"Dear Diary, hari ini aku
merasa sangat senang, entah mengapa :D Pagi-pagi ku bangun dengan udara segar
saat ku buka jendela kamar. Mataku terbelalak ke meja belajar, melihat nasi
goreng, salad buah, dan jus alpukat sudah siap untuk disantap. Pasti ibu
sengaja menyiapkan pagi-pagi ini untukku. Wajar saja, kemarin aku nggak makan
malam karena kebawa bad mood
gara-gara berantem sama kak Shafira. Ughh..
jahat pol!! Lalu, ku kunci pintu kamarku, memastikan agar kakak nggak
ngganggu dan agar kucingku tidak masuk kamar dan melas-melas minta makan.
Haha... perfect!" tulis Sheila
di buku hariannya.
"Dok! Dok! Dok! Sheilaa..
cepetan buka pintunya!!" kakakku yang sangat amat super duper
menjengkelkan, membuatku kaget setengah mati sampai tersedak saat ku cicipi
suapan pertama.
"Uhuk! Uhuk! Bentar ta, kak!!
nggak tau apa, kalo aku lagi enak-enak breakfast?!"
bentak Sheila dengan memasang muka kecut di depan kakaknya.
"Cih, jangan sok bule, lu! Itu tuh, ada Barbie film kesukaan lu!" kata
Shafira yang menunjuk ke arah TV. Sheila pun cepat-cepat keluar kamar, takut
ketinggalan serial episode Barbie, yang selama ini lama tak muncul di TV.
"Horee, ada Barbie! Lo... tapi
mana kak? Kok nggak ada?" Sheila mencoba untuk mengganti-ganti channel TV. Ia tampak seperti orang
kebingungan karena tak dapat menemukan film kesukaannya.
"Hahahaha! Satu monyet telah
tertipu, maafkan aku, kasihan deh luu ♪!!" tipu Shafira pada adiknya
dengan tertawa terlingkal-pingkal. Sheila pun marah.
"Iiiihh.... dasar kak Fir'aun!!
Awas ya! Sheila nggak mau percaya lagi sama kakak!" Sheila pun mencakar
pipi kakaknya karena telah membuatnya kesal.
"Aaaaau! Sakit tauk! Huh,
biarin aja, salahmu sendiri yang kemarin ngasih banyak garam ke jusku!"
bentak Shafira ke adiknya. Adiknya menangis dan mengadu ke ibunya.
"Huaa... mama... kak Shafira
nakal.."
"Shafira! Kamu apakan adikmu
sampai pipinya merah semua gini?! Kalian ini... setiap hari bertengkar saja!
Shafira! Kamu itu sebagai kakak harus jadi contoh yang baik ke adikmu! Cepetan
maaf ke adik!" pinta ibu mereka.
"Lo, tapi kok aku Maa?
Seharusnya adik dulu dong, adik yang masukin garam ke jusku dulu, Maa!!"
kata Shafira tak mau kalah.
"Nggak ada tapi-tapian!! Cepat
maafan!" kata sang ibu. Dengan terpaksa, Shafira mengulurkan tangannya
untuk minta maaf ke adiknya, namun ia tak ikhlas.
"Maaf!" kata Shafira singkat.
"Huh!" balas adiknya,
dengan mengulurkan tangannya pula.
***
Huh, gitu deh. Gua benci sama adik
gua sendiri. Setiap hari selalu aja jadi trouble-maker
hidup gua. Yang nyoret-nyoretin tugas PRku lah, nambahin garam ke minumanku
lah, ngotorin seragamku lah, nyembunyiin sepatu sekolahku lah, matiin alarmku
lah, ahh pokoknya banyak banget! Karena itu, aku jadi sering dimarahin guruku
karena terlambat, cuma gara-gara nyariin sepatu sebelah kiriku yang diumpetin
adik. Hah, adik? Sebenernya males gua manggil dia sebagai adik. Tapi karena
dipaksa sama ibu, jadi gua harus gitu. Pokoknya males banget ngakuin berdarah
daging sama dia! Disuruh ngambilin kacamataku yang ketinggalan aja ogah.
Harusnya kan sang adik berbakti pada kakaknya, kan? Dan ujung-ujungnya waktu
aku ngerjain adik dikit aja, gua yang kena marah ibu! Aku lagi! Aku lagi! Adik
nggak pernah dimarahin ibu, padahal adik yang memulai perang! Hiiihhh dunia ini
serasa gak adil! Namun, aku tetap sayang sama ibuku alias mamaku karena beliau
adalah sosok ibu yang tangguh, peduli, dan penuh kasih sayang.
*Sore harinya...*
"Bu, Fira pamit dulu, ya. Mau
ke rumah Salsa untuk ambil buku. Assalamu'alaikum!" kataku sambil mencium
tangan ibuku.
"Wa'alaikumsalam. Iya...
hati-hati di jalan!" balas ibu. Aku pun bergegas mengambil sepeda ontel
kesayanganku, dan meluncur ke rumah temanku yang namanya Salsa. Yap, seperti
biasanya, aku yang bisa dibilang ceroboh sering meninggalkan buku pelajaran
seusai kerja kelompok.
"Tok! Tok! Tok!
Sal...sa..." panggilku di depan pintu yang masih tertutup.
"Kreeek..." suara pintu
membuka dengan perlahan dan ku lihat, loo.. tadi siapa ya yang buka ? eh,
ternyata yang buka adiknya Salsa yang tingginya jauh lebih pendek dariku.
"Eh, ada kak Fira... silahkan
masuk kak, tunggu mbak Salsa ya, dia masih mandi." kata Fatimah, adik
kecil Salsa yang sangat sopan.
"Assalamu'alaikum." kataku
dengan memasuki ruang tamu perlahan.
"Wa'alaikum salam. Duduk dulu
ya, kak." balas Fatimah. Shafira pun melihat sekeliling foto di ruang
tamu. Di sana, terpajang foto besar yang bergambarkan Salsa dan adiknya yang
terlihat saling rukun dan akur dengan senyuman cantik mereka berdua. Di samping
foto itu pun, Fira melihat rajutan halus yang tidak asing lagi karya Fatimah
yang bergambar dua bunga cantik. Di pojok foto tertuliskan 'untuk kak Salsa
yang tersayang. Selamat ulang tahun yang ke-16 ya!' Shafira pun terbayang
dengan sosok adiknya. Ia sempat terharu dengan foto dan lukisan itu. Tak lama
kemudian, datanglah Fatimah yang sedang membawa tiga cangkir sirup dan sekotak
kue brownies.
"Silahkan dimakan kuenya dan
diminum sirupnya, ya kak!" kata Fatimah dengan senyum lebarnya. Shafira
pun kagum pada adiknya Salsa. Ia pun meminum sirup yang telah dibuatkan oleh
Fatimah.
"Makasih ya, dik. Hmmm... manisnya
pas. Apa sirup ini kamu yang buat?" tanya Fira.
"Hehe... iya, kak. Syukurlah
kalau manisnya pas." balas Fatimah. Mendengar itu, Fira pun ingin bertanya
pada Fatimah. Sebuah pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan.
"Dik, kakak mau tanya. Kenapa
sih kamu kok mau nyiapin makanan dan minuman ini untuk aku? Padahal aku kan
tamunya kakakmu?" tanya Fira.
"Tamu kakakku itu tamuku juga,
kak. Ini sudah biasa kok. Saat aku kedatangan tamu dari temanku, kak Salsa juga
membantuku untuk menyiapkan jajanan buat tamuku. Saat aku dalam keadaan susah
pun, kak Salsa sering membantuku. Pokoknya, kita tu saling membantu dalam
keadaan apa pun." jawab Fatimah dengan bangganya. Ia terlihat senang
sekali mempunyai kakak yang bernama Salsa. Mendengar itu, Fira pun merasa bersalah
pada adiknya. Ia teringat pada kata guru Fisikanya bahwa hal yang dialaminya
itu berkaitan dengan Hukum Newton ke-3 yakni 'sebab-akibat'.
"Selama ini aku nggak pernah
menunjukkan rasa peduli pada dik Sheila. Aku jadi tahu bahwa apabila aku baik
ke adikku, care, dan mau menolongnya,
pasti dia akan care, nggak usil,
menolongku, dan baik ke aku," kata Shafira dalam hati. Rupanya, ia telah
sadar sekarang.
"O iya, kak... ini buku Biologi
kakak. Tadi, katanya kak Salsa mendadak disuruh ibu ke pasar lewat gerbang
belakang, lalu ia menitipkan buku ini ke aku. Maaf ya kak, kak Salsa harus
segera ke pasar soalnya nanti mau ada acara di rumah ini... Jadi ya harus beli
ini itu untuk cepat dimasak." gumam Fatimah.
"Ah, nggak-papa, kok. Kalau
begitu, makasih ya, cantik! Kakak pamit dulu. Assalamu'alaikum!" kata
Shafira pada Fatimah. Fatimah pun pipinya memerah.
"Hehe... sama-sama, kak!
Wa'alikumsalam. Hati-hati ya, kak! Kapan-kapan main kesini lagi lo,
ya...." pinta Fatimah dengan senyuman dari bibir kecilnya.
"Pasti dong! Dadaa~"
"Daa~"
Shafira pun bergegas menuju toko
boneka barbie. Di sana, ia belikan adiknya sebuah boneka barbie cantik,
berambut pirang, dan bermata biru. Ia akan memulai hubungan baik pada adiknya.
Ia yakin, adik akan merasa senang. Ia pun bertekad untuk menjadi contoh kakak
yang baik. Lalu, ia pun memancal pedal sepedanya menuju ke rumahnya.
Sesampainya, ia buat kejutan ke adiknya.
"Ciluuuk... Baaa!" Shafira
menutup mata adiknya dan langsung melihatkannya sebuah boneka Barbie kesukaan
adiknya.
"Barbie!!! Hore... makasih, kak
Fira... Sheila sayang kakak!" Sheila langsung memeluk kakaknya dengan
penuh tawa yang selama ini jarang Fira lihat. Fira pun ikut senang dan mengelus
rambut adiknya. Dia terkejut bahwa adiknya akan memeluknya. Hari demi hari
telah berganti. Suasana rumah jadi semakin nyaman. Tak ada tengkar, suara
teriak, dan luka. Kini, Shafira dan Sheila adalah sepasang kakak-adik yang ceria dan saling membantu. \(^-^)/
Catatan : Sesama saudara, harusnya saling rukun. Sejatinya, mereka adalah orang yang mau mengerti keadaan kita. Kita pun harus menghargai dan menolong mereka. (^∇^)
TAMAT
By : Alsy Taqiya Herasafitri
Saling Membantu
Tag :
Cerpen (Short Stories)
Read Post : Saling MembantuMay 11, 2017
Author : Alsy Taqiya
Comments : 0
Tag :
Cerpen (Short Stories)
Read Post : Saling MembantuMay 11, 2017
Namaku
Phei. Tinggal di sebuah desa pinggiran di Thailand. Orang tuaku bekerja sebagai
penulis. Huh, entah mengapa, aku tidak begitu tertarik dalam menulis. Tak sama
dengan adik-adikku yang setiap hari selalu meluangkan waktunya untuk menulis.
Rumah adalah neraka bagiku. Setiap hari, aku selalu dipaksa untuk menulis oleh
orangtuaku, terutama ibuku. Aku dibeda-bedakan kedua orang tuaku dengan adikku
lain. Kesal. Sangat kesal. Aku bingung, mengapa mereka tertarik dalam menulis.
Padahal, hasil karya tulisan mereka seringkali ditolak mentah oleh penerbit
buku, tapi kenapa mereka tetap menyukai pekerjaan yang membosankan itu?!
Bahkan,
ayahku yang telah kehilangan kedua tangannya sejak aku kecil, masih memaksakan
menulis dengan kakinya. Aku yang memiliki ayah seperti itu, menjadi bahan
olok-olok temanku di sekolah. Terpaksa ku tak mengakui bahwa dia adalah ayahku.
Walaupun ia sayang padaku, aku membencinya. Beda dengan ibuku yang justru
semakin galak tiap harinya. Di saat aku butuh support, ia malah men-judgeku
dengan membeda-bedakan adikku yang lain yang sok rajin menulis novel di depan
orang tuaku. Cih, tapi ya memang rajin sih.
“Memang
tidak ada kah pekerjaan lain selain menulis?” kataku pada mereka setiap mereka
memaksaku menulis. Setiap ku coba untuk menulis, aku tidak memiliki imajinasi
yang tajam sehingga yang ku tulis hanya kata-kata bodoh yang tak bermakna. Aku
pun juga merasa aneh dengan sebuah pena yang diberikan oleh orang tuaku. Saat
aku tidur, pena itu selalu mengikutiku dan berubah menjadi sebuah pena yang
amat besar dan tajam yang selalu memberikan aku selembar kertas dan memaksaku
untuk menulis dengan pena itu sendiri. Saat itulah, suara aneh menghantuiku berulang-ulang kali. “Menulislah nak, karena dengan itu kau akan
mengerti…”
“Mau
kemana? Pakai jaket dulu nak, di luar sangat dingin!” Ayah berbicara denganku
sambil menyeruput kopi yang disuapkan oleh adikku. |
“Tidak, ayah! Aku bukan anak kecil lagi. Aku mau ke mana saja ke tempat yang ku suka! Aku muak di sini!” balasku mentah pada ayah. Aku melangkah ke arah yang ingin kutuju. Di tengah jalan, aku bertemu dengan sekumpulan temanku yang menatapku sinis,
“Hei lu, anak orang cacat! Mana bakat loe menulis pake kaki? Ha-Ha-Ha! Dasar ga tau diri!” Mereka mengolok-olokku dengan membawa-bawa ayahku.
“Siapa kalian! Enak aja, aku tak punya ayah cacat! Minggir!” kataku spontan.
“Halah, anak orang kismin aja, HAHA! Lihat, HP gue baru nih. Gak kepingin? Ini HP bersistem paling canggih ‘n gak kalah nge-trend sama HP jadulmu!” tunjuk Roy, anak orang terkaya di desa itu.
Aku pun tak menghiraukan kata-kata mereka dan berjalan terus untuk menemukan tempat yang cocok dengan mood-ku sekarang. Tetapi, aku tetap terbayang oleh kata pedas mereka di sepanjang jalan. Rasanya, aku tak menerima kepahitan hidupku ini.
“Tidakkah ada yang senasib denganku?!” Sejenak ku melewati rumah gubuk tua yang sangat jelek dan di dalamnya terlihat ada sosok ibu, ayah, dan seorang anak yang sangat kurus kering kerontang dibanding dengan keadaan keluargaku. Aku menyadari bahwa di sana ada banyak orang yang lebih parah nasibnya daripada aku. Tetapi, tetap saja. Kata-kata mereka yang telah membuat telingaku panas tetap saja melintas di pikiranku. Tanpa sadari, aku telah berjalan jauh ke tengah kota.
”Aku benci pulang ke rumah! Aku benci mereka! Benci orang tua! Benci semua! Benci diriku!” Aku tak tahu arah. Ku tersesat. Tanpa ku sadari, aku telah berada di tengah jalan, dan…
“HONK-HONK~ ! HONK-HONK~!!”
“Brakk!”
“Tidak, ayah! Aku bukan anak kecil lagi. Aku mau ke mana saja ke tempat yang ku suka! Aku muak di sini!” balasku mentah pada ayah. Aku melangkah ke arah yang ingin kutuju. Di tengah jalan, aku bertemu dengan sekumpulan temanku yang menatapku sinis,
“Hei lu, anak orang cacat! Mana bakat loe menulis pake kaki? Ha-Ha-Ha! Dasar ga tau diri!” Mereka mengolok-olokku dengan membawa-bawa ayahku.
“Siapa kalian! Enak aja, aku tak punya ayah cacat! Minggir!” kataku spontan.
“Halah, anak orang kismin aja, HAHA! Lihat, HP gue baru nih. Gak kepingin? Ini HP bersistem paling canggih ‘n gak kalah nge-trend sama HP jadulmu!” tunjuk Roy, anak orang terkaya di desa itu.
Aku pun tak menghiraukan kata-kata mereka dan berjalan terus untuk menemukan tempat yang cocok dengan mood-ku sekarang. Tetapi, aku tetap terbayang oleh kata pedas mereka di sepanjang jalan. Rasanya, aku tak menerima kepahitan hidupku ini.
“Tidakkah ada yang senasib denganku?!” Sejenak ku melewati rumah gubuk tua yang sangat jelek dan di dalamnya terlihat ada sosok ibu, ayah, dan seorang anak yang sangat kurus kering kerontang dibanding dengan keadaan keluargaku. Aku menyadari bahwa di sana ada banyak orang yang lebih parah nasibnya daripada aku. Tetapi, tetap saja. Kata-kata mereka yang telah membuat telingaku panas tetap saja melintas di pikiranku. Tanpa sadari, aku telah berjalan jauh ke tengah kota.
”Aku benci pulang ke rumah! Aku benci mereka! Benci orang tua! Benci semua! Benci diriku!” Aku tak tahu arah. Ku tersesat. Tanpa ku sadari, aku telah berada di tengah jalan, dan…
“HONK-HONK~ ! HONK-HONK~!!”
“Brakk!”
***
“Di
mana ini? Aku di mana? Siapa kau?” ku berkata lemah pada seorang laki-laki muda
yang mengenakan jas putih dan membawa peralatan medis.
“Arrrgh.. sakit. Ada apa dengan tangan kiriku?” kataku dalam hati.
Aku dihantui dengan beribu-ribu pertanyaan terhadap aku sendiri. Lalu aku menangis. Ku sadari bahwa aku telah tertabrak truk tadi siang. Merasa kesakitan, ku coba untuk tidur tanpa kata terucap lagi. Aku bermimpi. Butiran-butiran debu terpajang jelas ke arahku. Dan pena itu… lagi-lagi muncul di mimpiku. Ayah dan ibu di sana. Mereka menambil pena itu yang nampak patah. Mereka menangis dan terisak dengan kepatahan pena itu yang kemudian mereka simpan. Tiba-tiba ku mendengar jeritan mereka memanggil namaku.
“Phei… Phei…!! Anakku, Phei…!!” Aku tersontak dan terbangun. Ku rasakan sakit. Ku lihat di luar jendela yang telah gelap. Ternyata, matahari telah berganti bintang. Ku lihat ada dua orang yang duduk di samping kanan dan kiri kasurku. Mereka ayah dan ibuku yang tertidur dengan air mata yang masih berlinang. Ku coba untuk berbicara, namun tak bisa. Kondisiku yang sangat lemah ini membuatku sulit menggerakkan semua anggota badanku termasuk mulutku. Dalam hati ku berkata, “Ayah… ibu… maafkan aku, yang telah membuat kalian semakin susah.”
“Arrrgh.. sakit. Ada apa dengan tangan kiriku?” kataku dalam hati.
Aku dihantui dengan beribu-ribu pertanyaan terhadap aku sendiri. Lalu aku menangis. Ku sadari bahwa aku telah tertabrak truk tadi siang. Merasa kesakitan, ku coba untuk tidur tanpa kata terucap lagi. Aku bermimpi. Butiran-butiran debu terpajang jelas ke arahku. Dan pena itu… lagi-lagi muncul di mimpiku. Ayah dan ibu di sana. Mereka menambil pena itu yang nampak patah. Mereka menangis dan terisak dengan kepatahan pena itu yang kemudian mereka simpan. Tiba-tiba ku mendengar jeritan mereka memanggil namaku.
“Phei… Phei…!! Anakku, Phei…!!” Aku tersontak dan terbangun. Ku rasakan sakit. Ku lihat di luar jendela yang telah gelap. Ternyata, matahari telah berganti bintang. Ku lihat ada dua orang yang duduk di samping kanan dan kiri kasurku. Mereka ayah dan ibuku yang tertidur dengan air mata yang masih berlinang. Ku coba untuk berbicara, namun tak bisa. Kondisiku yang sangat lemah ini membuatku sulit menggerakkan semua anggota badanku termasuk mulutku. Dalam hati ku berkata, “Ayah… ibu… maafkan aku, yang telah membuat kalian semakin susah.”
Di
genggaman tangan ibu kulihat ada sebuah buku berwarna merah marun yang tak
pernah ku ketahui sebelumnya. Aku mencoba untuk mengambilnya dengan tangan
kananku perlahan-lahan dan dalamnya berjudulkan sepucuk cerita perjalanan hidup
ayah dan ibuku. Pada halaman pertama, ku temukan bahwa ayah dan ibu yang
sama-sama orang Thailand, bertemu pertama kali di luar negeri, yakni negara
Italia saat mereka dipilih menjadi penulis terbaik yang telah mengarang lebih
dari 50 buku tentang berbagai macam topik terhangat. Aku salut pada mereka. Di
foto tertuliskan “Our Sweet Journey.”
Entah mengapa, aku jadi membeku saat melihat foto mereka saat muda. Di halaman
itu juga tertuliskan bahwa mereka menikah di sana dan tinggal di Roma selama 5
tahun. Tak disangka, ternyata aku lahir di Roma, Italia. Mengapa aku baru tahu
sekarang? Mengapa mereka tak menceritakannya padaku? Aku yang berusia 15 tahun
sekarang baru mengerti tempat lahirku. Di halaman itu terdapat fotoku dan ayah
ibu yang mencium pipiku. Aku tersentuh dan merasakan kasih sayang mereka yang
sangat besar.
Pada
halaman kedua, ada sepatah cerita ayah. Walau tulisannya agak pudar, aku tetap
dapat membacanya. Cerita itu menceritakan tentang perjalanan pulang dari
Italia.
Minggu,
23 Oktober 1839
Pagi
itu basah ditetesi oleh salju,
mengiringi perjalanan pulang kita. Salju terus turun. Tumpukan-tumpukan putih
berkilauan di pinggir jalan, membentuk bukit-bukit kecil di sepanjang jalan
raya dan jalur pejalan kaki Roma. Tiba-tiba angin kencang datang, pertanda ada
badai menghempur. Kita dan Phei yang sedang menaiki mobil mini kala itu
khawatir dan memikirkan jalan keluar. Tiba-tiba pohon besar menimpa mobil dan
memecah kaca mobil. Segera ku peluk kalian… Ku tak ingin kau dan Phei terluka.
Darah bercucuran sekujur tubuhku. Ku tahan sakit meski harus kehilangan kedua
tanganku. Bagiku, itu lebih baik daripada kehilangan kedua orang yang sangat
kusayangi…”
Hiks. Aku terisak oleh cerita yang
ditulis ayah dengan kakinya karena terlihat jejak kaki di cerita itu. Hiks. Air
mata terus bercucuran membasahi pipiku. Ya Tuhan… betapa besarnya pengorbanan
ayahku. Aku tak bisa berkata apa-apa. Ku merasa bahwa akulah makhluk terkejam di
bumi ini. Ku telah menyakiti perasaan ayahku yang cacat hanya karena ingin
menghindari olokan teman-teman. Seharusnya aku bangga pada ayah, yang telah
berkorban untukku dan ibu. Padahal di balik semua itu... Hiks.. Aku kejam! Ku
pandangi wajah ayahku yang tertidur di samping kananku. Terlihat sosok wajahnya
yang lelah. Oh ayah, oh ibu, maafkan Phei yang menambah beban kalian. Segera
setelah itu, ku buka halaman ketiga yang menceritakan tentang ayah dibawa ke
rumah sakit dan harus mengeluarkan biaya yang sangat besar. Karena itu,
kekayaan ayah ibuku yang semula berasal dari kejayaannya sebagai penulis
terkenal di seluruh penjuru dunia, habis ludes. Ayah masih bisa diselamatkan di
tengah darah yang banyak hilang, tetapi ia harus kehilangan kedua tanganya. Di
situ tertuliskan bahwa semenjak kejadian itu, ayah dan ibuku tidak dikenal oleh
penulis lainnya karena ketidaksanggupan menerbitkan buku best-seller lagi dan karena terpuruk oleh kemiskinan. Membaca itu,
aku jadi kasihan pada ayah dan ibuku. Mata mereka yang walau tertutup, nampak
berkas cahaya yang yang tetap ada untukku saat ku terjerat dalam kegelapan.
Ku buka
halaman berikutnya. Di lembaran itu nampak tinta baru yang mungkin saja baru
ditulis. Aku terkejut. Ternyata, semenjak kepergianku hari-hari kemarin, ibu
telah dinobatkan menjadi penulis tersukses ke-3 di Asia Tenggara. Beliau
memenangkan rubrik cerita tentang perang dunia dari zaman ke zaman dan sebuah
cerita fiksi yang menginspirasi banyak orang di berbagai kalangan dunia. Tak
kusangka. Selama ini, aku memang jarang sekali berkomunikasi dengan ibu. Dari
dulu, aku menganggap ibu sebagai orang yang super galak hanya karena ocehannya
padaku yang sebenarnya itu adalah nasehat baik untukku. Anak apa aku ini? Ku
baru menyadarinya betapa diriku ini telah menyusahkan mereka. Ku teringat
keadaanku sekarang, lalu, untuk biaya operasiku, apakah ini akan membuat ibu
sedih yang harus merelakan hadiah kejayaannya sebagai penulis terbaik tahun
ini? Tak habis ku pikir. Di lubuk hatiku yang sangat dalam ini, ingin rasanya aku
membuat mereka tersenyum selama ini. Aku telah bertekad untuk menjadi anak baik
dan mencontohkan yang baik pula pada adik-adikku. Aku tak ingin menyusahkan
kedua orang tuaku. Aku bangga memiliki ayah dan ibu. Mereka pahlawan sejatiku.
Aku tak akan malu pada temanku bila aku anak mereka. Akan ku buat mereka
bahagia sebelum malaikat maut menjemput mereka. Aku beruntung masih mempunyai
mereka. Aku sangat menyayangi mereka. Oleh karena itu, oh ayah, oh ibu, akan ku
rangkai dan ku hias sebuah pena menjadi sebuah buku. Ya, aku ingin meneruskan
perjuangan mereka sebagai penulis. Sekali lagi, ku ucapkan dari lubung hatiku,
Ayah... Ibu... ku mohon, maafkanlah aku.
Catatan : Hormatilah kedua orang tuamu dan sayangilah mereka. Kita tak pernah bisa menghitung betapa mahalnya jasa dan pengorbanan mereka.
Catatan : Hormatilah kedua orang tuamu dan sayangilah mereka. Kita tak pernah bisa menghitung betapa mahalnya jasa dan pengorbanan mereka.
TAMAT
By : Alsy Taqiya Herasafitri
The cold night comes with a loud
thunderstorm outside. Drop by drop of water finally makes the city wet. Dooar!
Doooar!!
“Ow yeah! It’s raining cats and dogs,” said Carl
while remembering the last English idiom lesson. Then she threw her notebook
and continued to spend much time sitting down, watching TV, and really had
nothing to do. She enjoyed it everytime.
“Stop being couch potato! Get up and do something
productive, my dear Carl!” said Carl’s mother, Mrs. Humbood. She turned off the
TV. She didn’t want to let her only daughter to be lazy.
“Please, mum! I’m so bad mood today... and I’m not a
lazy girl! I’ve done my homework!” Carl gave her book to her mother so that she
can believe her.
“Carl! Listen to your mother! We know that you
always spend too much time doing nothing! And this is the final semester, isn’t
it? Have you been prepared to face the final exam next week? Don’t go out to
spend such useless activity and don’t watch TV over an hour!” Carl’s father
showed his anger. But he just wanted the best for his daughter. Then he tried
to lower his voice, “Darling, please you go studying now, ok?” Carl just
nodded. She went to her room and began
to write such a writing.
“Dear
Mum.. Dad... I just feel like loosing
part of the puzzle in my life that makes me confused and what must I do now?
Those puzzles are my stars and the moonlight that shines through my yellow
room. But then the heavy rains come. Loosing all the memories is too easy in
that autumn. I can’t catch the leave...
But now I know... you’re the best mom and dad!" Then she slipped it in
her diary. The rain got heavier. She turned her mobile phone on to listen ‘Kiss
The Rain’.
*Some days later...*
“Yep! This is Sunday! Oh no, I’m forget that I can’t
go out,” said Carl while holding her mobile phone. Day by day she became so
bored to stay at home. However, her parents didn’t allow her to go out. So she
texted her friend Kate, to accompany her in the room.
“Cheer up! You’ve had a face like a wet weekend
since yesterday. What’s wrong with you, Carl?” Then she told Kate what was
happened in this recent days.
“I’m so fed up with being stuck in the house all day. Have you got any idea to change my parent’s mind, Kate?”’ said Carl, frowning her face.
“Hmm... one problem a million solution, isn’t? I suggest you to hear their advice and ask them politely that you wanna go out.” Then, Kate showed her big hug to her bestie. She knew that Carl needed a shoulder to cry on. That’s what are friends for. Carl got up and asked her parents politely to hang out with Kate. “Yes, dear... you may go out but you must be home before at noon, okay?” Hearing it, Carl said, “Alright, mum! Thanks a bunch.”
“I’m so fed up with being stuck in the house all day. Have you got any idea to change my parent’s mind, Kate?”’ said Carl, frowning her face.
“Hmm... one problem a million solution, isn’t? I suggest you to hear their advice and ask them politely that you wanna go out.” Then, Kate showed her big hug to her bestie. She knew that Carl needed a shoulder to cry on. That’s what are friends for. Carl got up and asked her parents politely to hang out with Kate. “Yes, dear... you may go out but you must be home before at noon, okay?” Hearing it, Carl said, “Alright, mum! Thanks a bunch.”
Carl is very happy now. She promised to herself not
to do such useless things again and began to change into the new world. Carl
feels like her spirit comes back. Then she thanked to her bestie to always
support her and to always be there in joy and sorrow. “What a fresh day this
morning!” Since then, she is used to do more productive in her whole
examination week.
The graduation school party comes. Carl is very
happy when she was declared as one of the top students in that junior high
school. Then, she and her friend Kate took some pictures with teachers and
friends. They gave a bouquet of flowers to their teacher. They just couldn’t
forget how hard her teachers taught her. Then Kate said, “Today is our school
graduation party, right? What’s your view on it?” Carl nodded. She said,
“Honestly, Kate... I’m jubilant to be declared as the graduate of this school,
but besides it, I’m so sad too because we have to leave this colourful school
which contains thousand years of memory inside, especially when we used to
spend many activity with teacher, friends, and nothing was more beautiful than
this. And you know? I have to leave to another city to continue my study next
week. Hiks...” Kate didn’t want her bestie torn into tears. She tried to
entertain her, and said, “Yeah, me too. I feel the same too. I know how hard it will be, but listen, you
never walk alone. Trust me that parting is not the end." So saying, Carl showed her smile
and said that Kate understands her well.
But, when she heard ‘Kiss The Rain’ on piano that
came from that cool boy, she was tearing with joy. “I’m terrified of this. I
know it would be changed soon. I’m just a... I’M JUST A... leave that was
falling and blown by the strong wind. All it was stay in memory with... that
cool-brilliant boy. The very silly and
awkward moments have been proved that I was... I was... No, I won’t say it.
It’s impossible. I dream immense to get it. I wanna forget it. So, I’m still
here in the RAIN?”
Suddenly, Scott stopped his perform and came to
Carl. “Hi, Carl! Let’s play together! I know you can play it too, right?” said
him, the cool boy. “Me? What? (oh no... am I dreaming?)” said Carl. “Yeah, come
on! I will take my violin. You should play that black and white thing. Are you
ready?” added Scott while taking his violin. Slowly but surely, Carl said,
“Definitely.”
And .... so it goes. The last encounter gonna be the most precious day she has ever had. She didn’t care what tomorrow will happen. She made sure that today is alright. She is not dreadful of tomorrow. Carl doesn’t know what she feels like. Happy? quiet wrong. Sad? not even. But, she is just having a beautiful butterfly in her stomach!
And .... so it goes. The last encounter gonna be the most precious day she has ever had. She didn’t care what tomorrow will happen. She made sure that today is alright. She is not dreadful of tomorrow. Carl doesn’t know what she feels like. Happy? quiet wrong. Sad? not even. But, she is just having a beautiful butterfly in her stomach!
THE
ENDBy : Alsy Taqiya Herasafitri
Kiss The Rain
Tag :
Cerpen (Short Stories)
Read Post : Kiss The Rain
Author : Alsy Taqiya
Comments : 0
Tag :
Cerpen (Short Stories)
Read Post : Kiss The Rain
"Ketika
hujan mulai reda, lihatlah ke atas! Pelangi itu bagaikan warna-warna indah yang
menyejukkan. Bunga-bunga sakura
bermekaran dan berdansa-dansa di antara kupu-kupu mungil. Sungai
mengalir tenang di bawah jembatan gantung yang biasa kita lewati sejak kecil.
Melompat, menyelam, tertawa, dan bermain air. Hapuslah derai-derai air matamu.
Dunia ini penuh dengan warna. Sedih bukan berarti hitam putih. Lihatlah lagi,
bukankah itu sudah cukup membuatmu tersenyum, Misa?"
Kata-kata itu
masih terkesan manis di benakku, meskipun sudah tujuh tahun yang lalu. Kala itu
aku sedang dikurung dalam kesedihanku yang mendalam. Seperti gulungan ombak
yang menyayat hati yang kian pongah. Namun ia telah mengubah warna hidupku.
Seperti bintang gemintang bercahaya di antara warna hitam angkasa. Seperti warna-warna
indah pelangi, tak akan ada yang menandingi di antara warna putih awan.
Walaupun ia sekarang sudah jauh dariku, tetapi ucapannya dapat mengobarkan
semangatku yang telah lama pudar. Mengingat itu, aku jadi tersenyum. Ku ambil
pula HP dan earphone-ku dan
mendengarkan lagu Sky Gate, lagu yang
biasa ku nyanyikan dengannya dulu.
*Sepulang sekolah...*
"Hai,
Misa! Lagi apa sendirian di sini?" kata Aira yang memecah ingatanku pada
tujuh tahun yang lalu.
"Ah, tak ada kok hehe. Ayo pulang bareng!" sambungku tersenyum.
"Ya, ayo! Ku dengar, kau masuk lima besar dalam ajang piano konser minggu kemarin, ya? Selamat ya! ^_^" Aira membalikkan kembali pertanyaan.
"Mm.. hehe... Makasih, ya! Walaupun begitu, aku harus berlatih lebih giat untuk babak semi final besok karena sainganku berat. Mereka punya skill dan feeling yang kuat." sahutku. "Ganbatte, Misa-chan! Aku yakin, kau pasti bisa!^-^)/ Aku akan datang ke konsermu besok Minggu. Sampai jumpa!" kata Aira dengan lambaian tangannya yang telah sampai pada gang rumahnya.
| "Yap! Sampai jumpa besok!"
"Ah, tak ada kok hehe. Ayo pulang bareng!" sambungku tersenyum.
"Ya, ayo! Ku dengar, kau masuk lima besar dalam ajang piano konser minggu kemarin, ya? Selamat ya! ^_^" Aira membalikkan kembali pertanyaan.
"Mm.. hehe... Makasih, ya! Walaupun begitu, aku harus berlatih lebih giat untuk babak semi final besok karena sainganku berat. Mereka punya skill dan feeling yang kuat." sahutku. "Ganbatte, Misa-chan! Aku yakin, kau pasti bisa!^-^)/ Aku akan datang ke konsermu besok Minggu. Sampai jumpa!" kata Aira dengan lambaian tangannya yang telah sampai pada gang rumahnya.
| "Yap! Sampai jumpa besok!"
Aku pun segera pulang ke rumah. Di tengah kayuan sepedaku, aku
bertemu dengan mereka yang membuat hidupku berantakan. Ku segera kayuh sepedaku
secepat mungkin namun mereka tetap bisa mengejarku.
“Stop!
Hey kau, gigi kelinci! Mau kemana kamu? Hahahahaha,” kata Roy, si pemimpin geng
anak nakal itu.
“Eeeee...
gajah bengkak! Dimana temanmu yang selalu membelamu? Hahahaha... nggak ada
lagi, kan?,” sambung Noy, anggota geng itu.
“Apa?
Kamu mau ikut konser piano lagi? Gak
salah dengar nih kita? Lalu siapa penyemangatmu, Misa jelek?,” sambung Boy,
anak orang kaya di sana.
Beribu-ribu
cemohan mereka lontarkan padaku. Aku hanya bisa menunduk dan berdo’a. Aku pun
geram.
“Cukup!
Kalian bisanya cuma lawan sama perempuan saja, ya? Kalian nggak tahu apa yang sedang aku rasakan sekarang ini? Sakit, tahu!,”
seruku pada mereka.
“Aduh....
Gajah bengkak ngamuk! Ayo cabut teman-teman. Mending kita cari pemandangan yang
lain saja,” kata Boy.
“Hah!
Asalkan kamu tahu, kamu nggak bakal lolos
konser piano! No way in hell, you know?,”
bentak Noy sambil mendorong sepedaku hingga ia terjatuh. Mereka pun pergi. Aku
terdiam. Aku telah merasakan berkas sayatan-sayatan yang justru membangkitkan
semangatku bahwa aku pasti bisa di ajang konser piano yang akan mendatang. Aku
pun jalani dengan penuh kesabaran dan semangat api yang berkobar di dada.
Segera ku bangkit dan mengayuhkan sepedaku menuju rumah.
Ku temui adik perempuan dan ibuku
yang sedang menyiapkan makan siang. Kami pun makan bersama. Lalu, mulailah aku,
duduk di depan piano dan merenggangkan jari-jari untuk berlatih. Yak, ♪ Chopin - Symphonie No. 40 in G ♪, aku datang! Nada-nada piano satu persatu ku bunyikan.
Saat ku tekan tuts, ku teringat tujuh tahun yang lalu ketika tangan kanan dan
kiriku sedikit tergeser karena terpeleset jatuh dari tangga rumah pamanku.
Dulu, aku sempat putus asa bermain piano. Tetapi, kata-kata Akio Yuji telah
membuatku bangkit.
“Yuji, ku rindu sosokmu. Aku rindu
sahabat sepertimu. Ku sengaja pilih lagu simfoni ini, karena kau suka lagu itu
kan? Sayangnya dulu aku belum bisa memainkan lagu ini dihadapanmu. Ah, andai
saja kau belum pindah ke luar negeri. Andaikata kau masih di sini, aku
pasti akan menunjukkan padamu simfoni ini, yang penah kau tampilkan di konser
piano cilik jenius perfeksionis sepertimu. Lihatlah aku! Lihatlah jari-jariku
yang menyanyikan simfonimu! Aku telah mempelajarinya empat tahun yang lalu,
segera setelah kedua tanganku dinyatakan sembuh total. Aku tak ingin kalah
denganmu!”
***
*Di
rumah Yuji…*
Yuji terbaring di tempat tidurnya, melihat bintang-bintang ke arah luar jendela, dan memikirkan sesuatu untuk rencananya besok.
“Misa, ku dengar dari temanmu, kau besok akan tampil di konser piano, kan? Kita sudah lama tak berjumpa lagi, ya? Sama seperti dulu, ternyata kita masih sama-sama menyukai bermain piano. Apa di sana masih siang? Kau pasti sedang berlatih untuk besok. Di sini, aku telah melihat bintang yang sangat cantik, secantik kamu dulu. Walaupun kau masih melihat awan, ku yakin kita berada di bawah langit yang sama. Haha, jadi teringat masa kecil! Kala itu, setiap malam kita selalu mencoba ‘tuk menghitung berapa banyak bintang di langit. Tak ada satu pun dari kita yang sanggup, namun kita tetap menghitungnya. Konyol. Benar-benar konyol. Semangatlah terus. Aku sudah menyiapkan segalanya untuk menemuimu di konser piano besok!”
Yuji pun tidur lebih awal. Ia tak ingin terlambat menaiki pesawat yang akan menghantarkannya di pagi hari ke Jepang, negara asalnya.
Yuji terbaring di tempat tidurnya, melihat bintang-bintang ke arah luar jendela, dan memikirkan sesuatu untuk rencananya besok.
“Misa, ku dengar dari temanmu, kau besok akan tampil di konser piano, kan? Kita sudah lama tak berjumpa lagi, ya? Sama seperti dulu, ternyata kita masih sama-sama menyukai bermain piano. Apa di sana masih siang? Kau pasti sedang berlatih untuk besok. Di sini, aku telah melihat bintang yang sangat cantik, secantik kamu dulu. Walaupun kau masih melihat awan, ku yakin kita berada di bawah langit yang sama. Haha, jadi teringat masa kecil! Kala itu, setiap malam kita selalu mencoba ‘tuk menghitung berapa banyak bintang di langit. Tak ada satu pun dari kita yang sanggup, namun kita tetap menghitungnya. Konyol. Benar-benar konyol. Semangatlah terus. Aku sudah menyiapkan segalanya untuk menemuimu di konser piano besok!”
Yuji pun tidur lebih awal. Ia tak ingin terlambat menaiki pesawat yang akan menghantarkannya di pagi hari ke Jepang, negara asalnya.
***
“Kriiiiiing… Ohayou, Misa-chan! Kriiing….
Ohayou, Misa-chan!”
Misa terbangun dengan suara
alarmnya yang telah ia atur kemarin malam. Adiknya yang bernama Harumi, si
kecil pemain cheerleaders menyemangatinya
dengan tarian dan sorakan semangat di pagi buta itu.
“Kak Mi-Sa! Harus Se-ma-ngat! Yuhuuuuu…..” sorak adiknya pada Misa dengan memenggal kata dan gerakan ala cheerleaders-nya yang lucu. Misa tertawa kecil melihat adiknya yang begitu lucu dan imut. Ia selalu membuat dirinya lebih baik. Dengan senang Misa berkata, “Kakak janji akan melakukan yang terbaik. ^_^”
Sebelum berlatih lagi, Misa membuka gorden jendelanya. Dilihatnya awan bergumpal lembut. Sinar matahari menyeruak ke bumi. Dunia tidak lagi monokromatik setelah hitam langit dan putih bintang di malam hari, namun menampakkan warna-warni indah alamiahnya. Ia berangan pada tempat konser nanti. Misa merasa, bahwa hari ini adalah hari yang indah. Segeralah ia berlatih pianonya, Steinway & Sons dengan lagu simfoninya. Sekian cukup lama berlatih, ia segera mempersiapkan diri.
“Kak Mi-Sa! Harus Se-ma-ngat! Yuhuuuuu…..” sorak adiknya pada Misa dengan memenggal kata dan gerakan ala cheerleaders-nya yang lucu. Misa tertawa kecil melihat adiknya yang begitu lucu dan imut. Ia selalu membuat dirinya lebih baik. Dengan senang Misa berkata, “Kakak janji akan melakukan yang terbaik. ^_^”
Sebelum berlatih lagi, Misa membuka gorden jendelanya. Dilihatnya awan bergumpal lembut. Sinar matahari menyeruak ke bumi. Dunia tidak lagi monokromatik setelah hitam langit dan putih bintang di malam hari, namun menampakkan warna-warni indah alamiahnya. Ia berangan pada tempat konser nanti. Misa merasa, bahwa hari ini adalah hari yang indah. Segeralah ia berlatih pianonya, Steinway & Sons dengan lagu simfoninya. Sekian cukup lama berlatih, ia segera mempersiapkan diri.
***
“Aku akan segera
menyusulmu, Misa.” Pesawat sedang membawa Yuji terbang jauh menuju negara
Sakura.
***
…Piano
Concerto, Tokyo, the 8th of October, 2001…
“Mari kita
saksikan penampilan ke-tiga dari Akira Kosemora! Beri tepukan yang meriah!”
Pembawa acara menyampaikan daftar acaranya setelah penampilan peserta ke-dua
telah usai. Ah, sebentar lagi giliranku, di mana mimpi akan menjawabku. Aku
berada di ruangan belakang panggung. Ku dengar nada yang sangat indah dari
Akira. Seperti untaian nada yang menggema hingga menghembus ke telinga. Aku pun
menyimak MC.
“Kita sambut penampilan berikutnya
dari peserta ke-empat, Misaki Aori! Beri tepuk tangan!” Pembawa acara memanggil
namaku untuk menuju ke panggung. Sekarang giliranku. Perlahan ku berjalan di
panggung yang luas, membungkuk pada penonton, lalu duduk di tempat duduk depan
piano. Ketika ku lihat ke arah penonton, ku terkejut sekali melihat seseorang
yang dulu selalu menemaniku, membuatku tertawa, dan membuatku bangkit yang
duduk di barisan ke-3. Apa aku salah lihat? Tidak, tak salah lagi. Itu pasti
dia. Ku kenal wajah itu. Haha, hampir mirip seperti dulu. Sungguh tak masuk akal.
Aneh tapi nyata. Kyaaaa><’ Ingin rasanya mulut berteriak menyatakan
betapa senangnya aku sekarang. Ia
tersenyum. Yosh! Kalau itu
benar-benar kamu, maka dengarkanlah kata-kata hati ini yang menari bersama
simfoniku!
Ku bermain dengan rasa tahun-tahun
lalu yang kita lalui bersama di musim semi. Polos. Lucu. Penuh tawa. Itulah
yang ku ingat hingga sekarang. Hiduplah kembali aku yang dulu. Soba ni iru kara! Karena kau berada di sini. Inilah deretan kalimatku. Hibiku! Bergetar! Menggema! Semoga ini
sampai padamu.
***
"Itu lagu kesukaanku, Misa.
Terima kasih! Ku rasakan kalimat ini. Kau bagaikan bunga musim semi. Semua
orang terpukau melihat kehadiran bunga sepertimu. Bunga yang berbeda dengan
lainnya. Ruangan ini telah dipenuhi warna-warna pelangi darimu. Sanubarimu
menebarkan aroma padaku bahwa aku berada dalam alunan nada jiwa yang tak
terbiaskan segenap rasa. Teruskan, Misa!"
***
Yosh! Aku sudah menyampaikannya.
Sedikit lelah, namun menyenangkan. Semoga yang tadi sampai padanya. Semua orang
memberiku tepuk tangan. Mereka bersorak. Setidaknya, aku jadi lebih mengerti feeling dalam bermain piano karena kau
di depan mataku. Aku pun membungkuk, dan kembali ke belakang panggung. Tak lama
kemudian, ku dengar suara yang memanggilku di belakangku.
"Misa-chan!" sapa Yuji
yang tengah memecah lamunku.
"Yu... Yuji-kun! Ternyata yang tadi itu beneran kamu. Apa kabar? Lama nggak ketemu, ya... ^_^" kata Misa yang tengah sedikit doki-doki (deg degan) dan gagap.
"Sangat baik. Kau tadi sangat hebat bermain lagu itu. Kau masih ingat ya, kalau lagu itu pernah ku tampilkan. Itu bagus bahkan melebihi dariku. Ku datang kemari 'tuk lihat dirimu di atas panggung. Ku tahu berita ini dari temanku." Yuji merasa senang. Tawa kecilnya persis sama seperti yang dulu, yang setengah melihatkan gigi dan gusi.
"Hontou ni? Benarkah? Eh.. Enggak kok. Biasa saja... Tapi makasih ya! Ini juga berkat kamu yang tiba-tiba muncul sehingga menambah feelingku yang lebih oke, mengingat lagu ini pernah kau tampilkan dulu." kata Misa terus terang. Misa berbicara agak kaku. Ia sendiri sebenarnya bingung mau bicara topik apa dulu karena sebenarnya banyak topik yang melintas di pikirannya.
"Haha! Kok bicaranya garing, kaya orang belum kenal gitu sih? Ayo kita lihat satu konser lagi di sana." kata Yuji yang menunjuk ke arah kursi barisan ke tiga. Mereka menyimak lagu dari peserta terakhir, ♪ Mozart - Moments Musicaux Op. 94 No. 3 ♪. Karena ini hari pertama mereka bertemu kembali, keheningan menyelimuti mereka. Meskipun mulut belum sanggup berucap, tetapi mereka saling menyimpan kata-kata yang terkunci di dalam hati. Sunyinya itu kian pudar ketika orang-orang bertepuk tangan. Konser sudah selesai. Tinggal pengumuman yang dinantikan.
"Yu... Yuji-kun! Ternyata yang tadi itu beneran kamu. Apa kabar? Lama nggak ketemu, ya... ^_^" kata Misa yang tengah sedikit doki-doki (deg degan) dan gagap.
"Sangat baik. Kau tadi sangat hebat bermain lagu itu. Kau masih ingat ya, kalau lagu itu pernah ku tampilkan. Itu bagus bahkan melebihi dariku. Ku datang kemari 'tuk lihat dirimu di atas panggung. Ku tahu berita ini dari temanku." Yuji merasa senang. Tawa kecilnya persis sama seperti yang dulu, yang setengah melihatkan gigi dan gusi.
"Hontou ni? Benarkah? Eh.. Enggak kok. Biasa saja... Tapi makasih ya! Ini juga berkat kamu yang tiba-tiba muncul sehingga menambah feelingku yang lebih oke, mengingat lagu ini pernah kau tampilkan dulu." kata Misa terus terang. Misa berbicara agak kaku. Ia sendiri sebenarnya bingung mau bicara topik apa dulu karena sebenarnya banyak topik yang melintas di pikirannya.
"Haha! Kok bicaranya garing, kaya orang belum kenal gitu sih? Ayo kita lihat satu konser lagi di sana." kata Yuji yang menunjuk ke arah kursi barisan ke tiga. Mereka menyimak lagu dari peserta terakhir, ♪ Mozart - Moments Musicaux Op. 94 No. 3 ♪. Karena ini hari pertama mereka bertemu kembali, keheningan menyelimuti mereka. Meskipun mulut belum sanggup berucap, tetapi mereka saling menyimpan kata-kata yang terkunci di dalam hati. Sunyinya itu kian pudar ketika orang-orang bertepuk tangan. Konser sudah selesai. Tinggal pengumuman yang dinantikan.
Menunggu hasil keputusan juri, mereka yang telah diisi
kata-kata bahan pembicaraan tadi, asyik memperbincangkan banyak hal semenjak
mereka berpisah. Mulai dari musik, makanan, sekolah, hewan peliharaan, guru killer, game, sampai hal-hal baru di
kota Tokyo dan Berlin.
"Jadi sekarang kamu aktif berorganisasi, ya?"
Misa tersenyum sambil mengunyah sandwhich
yang baru dibelinya. Yuji mengangguk sambil menyeruput teh kotak. Ia pun
berkata, "Saat acara ATAMBE dulu, entah mengapa aku melihat sosok gadis
yang mirip semganmu yang sedang bermain lagunya Yiruma, "Kiss The Rain."
Tetapi, setelah aku lihat lagi, tak ada orang yang memainkan piano. haha..
rupanya itu hanyalah imajinasiku. Dan saat itulah ku berlatih lagu itu di rumah
karena ku yakin kau suka lagu itu, ya kan?" Yuji bercerita pada Misa. Misa
heran, hal itu juga pernah dialaminya. Ia juga pernah melihat Yuji memainkan
lagu Kiss The Rain saat acara
perpisahan SMP. Namun, ia tak cerita balik pada Yuji. Ia hanya bertingkah
seperti orang dilanda dengan keheranan dan hanya berkata, "Ya.
Benar." Misa menganggukkan kepalanya.
Setelah itu, tibalah saatnya untuk melihat hasil
keputusan juri yang terteta dalam selembar kertas di luar ruangan. Misa melihat
urutan kelima semifinalis dari bawah dengan pelan-pelan. Satu per satu belum
terbacanya namanya. Dan, yak!! Akhirnya ia berada di urutan ke-dua. Ini
artinya, ia akan masuk ke babak final yang hanya dipilih tiga besar.
"Yap! Wihi.. dapet peringkat dua ni yee?!" kata
Aira yang tiba-tiba berada di samping Misa bersama Harumi di sampingnya.
"Ah, buat kaget aja! Makasih atas dukunganmu ya, Aira! ^-^"
"Kak Misa... Haru sangat terkesan lo! Nanti Haru ditraktir es krim moe-moe ya!" Misa pun mengangguk dan mengelus rambut adiknya. Lalu, Misa, Haru, Yuji, fan Aira pulang bersama jalan kaki. Mereka saling berbagi cerita di sepanjang jalan. Di tengah jalan, Misa bertemu dengan geng anak nakal. Mereka pun minta maaf padanya.
"Ah, buat kaget aja! Makasih atas dukunganmu ya, Aira! ^-^"
"Kak Misa... Haru sangat terkesan lo! Nanti Haru ditraktir es krim moe-moe ya!" Misa pun mengangguk dan mengelus rambut adiknya. Lalu, Misa, Haru, Yuji, fan Aira pulang bersama jalan kaki. Mereka saling berbagi cerita di sepanjang jalan. Di tengah jalan, Misa bertemu dengan geng anak nakal. Mereka pun minta maaf padanya.
“Maafkan kami ya, Misa. Kau bermain
piano dengan baik. Kau pantas menjadi juara. Sekali lagi, maafkan kami,” kata
Roy, pemimpin geng tersebut.
“Tak apa, kok. Aku senang kalian
sudah sadar,” kata Misa dengan menunjukkan senyuman kecilnya.
***
Malam menjelang. Hujan datang membasahi kota Tokyo
sekarang. Aku sangat menyukai hujan. Butiran-butiran air itu telah
mengingatkanku pada kisah dari sebuah alunan lagu. Lagu tanpa lirik dari piano
Steinway & Sons yang pertama kali ku dengar, tepat 8 tahun yang lalu. Lagu
yang membawaku kenal pada sosok laki-laki kecil sebaya, berkacamata, polos,
penuh pesona, menarik, dan sederhana. Tiba-tiba aku mendengar lagu itu. Tepat
sekali. Yuji datang, memainkan Kiss The
Rain dengan pianoku. Segera ku ambil biolaku untuk mengiringinya. Sempurna!
Semua terdengar sempurna! Ku dengar ia memainkan River Flows In You juga. Hei! Dari mana dia tahu itu lagu
favoritku? Ajaib. Aku pun tetap menggesek biolaku. Tanpa terasa, bongkar pasang
yang telah lama hilang, telah terisi dengan berbagai warna lagi sekarang. Ku
teringat 7 tahun lalu. Meski ku terpuruk gagal di pagi yang suram, mendengar
suaramu, membuat semua sirna. Rasa gelisahku telah berubah menjadi sebuah harapan.
Rasanya seperti aku bisa melakukan apa saja. Ya, memang kita bisa
mewujudkannya, kan? Ku harap ini akan abadi.
***
…Piano Concerto…
Babak final akan segera dimulai. Aku maju pada urutan
pertama. Meskipun belum terbiasa, namun pada barisan pertama ada orang yang
sedang mendukungku. Di sana ada ayah, ibu, adik, Aira, dan pastinya Yuji. Kyaa…
baiklah, lagu ini ku persembahkan untuk kalian!
♬ Frédéric Chopin - Étude Revolutionary Op. 10, No.12 ♬
Bergetar! Menggema!
♬ Frédéric Chopin - Étude Revolutionary Op. 10, No.12 ♬
Bergetar! Menggema!
"Awalan yang bagus!" Yuji melihat fokus ke arah
panggung. Saat Misa memainkannya, terdengar campuran nada yang menghentak dan mellow. Terdengar aneh, namun
performanya berselera tinggi. Saat bermain, ia mengingat peristiwa lalu saat
teman-temannya mengejeknya kasar dikala ia bermain sebuah lagu dengan biola
yang terdengar seperti kayu yang sedang digergaji. Begitu pula saat ia bermain
piano dulu. Permainannya dianggap merusak telinga mereka. Justru ocehan mereka
membuatnya semakin kuat. Semangat Misa semakin berkobar bak lagu Flight of The Bumblebee♬.
Lagu Misa diakhiri dengan keheningan yang mengisi seluruh
ruangan itu. Tak ada satupun yang berbicara. Terpukau. Perlahan, terdengar
suara tepukan meriah dari penonton. Setelah itu, Misa mendapatkan seikat
karangan bunga dari anak kecil yang berpitakan piano.
"Kak Misa, ini untukmu. Disimpan ya, kak!" kata
anak itu sambil tersipu malu dan senyuman kecil di bibirnya. Rupanya, ia
menyukai performa Misa.
Kesunyian itu telah berganti menjadi sebuah ketegangan
saat pemain berikutnya, Akira Kosemura mamemainkan lagu ♪ Frédéric Chopin -
Fantaisie Impromptu ♪. Alunan nada terdengar serasi. Cocok dengan suasana
sekarang. Terdengar taste yang
berbeda. Memang. Semua peserta memiliki taste,
skill, dan feeling yang berbeda.
Mereka memiliki kelebihan masing-masing yang tak dimiliki oleh peserta lain.
Penilaian juri semakin rumit. Tetapi akhirnya, Misa berhasil merebutkan posisi
pertama, disusul oleh Akira dan Sawano, pemain lagu dari ♬Chopin, Nocture in E major Op. 9 No. 2.♬ Misa sangat senang, tetapi ia merasa agak cemas saat teringat
Yuji akan segera pulang kembali ke ibukota negara Jerman, tempat di mana ia
harus melanjutkan sekolahnya dikarenakan orang tua Yuji pindah kerja di sana.
Misa semakin muram, namun ia tetap tersenyum karena setidaknya ia sudah merasa
senang akan kedatangan sahabat lamanya.
***
Aku menarik napas dalam. Guguran daun maple dapat ku lihat di dekat jendela.
Campuran warna kuning, merah, kecoklatan, oranye bersatu memanglah indah.
Mereka menghasilkan komposisi pemandangan alami yang luar biasa indah. Ku
sentuhkan jari-jari ke permukaan kaca. Kembali teringat kenangan saat aku masih
kecil di musim gugur. Bibirku tanpa tersadar tersenyum. Walaupun indah di mata,
ada kepedihan di hatiku di hari ini. Namun, ku harap itu semua segera berakhir dan
dongeng telah selesai.
"Aku tak boleh cengeng! Aku
harus pasang muka riang padanya! Ayolah Misa! Tersenyumlah!" Misa mencoba
untuk menghibur diri sendiri. Ia pun langsung mengambil sepedanya dan pamit ke
kedua orang tuanya. Ia pergi ke bandara. Di sana, ia akan bertemu terakhir kalinya
dengan Yuji. Ia memasang wajah ceria walau hanya berpura-pura. Sebelum masuk ke
pesawat, Yuji memberikan sebuah boneka teddy
bear berwarna babypink yang
sangat lucu pada Misa. Misa tersenyum. Rupanya, Yuji masih teringat barang
koleksi Misa saat kecil. Dengan berat hati, Yuji mengatakan hal yang ingin
dikatakannya sebelum berangkat.
"Misa, maaf ya, kali ini aku harus pergi. Tetaplah jadi dirimu yang selalu ceria dan tak pernah menyerah dengan segala kekurangan yang kau miliki. Eh, seorang pianis itu nggak cengeng loo... Mereka tetap mewarnai hidupnya walau hanya monokromatik yang mewarnainya. Lihat, teddy bear-mu selalu tersenyum!" Yuji mencoba 'tuk menghibur Misa.
"Buat apa aku menangis? Haha, kau ini!! Lihat, aku tak mengeluarkan air mata sedikit pun, kan?!" jawab Misa yang nampak tertawa lepas. Ia pun menambahkan, "Ini untukmu." Misa menyodorkan gambar doodle yang baru ia buat kemarin untuk Yuji. Dalam gambar itu, terlukislah kisah petualangan mereka berdua dari kecil hingga hari ini. Hari-hari di mana mereka tetap berjalan, walau pernah merangkak.
"Makasih telah kemari. Makasih bonekanya juga. Makasih atas semua!" kata Misa pada Yuji.
"Kau ini ceroboh, ya! Justru aku yang harus berterimakasih padamu. Makasih telah menghiburku dan pastinya doodle ini!" Yuji berterimakasih kembali pada Misa.
"Titipkan salamku pada ayah dan ibumu, ya! Mereka telah berjasa bagiku dulu." pinta Misa pada Yuji.
"Haik! Ja, mata! (sampai jumpa!) Ku harap kita dapat bertemu lagi!" Yuji melambaikan tangan dengan senyumannya yang khas seperti dulu. Ia pun segera melangkah pada tangga pesawat.
"Misa, maaf ya, kali ini aku harus pergi. Tetaplah jadi dirimu yang selalu ceria dan tak pernah menyerah dengan segala kekurangan yang kau miliki. Eh, seorang pianis itu nggak cengeng loo... Mereka tetap mewarnai hidupnya walau hanya monokromatik yang mewarnainya. Lihat, teddy bear-mu selalu tersenyum!" Yuji mencoba 'tuk menghibur Misa.
"Buat apa aku menangis? Haha, kau ini!! Lihat, aku tak mengeluarkan air mata sedikit pun, kan?!" jawab Misa yang nampak tertawa lepas. Ia pun menambahkan, "Ini untukmu." Misa menyodorkan gambar doodle yang baru ia buat kemarin untuk Yuji. Dalam gambar itu, terlukislah kisah petualangan mereka berdua dari kecil hingga hari ini. Hari-hari di mana mereka tetap berjalan, walau pernah merangkak.
"Makasih telah kemari. Makasih bonekanya juga. Makasih atas semua!" kata Misa pada Yuji.
"Kau ini ceroboh, ya! Justru aku yang harus berterimakasih padamu. Makasih telah menghiburku dan pastinya doodle ini!" Yuji berterimakasih kembali pada Misa.
"Titipkan salamku pada ayah dan ibumu, ya! Mereka telah berjasa bagiku dulu." pinta Misa pada Yuji.
"Haik! Ja, mata! (sampai jumpa!) Ku harap kita dapat bertemu lagi!" Yuji melambaikan tangan dengan senyumannya yang khas seperti dulu. Ia pun segera melangkah pada tangga pesawat.
Senyuman menghiasi mereka berdua. Lambaian tangan mereka
semakin terlihat kecil saat pesawat mulai terbang. Dari kejauhan, Misa mengejar
pesawat itu dengan sepedanya. Namun sekarang telah terbang menjauh. Di dalam
benak hati, ia merasa senang. Yap! Dia tak merasa sedih lagi. Kehadiran Yuji
telah membuatnya berpikir lebih maju. Sekarang, tinggalah kenangan terindah
dalam hidup Misa dan sebuah boneka lucu yang telah ia letakkan di atas
pianonya.
Burung-burung pun bernyanyi.
"Setidaknya, ia membuatku merasa senang..." ujar Misa dengan senyuman bak musim semi, yang sedang memainkan lagu Yiruma, ♬ If I Could See You Again.
"Setidaknya, ia membuatku merasa senang..." ujar Misa dengan senyuman bak musim semi, yang sedang memainkan lagu Yiruma, ♬ If I Could See You Again.
Catatan : Jangan lupakan
sahabatmu yang telah hadir dalam hidupmu sebagai bintang yang paling terang.
Jangan abaikan pula mereka yang telah susah-payah kau cari walaupun kau telah
menemukan sahabat baru.
TAMAT
Originally By :
Alsy Taqiya Herasafitri
Cerita Coklat di Negeri Sakura
Tag :
Cerpen (Short Stories)
Read Post : Cerita Coklat di Negeri Sakura
Author : Alsy Taqiya
Comments : 1
Tag :
Cerpen (Short Stories)
Read Post : Cerita Coklat di Negeri Sakura
Alhamdulillah~~ I've got a tiny sweetie pie of cat :D :D I named her "Milo Dindin" . just call her "Milo." She is so hyperactive, cute, energic, and clever. :D I got this from my Dad. His friend gave him one of the owner's cats. And I am soo happy... I have a friend at home exactly <3 Iluvyailuvyailuvyaa :* :* My words can't describe more than it should be. ^_^
PENCIL
The Pencil Maker took the pencil aside, just before putting him into the box.
"There are 5 things you need to know," he told the pencil, "Before I send you out into the
world. Always remember them and never forget, and you will become the best pencil you
can be."
🍃"One: You will be able to do many great things, but only if you allow yourself to be held in
Someone's hand."
🍃"Two: You will experience a painful 🌱sharpening from time to time, but you'll need it to
become a better pencil."
🍃"Three: You will be able to correct any mistakes you might make."
🍃"Four: The most important part of you will always be what's inside."
🍃"And Five: On every surface you are used on, you must leave your mark. No matter what the condition, you must continue to write."
The pencil understood and promised to remember, and went into the box with 🌱purpose in its heart.
Now 🌱replacing the place of the pencil with you. Always remember them and never forget, and you will become the best person you can be.
One: You will be able to do many great things, but only if you allow yourself to be held in
Allah's hand. And allow other human beings to access you for the many gifts you 🌱possess. Two: You will experience a painful sharpening from time to time, by going through various
problems in life, but you'll need it to become a stronger person.
Three: You will be able to correct any mistakes you might make.
🌿Four: The most important part of you will always be what's on the inside.
🌿 And Five: On every surface you walk through, you must leave your mark. No matter what the situation, you must continue to do your duty.
Allow this 🌱parable on the pencil to 🌱encourage you to know that you are a special person and only you can fulfill the purpose to which you were born to accomplish.
Never allow yourself to get discouraged and think that your life is 🌱insignificant and cannot
make a change. :)
- Taken from :
The Pencil Maker took the pencil aside, just before putting him into the box.
"There are 5 things you need to know," he told the pencil, "Before I send you out into the
world. Always remember them and never forget, and you will become the best pencil you
can be."
🍃"One: You will be able to do many great things, but only if you allow yourself to be held in
Someone's hand."
🍃"Two: You will experience a painful 🌱sharpening from time to time, but you'll need it to
become a better pencil."
🍃"Three: You will be able to correct any mistakes you might make."
🍃"Four: The most important part of you will always be what's inside."
🍃"And Five: On every surface you are used on, you must leave your mark. No matter what the condition, you must continue to write."
The pencil understood and promised to remember, and went into the box with 🌱purpose in its heart.
Now 🌱replacing the place of the pencil with you. Always remember them and never forget, and you will become the best person you can be.
One: You will be able to do many great things, but only if you allow yourself to be held in
Allah's hand. And allow other human beings to access you for the many gifts you 🌱possess. Two: You will experience a painful sharpening from time to time, by going through various
problems in life, but you'll need it to become a stronger person.
Three: You will be able to correct any mistakes you might make.
🌿Four: The most important part of you will always be what's on the inside.
🌿 And Five: On every surface you walk through, you must leave your mark. No matter what the situation, you must continue to do your duty.
Allow this 🌱parable on the pencil to 🌱encourage you to know that you are a special person and only you can fulfill the purpose to which you were born to accomplish.
Never allow yourself to get discouraged and think that your life is 🌱insignificant and cannot
make a change. :)
- Taken from :
💎Berbahagilah bagi yang Rajin Shalat Dhuha
🙏Apapun tugas dan pekerjaan kita hari ini, yuk, mari kita sujudkan kening kita di pagi hari sebelum memulai pekerjaan
✨Beberapa keutamaan sholat dhuha :
💎Pertama💎
Orang yang shalat Dhuha akan diampuni dosa-dosanya oleh Allah.“Barangsiapa yang selalu mengerjakan shalat Dhuha niscaya akan diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR. Turmudzi)
💎Kedua💎
Barangsiapa yang menunaikan shalat Dhuha ia tergolong sebagai orang yang bertaubat kepada Alah. “Tidaklah seseorang selalu mengerjakan shalat Dhuha kecuali ia telah tergolong sebagai orang yang bertaubat.” (HR. Hakim).
💎Ketiga💎
Orang yang menunaikan shalat Dhuha akan dicatat sebagai ahli ibadah dan taat kepada Allah. “Barangsiapa yang shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditulis sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang mengerjakannya sebanyak empat rakaat, maka dia ditulis sebagai orang yang ahli ibadah. Barangsiapa yang mengerjakannya enam rakaat, maka dia diselamatkan di hari itu. Barangsiapa mengerjakannya delapan rakaat, maka Allah tulis dia sebagai orang yang taat. Dan barangsiapa yang mengerjakannya dua belas rakaat, maka Allah akan membangun sebuah rumah di surga untuknya.” (HR. At-Thabrani).
💎Keempat💎
Orang yang istiqamah melaksanakan sholat Dhuha kelak ia akan masuk surga lewat pintu khusus, pintu Dhuha yang disediakan oleh Allah. “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu bernama pintu Dhuha. Apabila Kiamat telah tiba maka akan ada suara yang berseru, ‘Di manakah orang-orang yang semasa hidup di dunia selalu mengerjakan shalat Dhuha? Ini adalah pintu buat kalian. Masuklah dengan rahmat Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR. At-Thabrani).
💎Kelima💎
Allah menyukupkan rezekinya. “Wahai anak Adam, janganlah engkau merasa lemah dari empat rakaat dalam mengawali harimu, niscaya Aku (Allah) akan menyukupimu di akhir harimu.” (HR. Abu Darda`).
💎Keenam💎
Orang yang mengerjakan shalat Dhuha ia telah mengeluarkan sedekah. “Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab tiap kali bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu, maka cukuplah mengerjakan dua rakaat sholat Dhuha.” (HR Muslim).
Shalat Dhuha, yuk!! ^^
Tag :
Islam
Read Post : Shalat Dhuha, yuk!! ^^Aug 9, 2016
Author : Alsy Taqiya
Comments : 0
Tag :
Islam
Read Post : Shalat Dhuha, yuk!! ^^Aug 9, 2016
Assalamu'alaikum Readers!
Here I am. It has been a long time not to write in a blog. In this good opportunity, I would like to tell you 'bout my new school. I was graduated from SMPN 1 Magetan, and now i'd like to tell you 'bout my school.
People call it 'SMAN 7 Kediri' or used to be called 'SMAPTA. (SMA SAPTA)' Actually this is my second option after SMAN 1 Kediri (Smas't) but unfortunately, I couldn't pass the test. TT')
OKAY! My school is the third favorite senior high school in Kediri. The very first thing I noticed about it, is.... IT IS HUGE! SPACIOUS SCHOOL!!
Wow. Really. I was registered there. Wow wow wow. Hahah XD
That time, on Monday, 18th of July 2016, it was MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah), introduction of school. It was last for 3 days (until 20 if i'm not wrong :v) I was walking joyfully through the gate. The first activity is 'Apel acara pembukaan' in the field. There was drizzling so itsy-bitsy. There was a rainbow, colouring the sky. Everyone smiled, wow.. the first day of MPLS was accompanied by the rainbow. . . And then,, there were many sociality (lessons which given to the student by such as company/organization) ... and then.. there was PENSI (Pentas Seni) time. Each class performed great.
Ow yeah! I wanna tell about the 'Kakak-kakak OSIS.' They are so friendly, full of spirit, responsible, and so on.... So it came to my mind to be like them. One day, I was registered myself to participate to be an OSIS stusent. There was test. There were 3 parts of test. The first is esay test. It was about why I chose to be osis, visi and misi, what will I do if i am choosen to be OSIS etc.... I was passed the first test. The second test is an interview with the members of OSIS. The test is divided in 3 classrooms. The first class, i was soo nervous when the OSIS told that i'm wrong to say. Yeah. It's hard to explain. I was choosing a fact sentence about one of the OSIS program. It was about 'developing skill and ability' in Sie 4 if i'm not wrong). The OSIS told me how i explain about that fact of goal, BUT I A LITTLE MISUNDERSTOOD. Because my skill and ability is English, i was telling to them blablablabla that I am be able to speak this language. In fact, English is a 'Sie 10' program. Oh Noo..... the OSIS kept telling me the same that I must answer the Sie 4 section. But that's whf happenned to me. Oh! I felt so much guilty....
NEXT! The second and the third rooms were going alright. I chose 'Sie 1 about religion' in the second room, and 'Sie 10-English' in the third room. Everything's okay i think... i was not misunderstood as much as what I've got.
BUT.... THE NEXT DAYS, i saw the announcement that my name was not typed on the paper. Oh no... i failed in the second test... :( OKAY I AM OKAY!! I really wanna be OSIS but i couldn't.
NEXT!! When MPLS, there were many higher grade students who performed what's their extracurricullar. One of them is PASKIBRA SMAPTA. I was sooo interested by that so i joined the paskibra. But, when it was the time to test, I couldn't pass it. Oh no! So?? What's fit on me?..
__
When the higher grade students who join choir group came to my class, they asked all the students to sing 'Indonesia Raya' together to get new members. And i was choosen as the member of PADSU SMAPTA (Paduan Suara SMAPTA)/ Choir group, so okay... i am now to it even it's not my option. But i enjoy !
__
Okay. People have different stories. That's life. Accept it.
__
Okay, readers. I no longer can continue the story... i will post my other activity in school InshaAllah.
Wassalaamu'alaikum Wr.Wb.
My New School, SMAN 7 Kediri
Tag :
My School
Read Post : My New School, SMAN 7 KediriAug 4, 2016
Author : Alsy Taqiya
Comments : 0
Tag :
My School
Read Post : My New School, SMAN 7 KediriAug 4, 2016
This poem is for all my teachers in my life who taught me school lessons, Qur'an, religious things, moral, a good attitude, and so on. I made this for them. Thanks so much, my teachers. 😊
To My Respected Teacher
By : Alsy Taqiya Herasafitri (IX-B/02)
‘Teacher,’ a word that takes me back to the start,
By : Alsy Taqiya Herasafitri (IX-B/02)
‘Teacher,’ a word that takes me back to the start,
The start that being trapped undersea,
Don’t know what’s the world gonna be.
Suddenly, a kind hand comes closer to me,
Helping me to know so tenderly,
Giving me courage intently,
Smiling friendly,
Giving me clarity,
That shines like a star rainbow,
That will never die till tomorrow.
Oh my teacher, You’re my respectable figure,
Who teach me a lot knowledge for future,
Not only Math, Science, English,
But also ‘Life.’
You plant a seed that will grow,
Into a new potential, fulfil it below.
You change me and the other student’s bad habit,
We’re panicked, when we aren’t on the traffic,
"Ha! Make it dramatic, when we break the rule!”
Then you give us example,
A good attitude that we must handle,
To be humble, not despicable.
What would the world be,
If there was no teacher?
Everything would be mess, depress, with no bless.
With no knowledge, everything would be destroyed,
Inviting the world war with no peace.
So, please...
Let’s be respectable to our teacher,
Same as to our father and mother,
They aren’t monsters who gives us much order.
They are our most precious treasure.
Dear my teacher,
Your name is my aromatic flower,
That will stay in my heart forever.
Thank you so much for all that you have done.
As my respected teacher,
You’re number one! :)
To My Respected Teacher
Tag :
My Poem
Read Post : To My Respected TeacherJun 18, 2016
Author : Alsy Taqiya
Comments : 0
Tag :
My Poem
Read Post : To My Respected TeacherJun 18, 2016

*kafka-fuura*
Konichiwa minna, this is my fav song, btw.. ^_^ Lagu ini mempunyai banyak kata kiasan, inti lagunya hanya sedikit.
Sky Gate
風神少女|東方花映塚
Vocal: 舞花 (Maika)
Arrange: NAGI☆
All Instruments & Programming: NAGI☆
Bass: Maurits “禅” Cornelius
Lyrics: NANA
Circle: FELT
Album: Milky Wink
Event: Reitaisai SP
心に写した 思いをそっと伝えて
隠された 扉を叩く
kokoro ni utsushita omoi wo sotto tsutaete
kakusareta tobira wo tataku
These thoughts I’ve captured within my heart, I’ll gently say
Knocking on the hidden door
Pikiran dalam hatiku, aku berbicara dengan lembut
Menge-tuk pada se'buah pintu tersembunyi
まだ暗い空に 光を見つけ
明けていく世界 未来に起こされ
mada kurai sora ni hikari wo mitsuke
aketeiku sekai mirai ni okosare
I find light in the still darkened sky
As the lightening world wakes to the future
Ku temukan cahaya, di kegelapan langit sebagai cahaya duniaTuk membangun masa depan
頬を抜けてくほら 春風に涙溶かして
進んでく道を今 照らして
hoo wo nuketeku hora harukaze ni namida tokashite
susun’deku michi wo ima terashite
Running down my cheeks these tears melt into a spring wind
Now shining upon the road I walk
Mengalirkan air mata, lebur menjadi angin musim semi
Sekarang menyinari jalanku, saat ini
駆け抜ける風 思いを伝えて
忘れられた世界で
過去 未来 真実 見つめているよ
涙で濡れた 風を感じて
笑顔のその嘘も
すべて今抱きしめ伝えて
Sky Gate ~ FELT
Tag :
Anime(^-^)
Read Post : Sky Gate ~ FELTDec 16, 2015
Author : Alsy Taqiya
Comments : 0
Tag :
Anime(^-^)
Read Post : Sky Gate ~ FELTDec 16, 2015
Halo semua, apa kabar? :)
Di pos ini aku akan menceritakan tentang pengalaman belajarku di SMPN 1 Magetan yang pastinya ada senang, sedih, canda, tawa, canggung, deg an, dan lain-lain... Di SMP inilah tempatku menuntut ilmu. Di sini pula aku menemukan hal baru saat bertemu dengan teman-teman dan Bapak/Ibu guru tercinta. Baiklah, aku mulai dari kelas 7 dulu ya.. :D
Hari pertama di kelas 7, wow... aku terkesan dengan sekolah baruku yang sangat luas nan indah. Saat hari pertama itu, aku berfoto dengan teman-teman SD yang duduk-duduk di tangga.
Di pos ini aku akan menceritakan tentang pengalaman belajarku di SMPN 1 Magetan yang pastinya ada senang, sedih, canda, tawa, canggung, deg an, dan lain-lain... Di SMP inilah tempatku menuntut ilmu. Di sini pula aku menemukan hal baru saat bertemu dengan teman-teman dan Bapak/Ibu guru tercinta. Baiklah, aku mulai dari kelas 7 dulu ya.. :D
Hari pertama di kelas 7, wow... aku terkesan dengan sekolah baruku yang sangat luas nan indah. Saat hari pertama itu, aku berfoto dengan teman-teman SD yang duduk-duduk di tangga.
Kesan Belajar di SMPN 1 Magetan
Tag :
My School
Read Post : Kesan Belajar di SMPN 1 MagetanDec 5, 2015
Author : Alsy Taqiya
Comments : 0
Tag :
My School
Read Post : Kesan Belajar di SMPN 1 MagetanDec 5, 2015
Haii para pembaca~ di pos ini aku akan menceritakan tentang identitas daerah tempat tinggalku. Rumah tempat tinggalku berada di Desa Kauman, Kelurahan Magetan, Kecamatan Magetan, tepatnya di Jl. Tamrin no. 7 Magetan. Di pos ini aku akan menceritakan gambaran tempat di mana aku tinggal. (。’▽’。)♡
Lukisan di Sekitar Tempat Tinggal
Tag :
Home Sweet Home
Read Post : Lukisan di Sekitar Tempat TinggalOct 13, 2015
Author : Alsy Taqiya
Comments : 0
Tag :
Home Sweet Home
Read Post : Lukisan di Sekitar Tempat TinggalOct 13, 2015
-Taken from : www.shutterstock.com-
Hello, readers! Come back with my new post in this last day of August. Now, I wanna ask, "Do you speak English?" "Do you enjoy in speaking English?" "How often do you speak English?"
But, at the very first thing, "What is English?"
ENGLISH, is one of language in the world. There are many countries in the world. Every country has different language, but they don't need to worry about that. Why ? Because we have an international language, that is English. English makes people in the world ONE. So, English is very-very important language to learn, isn't it? Learning English is not that hard. Many people *mainly those who don't use English as mother language* think that it is very hard to study English and to be able to speak English. Actually, it's easy to learn English. :)
There are four skills in learning language. What are they? They are listening, speaking, reading, writing. When we were a baby, we listened to our mother's words. Her words were so soft, that it made us want to imitate word by word in day by day. So, we've learned how to speak although it was just a word. Then, when we've grown up, our parents carried us to the school. There, we've taught how to read by our teacher. We read many kinds of book, one of them is a story book. We were so interested in reading a story book. After that, we wanted to try to write a story whatever we want. So, we've learned how to write. That's what an exactly true progress in learning language.
To be able to speak English, we must practice it little by little by ourselves. Then ask to your family and friend whether they wanna to join in. Sooner or later, our English skill is increased by practicing. For example, we can start from the basic conversation.
Siti : Hi Alsy, how are you? long time no see
Alsy : Hi Siti, Alhamdulillah, Zein, I'm fine. What about you sis?
Siti : Yeah me too, Alhamdulillah^^ Hmm.. this is a nice day, isn't it?
Alsy : Yeah I think so. The weather is very fresh today. Let's have a jogging around the square town!
Siti : Good idea! Then, we can go to library...
Alsy : Alright! Let's go.
Learning English is not always to read the book. We can watch an English movie anytime. Our listening skill can be built by watching TV Program in English too. Besides, it's fun to play English game, such as scrabble and all games in English. This can be built or vocabulary. Vocabulary is an important thing too. Be diligent to memorize some verbs day by day... so you have a new word. We can test how good our listening by listening to the English song, then write on a piece of paper about everything that you can hear from that song. After that, check it to the internet by searching the song lyric... wakatta? :D
Keep practicing! ;)
Let's Speak English!!
Tag :
Articles
Read Post : Let's Speak English!!Aug 30, 2015
Author : Alsy Taqiya
Comments : 1
Tag :
Articles
Read Post : Let's Speak English!!Aug 30, 2015
بِسْـــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Yeayy...Ramadhan Mubarak to all Moslem! ^O^)/
Menjelang bulan Ramadhan, perasaan itu kembali lagi. Setiap jalan-jalan pagi, ku dengar rumah per rumah melantunkan ayat suci Al-Qur'an. Ditambah suasana masjid-masjid yang tadarusan sepanjang waktu, dan banyak kegiatan tholabul ilmi di majelis-majelis, pastinya juga taraweeh~ Yaa... Di bulan ini yang diwajibkan bagi orang yang beriman untuk berpuasa, sebagai yang difirmankan oleh Allah SWT di dalam surat Al-Baqarah:183. Puasa ini bertujuan untuk menjadikan orang bertaqwa, dan meluruskan kembali sehat jasmani, maupun rohani. Di tambah yang maknyuss lagi, cao, blewah, kurma ada dimana-mana..xD Berikut tholabul ilmi yang saya dapat di Masjid Agung Baitussalam Magetan, di sekolah saat pondok, dan di Surya Graha pada bulan suci ini. Hopefully, it's useful! ^^
Tholabul Ilmi~ During Ramadhan 1436 H
Tag :
Islam
Read Post : Tholabul Ilmi~ During Ramadhan 1436 HJul 9, 2015
Author : Alsy Taqiya
Comments : 0
Tag :
Islam
Read Post : Tholabul Ilmi~ During Ramadhan 1436 HJul 9, 2015