- Home >
- Cerpen (Short Stories) >
- Cerita Coklat di Negeri Sakura
Posted by : Alsy Taqiya
May 11, 2017
"Ketika
hujan mulai reda, lihatlah ke atas! Pelangi itu bagaikan warna-warna indah yang
menyejukkan. Bunga-bunga sakura
bermekaran dan berdansa-dansa di antara kupu-kupu mungil. Sungai
mengalir tenang di bawah jembatan gantung yang biasa kita lewati sejak kecil.
Melompat, menyelam, tertawa, dan bermain air. Hapuslah derai-derai air matamu.
Dunia ini penuh dengan warna. Sedih bukan berarti hitam putih. Lihatlah lagi,
bukankah itu sudah cukup membuatmu tersenyum, Misa?"
Kata-kata itu
masih terkesan manis di benakku, meskipun sudah tujuh tahun yang lalu. Kala itu
aku sedang dikurung dalam kesedihanku yang mendalam. Seperti gulungan ombak
yang menyayat hati yang kian pongah. Namun ia telah mengubah warna hidupku.
Seperti bintang gemintang bercahaya di antara warna hitam angkasa. Seperti warna-warna
indah pelangi, tak akan ada yang menandingi di antara warna putih awan.
Walaupun ia sekarang sudah jauh dariku, tetapi ucapannya dapat mengobarkan
semangatku yang telah lama pudar. Mengingat itu, aku jadi tersenyum. Ku ambil
pula HP dan earphone-ku dan
mendengarkan lagu Sky Gate, lagu yang
biasa ku nyanyikan dengannya dulu.
*Sepulang sekolah...*
"Hai,
Misa! Lagi apa sendirian di sini?" kata Aira yang memecah ingatanku pada
tujuh tahun yang lalu.
"Ah, tak ada kok hehe. Ayo pulang bareng!" sambungku tersenyum.
"Ya, ayo! Ku dengar, kau masuk lima besar dalam ajang piano konser minggu kemarin, ya? Selamat ya! ^_^" Aira membalikkan kembali pertanyaan.
"Mm.. hehe... Makasih, ya! Walaupun begitu, aku harus berlatih lebih giat untuk babak semi final besok karena sainganku berat. Mereka punya skill dan feeling yang kuat." sahutku. "Ganbatte, Misa-chan! Aku yakin, kau pasti bisa!^-^)/ Aku akan datang ke konsermu besok Minggu. Sampai jumpa!" kata Aira dengan lambaian tangannya yang telah sampai pada gang rumahnya.
| "Yap! Sampai jumpa besok!"
"Ah, tak ada kok hehe. Ayo pulang bareng!" sambungku tersenyum.
"Ya, ayo! Ku dengar, kau masuk lima besar dalam ajang piano konser minggu kemarin, ya? Selamat ya! ^_^" Aira membalikkan kembali pertanyaan.
"Mm.. hehe... Makasih, ya! Walaupun begitu, aku harus berlatih lebih giat untuk babak semi final besok karena sainganku berat. Mereka punya skill dan feeling yang kuat." sahutku. "Ganbatte, Misa-chan! Aku yakin, kau pasti bisa!^-^)/ Aku akan datang ke konsermu besok Minggu. Sampai jumpa!" kata Aira dengan lambaian tangannya yang telah sampai pada gang rumahnya.
| "Yap! Sampai jumpa besok!"
Aku pun segera pulang ke rumah. Di tengah kayuan sepedaku, aku
bertemu dengan mereka yang membuat hidupku berantakan. Ku segera kayuh sepedaku
secepat mungkin namun mereka tetap bisa mengejarku.
“Stop!
Hey kau, gigi kelinci! Mau kemana kamu? Hahahahaha,” kata Roy, si pemimpin geng
anak nakal itu.
“Eeeee...
gajah bengkak! Dimana temanmu yang selalu membelamu? Hahahaha... nggak ada
lagi, kan?,” sambung Noy, anggota geng itu.
“Apa?
Kamu mau ikut konser piano lagi? Gak
salah dengar nih kita? Lalu siapa penyemangatmu, Misa jelek?,” sambung Boy,
anak orang kaya di sana.
Beribu-ribu
cemohan mereka lontarkan padaku. Aku hanya bisa menunduk dan berdo’a. Aku pun
geram.
“Cukup!
Kalian bisanya cuma lawan sama perempuan saja, ya? Kalian nggak tahu apa yang sedang aku rasakan sekarang ini? Sakit, tahu!,”
seruku pada mereka.
“Aduh....
Gajah bengkak ngamuk! Ayo cabut teman-teman. Mending kita cari pemandangan yang
lain saja,” kata Boy.
“Hah!
Asalkan kamu tahu, kamu nggak bakal lolos
konser piano! No way in hell, you know?,”
bentak Noy sambil mendorong sepedaku hingga ia terjatuh. Mereka pun pergi. Aku
terdiam. Aku telah merasakan berkas sayatan-sayatan yang justru membangkitkan
semangatku bahwa aku pasti bisa di ajang konser piano yang akan mendatang. Aku
pun jalani dengan penuh kesabaran dan semangat api yang berkobar di dada.
Segera ku bangkit dan mengayuhkan sepedaku menuju rumah.
Ku temui adik perempuan dan ibuku
yang sedang menyiapkan makan siang. Kami pun makan bersama. Lalu, mulailah aku,
duduk di depan piano dan merenggangkan jari-jari untuk berlatih. Yak, ♪ Chopin - Symphonie No. 40 in G ♪, aku datang! Nada-nada piano satu persatu ku bunyikan.
Saat ku tekan tuts, ku teringat tujuh tahun yang lalu ketika tangan kanan dan
kiriku sedikit tergeser karena terpeleset jatuh dari tangga rumah pamanku.
Dulu, aku sempat putus asa bermain piano. Tetapi, kata-kata Akio Yuji telah
membuatku bangkit.
“Yuji, ku rindu sosokmu. Aku rindu
sahabat sepertimu. Ku sengaja pilih lagu simfoni ini, karena kau suka lagu itu
kan? Sayangnya dulu aku belum bisa memainkan lagu ini dihadapanmu. Ah, andai
saja kau belum pindah ke luar negeri. Andaikata kau masih di sini, aku
pasti akan menunjukkan padamu simfoni ini, yang penah kau tampilkan di konser
piano cilik jenius perfeksionis sepertimu. Lihatlah aku! Lihatlah jari-jariku
yang menyanyikan simfonimu! Aku telah mempelajarinya empat tahun yang lalu,
segera setelah kedua tanganku dinyatakan sembuh total. Aku tak ingin kalah
denganmu!”
***
*Di
rumah Yuji…*
Yuji terbaring di tempat tidurnya, melihat bintang-bintang ke arah luar jendela, dan memikirkan sesuatu untuk rencananya besok.
“Misa, ku dengar dari temanmu, kau besok akan tampil di konser piano, kan? Kita sudah lama tak berjumpa lagi, ya? Sama seperti dulu, ternyata kita masih sama-sama menyukai bermain piano. Apa di sana masih siang? Kau pasti sedang berlatih untuk besok. Di sini, aku telah melihat bintang yang sangat cantik, secantik kamu dulu. Walaupun kau masih melihat awan, ku yakin kita berada di bawah langit yang sama. Haha, jadi teringat masa kecil! Kala itu, setiap malam kita selalu mencoba ‘tuk menghitung berapa banyak bintang di langit. Tak ada satu pun dari kita yang sanggup, namun kita tetap menghitungnya. Konyol. Benar-benar konyol. Semangatlah terus. Aku sudah menyiapkan segalanya untuk menemuimu di konser piano besok!”
Yuji pun tidur lebih awal. Ia tak ingin terlambat menaiki pesawat yang akan menghantarkannya di pagi hari ke Jepang, negara asalnya.
Yuji terbaring di tempat tidurnya, melihat bintang-bintang ke arah luar jendela, dan memikirkan sesuatu untuk rencananya besok.
“Misa, ku dengar dari temanmu, kau besok akan tampil di konser piano, kan? Kita sudah lama tak berjumpa lagi, ya? Sama seperti dulu, ternyata kita masih sama-sama menyukai bermain piano. Apa di sana masih siang? Kau pasti sedang berlatih untuk besok. Di sini, aku telah melihat bintang yang sangat cantik, secantik kamu dulu. Walaupun kau masih melihat awan, ku yakin kita berada di bawah langit yang sama. Haha, jadi teringat masa kecil! Kala itu, setiap malam kita selalu mencoba ‘tuk menghitung berapa banyak bintang di langit. Tak ada satu pun dari kita yang sanggup, namun kita tetap menghitungnya. Konyol. Benar-benar konyol. Semangatlah terus. Aku sudah menyiapkan segalanya untuk menemuimu di konser piano besok!”
Yuji pun tidur lebih awal. Ia tak ingin terlambat menaiki pesawat yang akan menghantarkannya di pagi hari ke Jepang, negara asalnya.
***
“Kriiiiiing… Ohayou, Misa-chan! Kriiing….
Ohayou, Misa-chan!”
Misa terbangun dengan suara
alarmnya yang telah ia atur kemarin malam. Adiknya yang bernama Harumi, si
kecil pemain cheerleaders menyemangatinya
dengan tarian dan sorakan semangat di pagi buta itu.
“Kak Mi-Sa! Harus Se-ma-ngat! Yuhuuuuu…..” sorak adiknya pada Misa dengan memenggal kata dan gerakan ala cheerleaders-nya yang lucu. Misa tertawa kecil melihat adiknya yang begitu lucu dan imut. Ia selalu membuat dirinya lebih baik. Dengan senang Misa berkata, “Kakak janji akan melakukan yang terbaik. ^_^”
Sebelum berlatih lagi, Misa membuka gorden jendelanya. Dilihatnya awan bergumpal lembut. Sinar matahari menyeruak ke bumi. Dunia tidak lagi monokromatik setelah hitam langit dan putih bintang di malam hari, namun menampakkan warna-warni indah alamiahnya. Ia berangan pada tempat konser nanti. Misa merasa, bahwa hari ini adalah hari yang indah. Segeralah ia berlatih pianonya, Steinway & Sons dengan lagu simfoninya. Sekian cukup lama berlatih, ia segera mempersiapkan diri.
“Kak Mi-Sa! Harus Se-ma-ngat! Yuhuuuuu…..” sorak adiknya pada Misa dengan memenggal kata dan gerakan ala cheerleaders-nya yang lucu. Misa tertawa kecil melihat adiknya yang begitu lucu dan imut. Ia selalu membuat dirinya lebih baik. Dengan senang Misa berkata, “Kakak janji akan melakukan yang terbaik. ^_^”
Sebelum berlatih lagi, Misa membuka gorden jendelanya. Dilihatnya awan bergumpal lembut. Sinar matahari menyeruak ke bumi. Dunia tidak lagi monokromatik setelah hitam langit dan putih bintang di malam hari, namun menampakkan warna-warni indah alamiahnya. Ia berangan pada tempat konser nanti. Misa merasa, bahwa hari ini adalah hari yang indah. Segeralah ia berlatih pianonya, Steinway & Sons dengan lagu simfoninya. Sekian cukup lama berlatih, ia segera mempersiapkan diri.
***
“Aku akan segera
menyusulmu, Misa.” Pesawat sedang membawa Yuji terbang jauh menuju negara
Sakura.
***
…Piano
Concerto, Tokyo, the 8th of October, 2001…
“Mari kita
saksikan penampilan ke-tiga dari Akira Kosemora! Beri tepukan yang meriah!”
Pembawa acara menyampaikan daftar acaranya setelah penampilan peserta ke-dua
telah usai. Ah, sebentar lagi giliranku, di mana mimpi akan menjawabku. Aku
berada di ruangan belakang panggung. Ku dengar nada yang sangat indah dari
Akira. Seperti untaian nada yang menggema hingga menghembus ke telinga. Aku pun
menyimak MC.
“Kita sambut penampilan berikutnya
dari peserta ke-empat, Misaki Aori! Beri tepuk tangan!” Pembawa acara memanggil
namaku untuk menuju ke panggung. Sekarang giliranku. Perlahan ku berjalan di
panggung yang luas, membungkuk pada penonton, lalu duduk di tempat duduk depan
piano. Ketika ku lihat ke arah penonton, ku terkejut sekali melihat seseorang
yang dulu selalu menemaniku, membuatku tertawa, dan membuatku bangkit yang
duduk di barisan ke-3. Apa aku salah lihat? Tidak, tak salah lagi. Itu pasti
dia. Ku kenal wajah itu. Haha, hampir mirip seperti dulu. Sungguh tak masuk akal.
Aneh tapi nyata. Kyaaaa><’ Ingin rasanya mulut berteriak menyatakan
betapa senangnya aku sekarang. Ia
tersenyum. Yosh! Kalau itu
benar-benar kamu, maka dengarkanlah kata-kata hati ini yang menari bersama
simfoniku!
Ku bermain dengan rasa tahun-tahun
lalu yang kita lalui bersama di musim semi. Polos. Lucu. Penuh tawa. Itulah
yang ku ingat hingga sekarang. Hiduplah kembali aku yang dulu. Soba ni iru kara! Karena kau berada di sini. Inilah deretan kalimatku. Hibiku! Bergetar! Menggema! Semoga ini
sampai padamu.
***
"Itu lagu kesukaanku, Misa.
Terima kasih! Ku rasakan kalimat ini. Kau bagaikan bunga musim semi. Semua
orang terpukau melihat kehadiran bunga sepertimu. Bunga yang berbeda dengan
lainnya. Ruangan ini telah dipenuhi warna-warna pelangi darimu. Sanubarimu
menebarkan aroma padaku bahwa aku berada dalam alunan nada jiwa yang tak
terbiaskan segenap rasa. Teruskan, Misa!"
***
Yosh! Aku sudah menyampaikannya.
Sedikit lelah, namun menyenangkan. Semoga yang tadi sampai padanya. Semua orang
memberiku tepuk tangan. Mereka bersorak. Setidaknya, aku jadi lebih mengerti feeling dalam bermain piano karena kau
di depan mataku. Aku pun membungkuk, dan kembali ke belakang panggung. Tak lama
kemudian, ku dengar suara yang memanggilku di belakangku.
"Misa-chan!" sapa Yuji
yang tengah memecah lamunku.
"Yu... Yuji-kun! Ternyata yang tadi itu beneran kamu. Apa kabar? Lama nggak ketemu, ya... ^_^" kata Misa yang tengah sedikit doki-doki (deg degan) dan gagap.
"Sangat baik. Kau tadi sangat hebat bermain lagu itu. Kau masih ingat ya, kalau lagu itu pernah ku tampilkan. Itu bagus bahkan melebihi dariku. Ku datang kemari 'tuk lihat dirimu di atas panggung. Ku tahu berita ini dari temanku." Yuji merasa senang. Tawa kecilnya persis sama seperti yang dulu, yang setengah melihatkan gigi dan gusi.
"Hontou ni? Benarkah? Eh.. Enggak kok. Biasa saja... Tapi makasih ya! Ini juga berkat kamu yang tiba-tiba muncul sehingga menambah feelingku yang lebih oke, mengingat lagu ini pernah kau tampilkan dulu." kata Misa terus terang. Misa berbicara agak kaku. Ia sendiri sebenarnya bingung mau bicara topik apa dulu karena sebenarnya banyak topik yang melintas di pikirannya.
"Haha! Kok bicaranya garing, kaya orang belum kenal gitu sih? Ayo kita lihat satu konser lagi di sana." kata Yuji yang menunjuk ke arah kursi barisan ke tiga. Mereka menyimak lagu dari peserta terakhir, ♪ Mozart - Moments Musicaux Op. 94 No. 3 ♪. Karena ini hari pertama mereka bertemu kembali, keheningan menyelimuti mereka. Meskipun mulut belum sanggup berucap, tetapi mereka saling menyimpan kata-kata yang terkunci di dalam hati. Sunyinya itu kian pudar ketika orang-orang bertepuk tangan. Konser sudah selesai. Tinggal pengumuman yang dinantikan.
"Yu... Yuji-kun! Ternyata yang tadi itu beneran kamu. Apa kabar? Lama nggak ketemu, ya... ^_^" kata Misa yang tengah sedikit doki-doki (deg degan) dan gagap.
"Sangat baik. Kau tadi sangat hebat bermain lagu itu. Kau masih ingat ya, kalau lagu itu pernah ku tampilkan. Itu bagus bahkan melebihi dariku. Ku datang kemari 'tuk lihat dirimu di atas panggung. Ku tahu berita ini dari temanku." Yuji merasa senang. Tawa kecilnya persis sama seperti yang dulu, yang setengah melihatkan gigi dan gusi.
"Hontou ni? Benarkah? Eh.. Enggak kok. Biasa saja... Tapi makasih ya! Ini juga berkat kamu yang tiba-tiba muncul sehingga menambah feelingku yang lebih oke, mengingat lagu ini pernah kau tampilkan dulu." kata Misa terus terang. Misa berbicara agak kaku. Ia sendiri sebenarnya bingung mau bicara topik apa dulu karena sebenarnya banyak topik yang melintas di pikirannya.
"Haha! Kok bicaranya garing, kaya orang belum kenal gitu sih? Ayo kita lihat satu konser lagi di sana." kata Yuji yang menunjuk ke arah kursi barisan ke tiga. Mereka menyimak lagu dari peserta terakhir, ♪ Mozart - Moments Musicaux Op. 94 No. 3 ♪. Karena ini hari pertama mereka bertemu kembali, keheningan menyelimuti mereka. Meskipun mulut belum sanggup berucap, tetapi mereka saling menyimpan kata-kata yang terkunci di dalam hati. Sunyinya itu kian pudar ketika orang-orang bertepuk tangan. Konser sudah selesai. Tinggal pengumuman yang dinantikan.
Menunggu hasil keputusan juri, mereka yang telah diisi
kata-kata bahan pembicaraan tadi, asyik memperbincangkan banyak hal semenjak
mereka berpisah. Mulai dari musik, makanan, sekolah, hewan peliharaan, guru killer, game, sampai hal-hal baru di
kota Tokyo dan Berlin.
"Jadi sekarang kamu aktif berorganisasi, ya?"
Misa tersenyum sambil mengunyah sandwhich
yang baru dibelinya. Yuji mengangguk sambil menyeruput teh kotak. Ia pun
berkata, "Saat acara ATAMBE dulu, entah mengapa aku melihat sosok gadis
yang mirip semganmu yang sedang bermain lagunya Yiruma, "Kiss The Rain."
Tetapi, setelah aku lihat lagi, tak ada orang yang memainkan piano. haha..
rupanya itu hanyalah imajinasiku. Dan saat itulah ku berlatih lagu itu di rumah
karena ku yakin kau suka lagu itu, ya kan?" Yuji bercerita pada Misa. Misa
heran, hal itu juga pernah dialaminya. Ia juga pernah melihat Yuji memainkan
lagu Kiss The Rain saat acara
perpisahan SMP. Namun, ia tak cerita balik pada Yuji. Ia hanya bertingkah
seperti orang dilanda dengan keheranan dan hanya berkata, "Ya.
Benar." Misa menganggukkan kepalanya.
Setelah itu, tibalah saatnya untuk melihat hasil
keputusan juri yang terteta dalam selembar kertas di luar ruangan. Misa melihat
urutan kelima semifinalis dari bawah dengan pelan-pelan. Satu per satu belum
terbacanya namanya. Dan, yak!! Akhirnya ia berada di urutan ke-dua. Ini
artinya, ia akan masuk ke babak final yang hanya dipilih tiga besar.
"Yap! Wihi.. dapet peringkat dua ni yee?!" kata
Aira yang tiba-tiba berada di samping Misa bersama Harumi di sampingnya.
"Ah, buat kaget aja! Makasih atas dukunganmu ya, Aira! ^-^"
"Kak Misa... Haru sangat terkesan lo! Nanti Haru ditraktir es krim moe-moe ya!" Misa pun mengangguk dan mengelus rambut adiknya. Lalu, Misa, Haru, Yuji, fan Aira pulang bersama jalan kaki. Mereka saling berbagi cerita di sepanjang jalan. Di tengah jalan, Misa bertemu dengan geng anak nakal. Mereka pun minta maaf padanya.
"Ah, buat kaget aja! Makasih atas dukunganmu ya, Aira! ^-^"
"Kak Misa... Haru sangat terkesan lo! Nanti Haru ditraktir es krim moe-moe ya!" Misa pun mengangguk dan mengelus rambut adiknya. Lalu, Misa, Haru, Yuji, fan Aira pulang bersama jalan kaki. Mereka saling berbagi cerita di sepanjang jalan. Di tengah jalan, Misa bertemu dengan geng anak nakal. Mereka pun minta maaf padanya.
“Maafkan kami ya, Misa. Kau bermain
piano dengan baik. Kau pantas menjadi juara. Sekali lagi, maafkan kami,” kata
Roy, pemimpin geng tersebut.
“Tak apa, kok. Aku senang kalian
sudah sadar,” kata Misa dengan menunjukkan senyuman kecilnya.
***
Malam menjelang. Hujan datang membasahi kota Tokyo
sekarang. Aku sangat menyukai hujan. Butiran-butiran air itu telah
mengingatkanku pada kisah dari sebuah alunan lagu. Lagu tanpa lirik dari piano
Steinway & Sons yang pertama kali ku dengar, tepat 8 tahun yang lalu. Lagu
yang membawaku kenal pada sosok laki-laki kecil sebaya, berkacamata, polos,
penuh pesona, menarik, dan sederhana. Tiba-tiba aku mendengar lagu itu. Tepat
sekali. Yuji datang, memainkan Kiss The
Rain dengan pianoku. Segera ku ambil biolaku untuk mengiringinya. Sempurna!
Semua terdengar sempurna! Ku dengar ia memainkan River Flows In You juga. Hei! Dari mana dia tahu itu lagu
favoritku? Ajaib. Aku pun tetap menggesek biolaku. Tanpa terasa, bongkar pasang
yang telah lama hilang, telah terisi dengan berbagai warna lagi sekarang. Ku
teringat 7 tahun lalu. Meski ku terpuruk gagal di pagi yang suram, mendengar
suaramu, membuat semua sirna. Rasa gelisahku telah berubah menjadi sebuah harapan.
Rasanya seperti aku bisa melakukan apa saja. Ya, memang kita bisa
mewujudkannya, kan? Ku harap ini akan abadi.
***
…Piano Concerto…
Babak final akan segera dimulai. Aku maju pada urutan
pertama. Meskipun belum terbiasa, namun pada barisan pertama ada orang yang
sedang mendukungku. Di sana ada ayah, ibu, adik, Aira, dan pastinya Yuji. Kyaa…
baiklah, lagu ini ku persembahkan untuk kalian!
♬ Frédéric Chopin - Étude Revolutionary Op. 10, No.12 ♬
Bergetar! Menggema!
♬ Frédéric Chopin - Étude Revolutionary Op. 10, No.12 ♬
Bergetar! Menggema!
"Awalan yang bagus!" Yuji melihat fokus ke arah
panggung. Saat Misa memainkannya, terdengar campuran nada yang menghentak dan mellow. Terdengar aneh, namun
performanya berselera tinggi. Saat bermain, ia mengingat peristiwa lalu saat
teman-temannya mengejeknya kasar dikala ia bermain sebuah lagu dengan biola
yang terdengar seperti kayu yang sedang digergaji. Begitu pula saat ia bermain
piano dulu. Permainannya dianggap merusak telinga mereka. Justru ocehan mereka
membuatnya semakin kuat. Semangat Misa semakin berkobar bak lagu Flight of The Bumblebee♬.
Lagu Misa diakhiri dengan keheningan yang mengisi seluruh
ruangan itu. Tak ada satupun yang berbicara. Terpukau. Perlahan, terdengar
suara tepukan meriah dari penonton. Setelah itu, Misa mendapatkan seikat
karangan bunga dari anak kecil yang berpitakan piano.
"Kak Misa, ini untukmu. Disimpan ya, kak!" kata
anak itu sambil tersipu malu dan senyuman kecil di bibirnya. Rupanya, ia
menyukai performa Misa.
Kesunyian itu telah berganti menjadi sebuah ketegangan
saat pemain berikutnya, Akira Kosemura mamemainkan lagu ♪ Frédéric Chopin -
Fantaisie Impromptu ♪. Alunan nada terdengar serasi. Cocok dengan suasana
sekarang. Terdengar taste yang
berbeda. Memang. Semua peserta memiliki taste,
skill, dan feeling yang berbeda.
Mereka memiliki kelebihan masing-masing yang tak dimiliki oleh peserta lain.
Penilaian juri semakin rumit. Tetapi akhirnya, Misa berhasil merebutkan posisi
pertama, disusul oleh Akira dan Sawano, pemain lagu dari ♬Chopin, Nocture in E major Op. 9 No. 2.♬ Misa sangat senang, tetapi ia merasa agak cemas saat teringat
Yuji akan segera pulang kembali ke ibukota negara Jerman, tempat di mana ia
harus melanjutkan sekolahnya dikarenakan orang tua Yuji pindah kerja di sana.
Misa semakin muram, namun ia tetap tersenyum karena setidaknya ia sudah merasa
senang akan kedatangan sahabat lamanya.
***
Aku menarik napas dalam. Guguran daun maple dapat ku lihat di dekat jendela.
Campuran warna kuning, merah, kecoklatan, oranye bersatu memanglah indah.
Mereka menghasilkan komposisi pemandangan alami yang luar biasa indah. Ku
sentuhkan jari-jari ke permukaan kaca. Kembali teringat kenangan saat aku masih
kecil di musim gugur. Bibirku tanpa tersadar tersenyum. Walaupun indah di mata,
ada kepedihan di hatiku di hari ini. Namun, ku harap itu semua segera berakhir dan
dongeng telah selesai.
"Aku tak boleh cengeng! Aku
harus pasang muka riang padanya! Ayolah Misa! Tersenyumlah!" Misa mencoba
untuk menghibur diri sendiri. Ia pun langsung mengambil sepedanya dan pamit ke
kedua orang tuanya. Ia pergi ke bandara. Di sana, ia akan bertemu terakhir kalinya
dengan Yuji. Ia memasang wajah ceria walau hanya berpura-pura. Sebelum masuk ke
pesawat, Yuji memberikan sebuah boneka teddy
bear berwarna babypink yang
sangat lucu pada Misa. Misa tersenyum. Rupanya, Yuji masih teringat barang
koleksi Misa saat kecil. Dengan berat hati, Yuji mengatakan hal yang ingin
dikatakannya sebelum berangkat.
"Misa, maaf ya, kali ini aku harus pergi. Tetaplah jadi dirimu yang selalu ceria dan tak pernah menyerah dengan segala kekurangan yang kau miliki. Eh, seorang pianis itu nggak cengeng loo... Mereka tetap mewarnai hidupnya walau hanya monokromatik yang mewarnainya. Lihat, teddy bear-mu selalu tersenyum!" Yuji mencoba 'tuk menghibur Misa.
"Buat apa aku menangis? Haha, kau ini!! Lihat, aku tak mengeluarkan air mata sedikit pun, kan?!" jawab Misa yang nampak tertawa lepas. Ia pun menambahkan, "Ini untukmu." Misa menyodorkan gambar doodle yang baru ia buat kemarin untuk Yuji. Dalam gambar itu, terlukislah kisah petualangan mereka berdua dari kecil hingga hari ini. Hari-hari di mana mereka tetap berjalan, walau pernah merangkak.
"Makasih telah kemari. Makasih bonekanya juga. Makasih atas semua!" kata Misa pada Yuji.
"Kau ini ceroboh, ya! Justru aku yang harus berterimakasih padamu. Makasih telah menghiburku dan pastinya doodle ini!" Yuji berterimakasih kembali pada Misa.
"Titipkan salamku pada ayah dan ibumu, ya! Mereka telah berjasa bagiku dulu." pinta Misa pada Yuji.
"Haik! Ja, mata! (sampai jumpa!) Ku harap kita dapat bertemu lagi!" Yuji melambaikan tangan dengan senyumannya yang khas seperti dulu. Ia pun segera melangkah pada tangga pesawat.
"Misa, maaf ya, kali ini aku harus pergi. Tetaplah jadi dirimu yang selalu ceria dan tak pernah menyerah dengan segala kekurangan yang kau miliki. Eh, seorang pianis itu nggak cengeng loo... Mereka tetap mewarnai hidupnya walau hanya monokromatik yang mewarnainya. Lihat, teddy bear-mu selalu tersenyum!" Yuji mencoba 'tuk menghibur Misa.
"Buat apa aku menangis? Haha, kau ini!! Lihat, aku tak mengeluarkan air mata sedikit pun, kan?!" jawab Misa yang nampak tertawa lepas. Ia pun menambahkan, "Ini untukmu." Misa menyodorkan gambar doodle yang baru ia buat kemarin untuk Yuji. Dalam gambar itu, terlukislah kisah petualangan mereka berdua dari kecil hingga hari ini. Hari-hari di mana mereka tetap berjalan, walau pernah merangkak.
"Makasih telah kemari. Makasih bonekanya juga. Makasih atas semua!" kata Misa pada Yuji.
"Kau ini ceroboh, ya! Justru aku yang harus berterimakasih padamu. Makasih telah menghiburku dan pastinya doodle ini!" Yuji berterimakasih kembali pada Misa.
"Titipkan salamku pada ayah dan ibumu, ya! Mereka telah berjasa bagiku dulu." pinta Misa pada Yuji.
"Haik! Ja, mata! (sampai jumpa!) Ku harap kita dapat bertemu lagi!" Yuji melambaikan tangan dengan senyumannya yang khas seperti dulu. Ia pun segera melangkah pada tangga pesawat.
Senyuman menghiasi mereka berdua. Lambaian tangan mereka
semakin terlihat kecil saat pesawat mulai terbang. Dari kejauhan, Misa mengejar
pesawat itu dengan sepedanya. Namun sekarang telah terbang menjauh. Di dalam
benak hati, ia merasa senang. Yap! Dia tak merasa sedih lagi. Kehadiran Yuji
telah membuatnya berpikir lebih maju. Sekarang, tinggalah kenangan terindah
dalam hidup Misa dan sebuah boneka lucu yang telah ia letakkan di atas
pianonya.
Burung-burung pun bernyanyi.
"Setidaknya, ia membuatku merasa senang..." ujar Misa dengan senyuman bak musim semi, yang sedang memainkan lagu Yiruma, ♬ If I Could See You Again.
"Setidaknya, ia membuatku merasa senang..." ujar Misa dengan senyuman bak musim semi, yang sedang memainkan lagu Yiruma, ♬ If I Could See You Again.
Catatan : Jangan lupakan
sahabatmu yang telah hadir dalam hidupmu sebagai bintang yang paling terang.
Jangan abaikan pula mereka yang telah susah-payah kau cari walaupun kau telah
menemukan sahabat baru.
TAMAT
Originally By :
Alsy Taqiya Herasafitri
Thanks for info. Kunjungi website kami juga ya https://bit.ly/2QTudQW
ReplyDelete