yang layaknya memegang sebuah kamera. Haha cerita itu benar-benar lucu. Mereka pun terlihat kompak dan ramai. Mereka juga menyapa turis-turis sepanjang jalan. “Hello… hi… miss, sir” dan para turis pun menjawab “Ow yeah, hello.. hola !” dengan senyum ramah dan tak jarang pula senyum aneh karena melihat tingkahe kami yang aneh. Tak terasa, kembalilah kami di Central Park dan masuk ke bus masing-masing. Setelah itu, tujuan kami selanjutnya yakni Khrisna untuk makan malam dan belanja. Suasana makan malam berlangsung asyik saat guru PKN kita yang bernama Pak Toni menyanyikan sebuah lagu sambil bermain keyboard. Setelah itu, aku dan kelompokku belanja bersama. Kami membeli kaos yang bertuliskan kata-kata keren. Setelah berbelanja, semua rombongan SMPN 1 Magetan akhirnya meneruskan perjalanan untuk kembali ke hotel. Sesampainya di hotel, aku dan kelompokku mengantri mandi, shalat, dan akhirnya istirahat. “Kriing!!” suara hp berbunyi dan ku angkat telepon dari tanteku yang juga tinggal di Denpasar. Ia ingin menemuiku dan sudah menungguku di depan hotel. Segeralah ku datang dengan Siti menyambutnya dengan pelukan hangat yang sudah lama tak kami rasakan. Ia datang dengan membawa oleh-oleh Salak Bali. Aku diberi uang jajan *hehe, lumayan lah!* Aku pun senang dapat bertemu dengannya lagi di malam itu. Setelah cukup lama berbincang, akhirnya aku dan Siti kembali ke kamar kami dan istirahat bersama teman-teman lain. Fyuuh… what a tired but great day today! Jaa… oyasumi !! *Zzzzzzzzz* ( ’ ヮ’)ノ

Waktu telah berganti pagi di hari Sabtu, 14 Maret 2015. Hmm.. hari ini adalah hari terakhir kami semua di Bali. Ku sambut hari itu dengan girang bersama teman-teman yang sedikit gelisah karena akan meninggalkan ruang B12 itu. Segeralah kami mengantri mandi dan shalat. Tak lupa, kami juga menonoton TV bersama. Kami masukkan barang-barang kami ke koper dan merapikan kamar. Setelah itu, langkahan kaki kami menuju ke luar kamar… dan… “KLAP!” Pintu kami kunci. Lalu, kami menuju ke samping bus untuk menyerahkan barang bawaan kepada biro bus. Setelah itu, kami makan pagi di tempat makan hotel dan menikmati pemandangan sekitar hotel untuk terakhir kalinya. Kemudian setelah rombongan SMPN 1 Magetan telah siap, kami semua melanjutkan perjalanan ke Monumen Perjuangan Rakyat Bali, atau yang dikenal dengan istilah “Bajar Sandi”. Monumen yang didirikan karena adanya perang puputan ini terletak di Jl. Raya Puputan MTI Mandala Remon di Denpasar. Hmmm… memasuki kawasan, terlihatlah sebuah monumen yang menjulang tinggi ke angkasa. Bangunan monumen ini seperti tanggal kemerdekaan lo, yakni 7 anak tangga, 8 tiang, dan tinggi 45 meter. Monumen ini pun diresmikan oleh ibu Megawati Sukarno Putri pada tanggal 14 Juni 2013.

Di sekitar monumen terdapat air mancur dan taman yang tertata rapi dan sangat indah. Setelah itu, kami memasuki bangunan monumen itu. Di dalamnya terdapat banyak ukiran khas Bali. Lalu kami menaiki tangga yang berkapetkan merah tersebut. Tangga itu berkelok-kelok dan panjang sampai menuju bangunan atas. Di atas terlihat pemandangan yang sangat indah. Kami juga menemui banyak pelajar dari berbagai sekolah yang berkunjung. Kami pun bertemu dengan bapak ibu guru di atas dan menyempatkan foto di bagian atas bangunan.

Setelah berkeliling dan melihat-lihat, kami kembali ke bus. Nah, untuk kali ini kami akan meneruskan perjalanan ke Pasar Seni Sukowati. Kata sang pemandu wisata, pada jam yang sangat pagi, harga di sana sangat murah karena kepercayaan orang Bali, jika pada saat baru buka dagangan langsung dapat terjual, maka akan memperlaris barang dagangan mereka. Namun, setelah menjelang siang, harga meningkat tajam. Jadi, di sana kami diberi tahu untuk pintar-pintarnya menawar. Pasar Seni Sukowati ini berdapat di Desa Sukawati Kabupaten Gianyar, Bali. Pasar ini menjual heberbagai kerajinan seni khas Bali seperti sandal manik-manik, pakaian, tas, lukisan, patung kayu dan lain-lain. Pasar ini berdiri sekitar tahun 1980an dan dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 hingga pukul 18.00 WITA. Aku dan kelompokku berkeliling dan membeli baju dan celana. Setelah puas dengan belanjaan kami, kami kembali ke bus. Terdengar suara teman-teman yang mengoceh karena harga yang ia tawar terlalu kecil, sedangkan yang lainnya membeli barang tersebut dengan harga yang jauh murah. Yahh.. begitulah, kan kata pemandu harus pintar-pintarnya nawar… Hmmm.. tapi aku juga sih, menawar celana Alladin yang seharusnya bisa satu celana Rp25.000,00 seperti apa yang ditawarkan Fitri, yang ku tawar malah satu celana Rp35.000,00. Pfffftt… That’s very terrible! Haha, jadikan pengalaman aja deh ^^. NEXT! Bergeraklah bus 6 menuju KBC/Cening Ayu yang berlokasi di Jl. Raya Celuk No. 6X, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Propinsi Bali. Sesampai di sana, kami belanja makanan khas bali, di antaranya yang terkenal adalah Pie Susu. Setelah berbelanja, kegiatan dilanjutkan dengan makan siang. Setelah itu, shalat di ruangan kecil yang disediakan. Karena ruangan yang kecil, menunggu pun juga lama dan berdesakan. Okay then, after it we came back to the bus, and… GO GO HOME GOOOOOO!!

Don’t you miss home, though?
Di perjalanan aku dan Siti mengingat-ingat kegiatan selama di Bali untuk laporan ini loo yang sedang Anda baca sekarang, hehehe. Kami pun asyik ngemil dan menikmati pemandangan dari jendela bus. Yah.. kami merasa sedih untuk harus meninggalkan Bali. Yap, my sweetheart left behind in Bali. Kami tak merasa homesick sekaligus. Kami enjoy banget hari-hari di Bali. Karena bagi kami, rumah adalah tempat hati berada, yang wherever and whenever setiap perasaan menjadi senang. Namun, bukan berarti kami tidak merindukan ayah ibu kami serta kakak kami yang tercinta. Tak lama kemudian, wowwww pemandangan di perjalanan dikejutkan oleh pantai yang sangat panjang. Ombaknya yang tenang membuat pikiran kami merasa lebih nyaman setelah memikirkan ayah ibu kami. Melihat pantai tersebut, rasanya aku teringat dengan lagunya The Beatles “Across The Universe.” Dengan lantunan mendalam, ku bisikkan kebesaran Allah yang telah menciptakan alam ini dengan indahnya. “Pools of sorrow, waves of joy are drifting through my opened mind. Possessing and caressing me….”
Setelah itu, kami menghabiskan perjalanan pulang dengan tidur. Kami capek. Sekitar satu jam kemudian, kami sampai di pelabuhan Gilimanuk Bali untuk menyeberang kembali ke pelabuhan Ketapang di Banyuwangi. Hmm.. waktu itu cuaca mendung. Di kapal, aku hanya melihat pulau Bali yang semakin lama semakin menjauh dari di mana ku berdiri. Pulau tersebut juga ditutupi kabut yang semakin tebal. “Tik… tik… tik… ” turunlah hujan dari langit yang membuat hatiku semakin suram di tengah lautan Bali yang luas. Aku dan teman-teman duduk untuk menunggu tibanya di Banyuwangi. Tak terasa, sekitar setengah jam kemudian kami sampai di kota yang dijuluki The Sunrice of Java ini. Kami pun segera masuk ke bus. Hari itu semakin gelap. Matahari telah menyembunyikan cahayanya yang indah. Dunia monoton pun juga semakin terlihat. So, don’t lose hope. When the sun goes down, the star comes out…

Di perjalanan, seperti tadi, aku dan teman-teman pada asyik ngemil, bercerita, dan tidur. Bagaimana tidak, momen-momen di Bali menjadikan kami tak ujung bercerita. Seperti jalan yang tak ujung batasnya, hehe. Beberapa jam kemudian, bus berhenti di rumah makan untuk makan malam dan shalat. Kemudian kami semua meneruskan perjalanan ke rumah. Ooohh I miss you, Mooom Daaad !!
Kami pun terlelap di gelapnya malam sepanjang jalan. Beberapa jam kemudian, bus berhenti di Bondowoso, tepatnya di toko oleh-oleh tape dan kerupuk khas sana. Namun, aku dan Siti serasa malas turun karena hari yang gelap dan masih ingin melanjutkan mimpi kami… wkwkwk. Serasa cepat deh perjalanan pulangnya karena kami yang terlelap dan mungkin kendaraan yang lebih jarang dari pada di siang hari. Karena kami terlelap, jadi tak ada cerita lagi yang kami sampaikan.
Tibalah kami di kota Magetan yang tercinta ini pada keesokan harinya, sekitar jam 5 pagi. Magetan….. Here I come!!!! Sebelum bus sampai di depan GOR Ki Mageti, kami semua menghubungi orang tua untuk dijemput. Lalu, kami menunggu di depan bangunan itu. Tak lama kemudian, ada sosok pancaran cahaya mobil hitam yang tak asing ku kenal. Papaa!!!! Datanglah ayahku tercinta. Sementara itu, Siti sendiri dijemput kakak tercintanya. Kami berdua terpisah. Sesampainya di rumah, capek dan letih kami tentunya menjadi hilang setelah bertemu dengan keluarga kami. Mereka menanyakan pengalaman kami selama di Bali. Segeralah kami shalat subuh dan bersyukur pada Allah SWT, yang telah memberikan kami, guru-guru, dan teman-teman keselamatan di perjalanan.

GALERI FOTO


 

                 With :  Asa, the cute ELFASA girl

With : Bulan-chan ~ With : Siti ^^

 


 ミザス              ~  With : Siti

 



~Me_the black and white in 
the blue ocean~

 
With : Gintan, ELFASA
  


(^o^)/ELFASA (Eight L Family of SNESMA)☆\(^ω^\)







Leave a Reply

Comments Below Here~

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Sekai no Himitsu~ - Alsy Taqiya - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -