"Dear Diary, hari ini aku merasa sangat senang, entah mengapa :D Pagi-pagi ku bangun dengan udara segar saat ku buka jendela kamar. Mataku terbelalak ke meja belajar, melihat nasi goreng, salad buah, dan jus alpukat sudah siap untuk disantap. Pasti ibu sengaja menyiapkan pagi-pagi ini untukku. Wajar saja, kemarin aku nggak makan malam karena kebawa bad mood gara-gara berantem sama kak Shafira. Ughh..  jahat pol!! Lalu, ku kunci pintu kamarku, memastikan agar kakak nggak ngganggu dan agar kucingku tidak masuk kamar dan melas-melas minta makan. Haha... perfect!" tulis Sheila di buku hariannya.

            "Dok! Dok! Dok! Sheilaa.. cepetan buka pintunya!!" kakakku yang sangat amat super duper menjengkelkan, membuatku kaget setengah mati sampai tersedak saat ku cicipi suapan pertama.
            "Uhuk! Uhuk! Bentar ta, kak!! nggak tau apa, kalo aku lagi enak-enak breakfast?!" bentak Sheila dengan memasang muka kecut di depan kakaknya.
            "Cih, jangan sok bule, lu! Itu tuh, ada Barbie film kesukaan lu!" kata Shafira yang menunjuk ke arah TV. Sheila pun cepat-cepat keluar kamar, takut ketinggalan serial episode Barbie, yang selama ini lama tak muncul di TV.
            "Horee, ada Barbie! Lo... tapi mana kak? Kok nggak ada?" Sheila mencoba untuk mengganti-ganti channel TV. Ia tampak seperti orang kebingungan karena tak dapat menemukan film kesukaannya.
            "Hahahaha! Satu monyet telah tertipu, maafkan aku, kasihan deh luu ♪!!" tipu Shafira pada adiknya dengan tertawa terlingkal-pingkal. Sheila pun marah.
            "Iiiihh.... dasar kak Fir'aun!! Awas ya! Sheila nggak mau percaya lagi sama kakak!" Sheila pun mencakar pipi kakaknya karena telah membuatnya kesal.
            "Aaaaau! Sakit tauk! Huh, biarin aja, salahmu sendiri yang kemarin ngasih banyak garam ke jusku!" bentak Shafira ke adiknya. Adiknya menangis dan mengadu ke ibunya.
            "Huaa... mama... kak Shafira nakal.."
            "Shafira! Kamu apakan adikmu sampai pipinya merah semua gini?! Kalian ini... setiap hari bertengkar saja! Shafira! Kamu itu sebagai kakak harus jadi contoh yang baik ke adikmu! Cepetan maaf ke adik!" pinta ibu mereka.
            "Lo, tapi kok aku Maa? Seharusnya adik dulu dong, adik yang masukin garam ke jusku dulu, Maa!!" kata Shafira tak mau kalah.
            "Nggak ada tapi-tapian!! Cepat maafan!" kata sang ibu. Dengan terpaksa, Shafira mengulurkan tangannya untuk minta maaf ke adiknya, namun ia tak ikhlas.
            "Maaf!" kata Shafira singkat.
            "Huh!" balas adiknya, dengan mengulurkan tangannya pula.

***
            Huh, gitu deh. Gua benci sama adik gua sendiri. Setiap hari selalu aja jadi trouble-maker hidup gua. Yang nyoret-nyoretin tugas PRku lah, nambahin garam ke minumanku lah, ngotorin seragamku lah, nyembunyiin sepatu sekolahku lah, matiin alarmku lah, ahh pokoknya banyak banget! Karena itu, aku jadi sering dimarahin guruku karena terlambat, cuma gara-gara nyariin sepatu sebelah kiriku yang diumpetin adik. Hah, adik? Sebenernya males gua manggil dia sebagai adik. Tapi karena dipaksa sama ibu, jadi gua harus gitu. Pokoknya males banget ngakuin berdarah daging sama dia! Disuruh ngambilin kacamataku yang ketinggalan aja ogah. Harusnya kan sang adik berbakti pada kakaknya, kan? Dan ujung-ujungnya waktu aku ngerjain adik dikit aja, gua yang kena marah ibu! Aku lagi! Aku lagi! Adik nggak pernah dimarahin ibu, padahal adik yang memulai perang! Hiiihhh dunia ini serasa gak adil! Namun, aku tetap sayang sama ibuku alias mamaku karena beliau adalah sosok ibu yang tangguh, peduli, dan penuh kasih sayang.

*Sore harinya...*

            "Bu, Fira pamit dulu, ya. Mau ke rumah Salsa untuk ambil buku. Assalamu'alaikum!" kataku sambil mencium tangan ibuku.
            "Wa'alaikumsalam. Iya... hati-hati di jalan!" balas ibu. Aku pun bergegas mengambil sepeda ontel kesayanganku, dan meluncur ke rumah temanku yang namanya Salsa. Yap, seperti biasanya, aku yang bisa dibilang ceroboh sering meninggalkan buku pelajaran seusai kerja kelompok.
            "Tok! Tok! Tok! Sal...sa..." panggilku di depan pintu yang masih tertutup.
            "Kreeek..." suara pintu membuka dengan perlahan dan ku lihat, loo.. tadi siapa ya yang buka ? eh, ternyata yang buka adiknya Salsa yang tingginya jauh lebih pendek dariku.
            "Eh, ada kak Fira... silahkan masuk kak, tunggu mbak Salsa ya, dia masih mandi." kata Fatimah, adik kecil Salsa yang sangat sopan.
            "Assalamu'alaikum." kataku dengan memasuki ruang tamu perlahan.
            "Wa'alaikum salam. Duduk dulu ya, kak." balas Fatimah. Shafira pun melihat sekeliling foto di ruang tamu. Di sana, terpajang foto besar yang bergambarkan Salsa dan adiknya yang terlihat saling rukun dan akur dengan senyuman cantik mereka berdua. Di samping foto itu pun, Fira melihat rajutan halus yang tidak asing lagi karya Fatimah yang bergambar dua bunga cantik. Di pojok foto tertuliskan 'untuk kak Salsa yang tersayang. Selamat ulang tahun yang ke-16 ya!' Shafira pun terbayang dengan sosok adiknya. Ia sempat terharu dengan foto dan lukisan itu. Tak lama kemudian, datanglah Fatimah yang sedang membawa tiga cangkir sirup dan sekotak kue brownies.
            "Silahkan dimakan kuenya dan diminum sirupnya, ya kak!" kata Fatimah dengan senyum lebarnya. Shafira pun kagum pada adiknya Salsa. Ia pun meminum sirup yang telah dibuatkan oleh Fatimah.
            "Makasih ya, dik. Hmmm... manisnya pas. Apa sirup ini kamu yang buat?" tanya Fira.
            "Hehe... iya, kak. Syukurlah kalau manisnya pas." balas Fatimah. Mendengar itu, Fira pun ingin bertanya pada Fatimah. Sebuah pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan.
            "Dik, kakak mau tanya. Kenapa sih kamu kok mau nyiapin makanan dan minuman ini untuk aku? Padahal aku kan tamunya kakakmu?" tanya Fira.
            "Tamu kakakku itu tamuku juga, kak. Ini sudah biasa kok. Saat aku kedatangan tamu dari temanku, kak Salsa juga membantuku untuk menyiapkan jajanan buat tamuku. Saat aku dalam keadaan susah pun, kak Salsa sering membantuku. Pokoknya, kita tu saling membantu dalam keadaan apa pun." jawab Fatimah dengan bangganya. Ia terlihat senang sekali mempunyai kakak yang bernama Salsa. Mendengar itu, Fira pun merasa bersalah pada adiknya. Ia teringat pada kata guru Fisikanya bahwa hal yang dialaminya itu berkaitan dengan Hukum Newton ke-3 yakni 'sebab-akibat'.
            "Selama ini aku nggak pernah menunjukkan rasa peduli pada dik Sheila. Aku jadi tahu bahwa apabila aku baik ke adikku, care, dan mau menolongnya, pasti dia akan care, nggak usil, menolongku, dan baik ke aku," kata Shafira dalam hati. Rupanya, ia telah sadar sekarang.
            "O iya, kak... ini buku Biologi kakak. Tadi, katanya kak Salsa mendadak disuruh ibu ke pasar lewat gerbang belakang, lalu ia menitipkan buku ini ke aku. Maaf ya kak, kak Salsa harus segera ke pasar soalnya nanti mau ada acara di rumah ini... Jadi ya harus beli ini itu untuk cepat dimasak." gumam Fatimah.
            "Ah, nggak-papa, kok. Kalau begitu, makasih ya, cantik! Kakak pamit dulu. Assalamu'alaikum!" kata Shafira pada Fatimah. Fatimah pun pipinya memerah.
            "Hehe... sama-sama, kak! Wa'alikumsalam. Hati-hati ya, kak! Kapan-kapan main kesini lagi lo, ya...." pinta Fatimah dengan senyuman dari bibir kecilnya.
            "Pasti dong! Dadaa~"
            "Daa~"

            Shafira pun bergegas menuju toko boneka barbie. Di sana, ia belikan adiknya sebuah boneka barbie cantik, berambut pirang, dan bermata biru. Ia akan memulai hubungan baik pada adiknya. Ia yakin, adik akan merasa senang. Ia pun bertekad untuk menjadi contoh kakak yang baik. Lalu, ia pun memancal pedal sepedanya menuju ke rumahnya. Sesampainya, ia buat kejutan ke adiknya.
            "Ciluuuk... Baaa!" Shafira menutup mata adiknya dan langsung melihatkannya sebuah boneka Barbie kesukaan adiknya.
            "Barbie!!! Hore... makasih, kak Fira... Sheila sayang kakak!" Sheila langsung memeluk kakaknya dengan penuh tawa yang selama ini jarang Fira lihat. Fira pun ikut senang dan mengelus rambut adiknya. Dia terkejut bahwa adiknya akan memeluknya. Hari demi hari telah berganti. Suasana rumah jadi semakin nyaman. Tak ada tengkar, suara teriak, dan luka. Kini, Shafira dan Sheila adalah sepasang kakak-adik yang ceria dan saling membantu. \(^-^)/

Catatan : Sesama saudara, harusnya saling rukun. Sejatinya, mereka adalah orang yang mau mengerti keadaan kita. Kita pun harus menghargai dan menolong mereka. (^∇^)


TAMAT

By : Alsy Taqiya Herasafitri

Saling Membantu

Author : Alsy Taqiya Comments : 0

            Namaku Phei. Tinggal di sebuah desa pinggiran di Thailand. Orang tuaku bekerja sebagai penulis. Huh, entah mengapa, aku tidak begitu tertarik dalam menulis. Tak sama dengan adik-adikku yang setiap hari selalu meluangkan waktunya untuk menulis. Rumah adalah neraka bagiku. Setiap hari, aku selalu dipaksa untuk menulis oleh orangtuaku, terutama ibuku. Aku dibeda-bedakan kedua orang tuaku dengan adikku lain. Kesal. Sangat kesal. Aku bingung, mengapa mereka tertarik dalam menulis. Padahal, hasil karya tulisan mereka seringkali ditolak mentah oleh penerbit buku, tapi kenapa mereka tetap menyukai pekerjaan yang membosankan itu?!
            Bahkan, ayahku yang telah kehilangan kedua tangannya sejak aku kecil, masih memaksakan menulis dengan kakinya. Aku yang memiliki ayah seperti itu, menjadi bahan olok-olok temanku di sekolah. Terpaksa ku tak mengakui bahwa dia adalah ayahku. Walaupun ia sayang padaku, aku membencinya. Beda dengan ibuku yang justru semakin galak tiap harinya. Di saat aku butuh support, ia malah men-judgeku dengan membeda-bedakan adikku yang lain yang sok rajin menulis novel di depan orang tuaku. Cih, tapi ya memang rajin sih.
            “Memang tidak ada kah pekerjaan lain selain menulis?” kataku pada mereka setiap mereka memaksaku menulis. Setiap ku coba untuk menulis, aku tidak memiliki imajinasi yang tajam sehingga yang ku tulis hanya kata-kata bodoh yang tak bermakna. Aku pun juga merasa aneh dengan sebuah pena yang diberikan oleh orang tuaku. Saat aku tidur, pena itu selalu mengikutiku dan berubah menjadi sebuah pena yang amat besar dan tajam yang selalu memberikan aku selembar kertas dan memaksaku untuk menulis dengan pena itu sendiri. Saat itulah, suara aneh menghantuiku berulang-ulang kali. “Menulislah nak, karena dengan itu kau akan mengerti…”
            “Mau kemana? Pakai jaket dulu nak, di luar sangat dingin!” Ayah berbicara denganku sambil menyeruput kopi yang disuapkan oleh adikku. |
            “Tidak, ayah! Aku bukan anak kecil lagi. Aku mau ke mana saja ke tempat yang ku suka! Aku muak di sini!” balasku mentah pada ayah. Aku melangkah ke arah yang ingin kutuju. Di tengah jalan, aku bertemu dengan sekumpulan temanku yang menatapku sinis,
            “Hei lu, anak orang cacat! Mana bakat loe menulis pake kaki? Ha-Ha-Ha! Dasar ga tau diri!” Mereka mengolok-olokku dengan membawa-bawa ayahku.
            “Siapa kalian! Enak aja, aku tak punya ayah cacat! Minggir!” kataku spontan.
            “Halah, anak orang kismin aja, HAHA! Lihat, HP gue baru nih. Gak kepingin? Ini HP bersistem paling canggih ‘n gak kalah nge-trend sama HP jadulmu!” tunjuk Roy, anak orang terkaya di desa itu.
            Aku pun tak menghiraukan kata-kata mereka dan berjalan terus untuk menemukan tempat yang cocok dengan mood-ku sekarang. Tetapi, aku tetap terbayang oleh kata pedas mereka di sepanjang jalan. Rasanya, aku tak menerima kepahitan hidupku ini.
            “Tidakkah ada yang senasib denganku?!” Sejenak ku melewati rumah gubuk tua yang sangat jelek dan di dalamnya terlihat ada sosok ibu, ayah, dan seorang anak yang sangat kurus kering kerontang dibanding dengan keadaan keluargaku. Aku menyadari bahwa di sana ada banyak orang yang lebih parah nasibnya daripada aku. Tetapi, tetap saja. Kata-kata mereka yang telah membuat telingaku panas tetap saja melintas di pikiranku. Tanpa sadari, aku telah berjalan jauh ke tengah kota.
            ”Aku benci pulang ke rumah! Aku benci mereka! Benci orang tua! Benci semua! Benci diriku!” Aku tak tahu arah. Ku tersesat. Tanpa ku sadari, aku telah berada di tengah jalan, dan…
            “HONK-HONK~ ! HONK-HONK~!!”
            “Brakk!”

***
            “Di mana ini? Aku di mana? Siapa kau?” ku berkata lemah pada seorang laki-laki muda yang mengenakan jas putih dan membawa peralatan medis.
            “Arrrgh.. sakit. Ada apa dengan tangan kiriku?” kataku dalam hati.
Aku dihantui dengan beribu-ribu pertanyaan terhadap aku sendiri. Lalu aku menangis. Ku sadari bahwa aku telah tertabrak truk tadi siang. Merasa kesakitan, ku coba untuk tidur tanpa kata terucap lagi. Aku bermimpi. Butiran-butiran debu terpajang jelas ke arahku. Dan pena itu… lagi-lagi muncul di mimpiku. Ayah dan ibu di sana. Mereka menambil pena itu yang nampak patah. Mereka menangis dan terisak dengan kepatahan pena itu yang kemudian mereka simpan. Tiba-tiba ku mendengar jeritan mereka memanggil namaku.
            “Phei… Phei…!! Anakku, Phei…!!” Aku tersontak dan terbangun. Ku rasakan sakit. Ku lihat di luar jendela yang telah gelap. Ternyata, matahari telah berganti bintang. Ku lihat ada dua orang yang duduk di samping kanan dan kiri kasurku. Mereka ayah dan ibuku yang tertidur dengan air mata yang masih berlinang. Ku coba untuk berbicara, namun tak bisa. Kondisiku yang sangat lemah ini membuatku sulit menggerakkan semua anggota badanku termasuk mulutku. Dalam hati ku berkata, “Ayah… ibu… maafkan aku, yang telah membuat kalian semakin susah.”
            Di genggaman tangan ibu kulihat ada sebuah buku berwarna merah marun yang tak pernah ku ketahui sebelumnya. Aku mencoba untuk mengambilnya dengan tangan kananku perlahan-lahan dan dalamnya berjudulkan sepucuk cerita perjalanan hidup ayah dan ibuku. Pada halaman pertama, ku temukan bahwa ayah dan ibu yang sama-sama orang Thailand, bertemu pertama kali di luar negeri, yakni negara Italia saat mereka dipilih menjadi penulis terbaik yang telah mengarang lebih dari 50 buku tentang berbagai macam topik terhangat. Aku salut pada mereka. Di foto tertuliskan “Our Sweet Journey.” Entah mengapa, aku jadi membeku saat melihat foto mereka saat muda. Di halaman itu juga tertuliskan bahwa mereka menikah di sana dan tinggal di Roma selama 5 tahun. Tak disangka, ternyata aku lahir di Roma, Italia. Mengapa aku baru tahu sekarang? Mengapa mereka tak menceritakannya padaku? Aku yang berusia 15 tahun sekarang baru mengerti tempat lahirku. Di halaman itu terdapat fotoku dan ayah ibu yang mencium pipiku. Aku tersentuh dan merasakan kasih sayang mereka yang sangat besar.
            Pada halaman kedua, ada sepatah cerita ayah. Walau tulisannya agak pudar, aku tetap dapat membacanya. Cerita itu menceritakan tentang perjalanan pulang dari Italia.

Minggu, 23 Oktober 1839
Pagi itu basah ditetesi  oleh salju, mengiringi perjalanan pulang kita. Salju terus turun. Tumpukan-tumpukan putih berkilauan di pinggir jalan, membentuk bukit-bukit kecil di sepanjang jalan raya dan jalur pejalan kaki Roma. Tiba-tiba angin kencang datang, pertanda ada badai menghempur. Kita dan Phei yang sedang menaiki mobil mini kala itu khawatir dan memikirkan jalan keluar. Tiba-tiba pohon besar menimpa mobil dan memecah kaca mobil. Segera ku peluk kalian… Ku tak ingin kau dan Phei terluka. Darah bercucuran sekujur tubuhku. Ku tahan sakit meski harus kehilangan kedua tanganku. Bagiku, itu lebih baik daripada kehilangan kedua orang yang sangat kusayangi…”

            Hiks. Aku terisak oleh cerita yang ditulis ayah dengan kakinya karena terlihat jejak kaki di cerita itu. Hiks. Air mata terus bercucuran membasahi pipiku. Ya Tuhan… betapa besarnya pengorbanan ayahku. Aku tak bisa berkata apa-apa. Ku merasa bahwa akulah makhluk terkejam di bumi ini. Ku telah menyakiti perasaan ayahku yang cacat hanya karena ingin menghindari olokan teman-teman. Seharusnya aku bangga pada ayah, yang telah berkorban untukku dan ibu. Padahal di balik semua itu... Hiks.. Aku kejam! Ku pandangi wajah ayahku yang tertidur di samping kananku. Terlihat sosok wajahnya yang lelah. Oh ayah, oh ibu, maafkan Phei yang menambah beban kalian. Segera setelah itu, ku buka halaman ketiga yang menceritakan tentang ayah dibawa ke rumah sakit dan harus mengeluarkan biaya yang sangat besar. Karena itu, kekayaan ayah ibuku yang semula berasal dari kejayaannya sebagai penulis terkenal di seluruh penjuru dunia, habis ludes. Ayah masih bisa diselamatkan di tengah darah yang banyak hilang, tetapi ia harus kehilangan kedua tanganya. Di situ tertuliskan bahwa semenjak kejadian itu, ayah dan ibuku tidak dikenal oleh penulis lainnya karena ketidaksanggupan menerbitkan buku best-seller lagi dan karena terpuruk oleh kemiskinan. Membaca itu, aku jadi kasihan pada ayah dan ibuku. Mata mereka yang walau tertutup, nampak berkas cahaya yang yang tetap ada untukku saat ku terjerat dalam kegelapan.

            Ku buka halaman berikutnya. Di lembaran itu nampak tinta baru yang mungkin saja baru ditulis. Aku terkejut. Ternyata, semenjak kepergianku hari-hari kemarin, ibu telah dinobatkan menjadi penulis tersukses ke-3 di Asia Tenggara. Beliau memenangkan rubrik cerita tentang perang dunia dari zaman ke zaman dan sebuah cerita fiksi yang menginspirasi banyak orang di berbagai kalangan dunia. Tak kusangka. Selama ini, aku memang jarang sekali berkomunikasi dengan ibu. Dari dulu, aku menganggap ibu sebagai orang yang super galak hanya karena ocehannya padaku yang sebenarnya itu adalah nasehat baik untukku. Anak apa aku ini? Ku baru menyadarinya betapa diriku ini telah menyusahkan mereka. Ku teringat keadaanku sekarang, lalu, untuk biaya operasiku, apakah ini akan membuat ibu sedih yang harus merelakan hadiah kejayaannya sebagai penulis terbaik tahun ini? Tak habis ku pikir. Di lubuk hatiku yang sangat dalam ini, ingin rasanya aku membuat mereka tersenyum selama ini. Aku telah bertekad untuk menjadi anak baik dan mencontohkan yang baik pula pada adik-adikku. Aku tak ingin menyusahkan kedua orang tuaku. Aku bangga memiliki ayah dan ibu. Mereka pahlawan sejatiku. Aku tak akan malu pada temanku bila aku anak mereka. Akan ku buat mereka bahagia sebelum malaikat maut menjemput mereka. Aku beruntung masih mempunyai mereka. Aku sangat menyayangi mereka. Oleh karena itu, oh ayah, oh ibu, akan ku rangkai dan ku hias sebuah pena menjadi sebuah buku. Ya, aku ingin meneruskan perjuangan mereka sebagai penulis. Sekali lagi, ku ucapkan dari lubung hatiku, Ayah... Ibu... ku mohon, maafkanlah aku.

Catatan : Hormatilah kedua orang tuamu dan sayangilah mereka. Kita tak pernah bisa menghitung betapa mahalnya jasa dan pengorbanan mereka.

                                                                      TAMAT


By : Alsy Taqiya Herasafitri

Sebuah Pena

Author : Alsy Taqiya Comments : 0


The cold night comes with a loud thunderstorm outside. Drop by drop of water finally makes the city wet. Dooar! Doooar!!
“Ow yeah! It’s raining cats and dogs,” said Carl while remembering the last English idiom lesson. Then she threw her notebook and continued to spend much time sitting down, watching TV, and really had nothing to do. She enjoyed it everytime.
“Stop being couch potato! Get up and do something productive, my dear Carl!” said Carl’s mother, Mrs. Humbood. She turned off the TV. She didn’t want to let her only daughter to be lazy.
“Please, mum! I’m so bad mood today... and I’m not a lazy girl! I’ve done my homework!” Carl gave her book to her mother so that she can believe her.
“Carl! Listen to your mother! We know that you always spend too much time doing nothing! And this is the final semester, isn’t it? Have you been prepared to face the final exam next week? Don’t go out to spend such useless activity and don’t watch TV over an hour!” Carl’s father showed his anger. But he just wanted the best for his daughter. Then he tried to lower his voice, “Darling, please you go studying now, ok?” Carl just nodded. She went to her room  and began to write such a writing.
“Dear Mum.. Dad...  I just feel like loosing part of the puzzle in my life that makes me confused and what must I do now? Those puzzles are my stars and the moonlight that shines through my yellow room. But then the heavy rains come. Loosing all the memories is too easy in that autumn. I can’t catch the leave...  But now I know... you’re the best mom and dad!"  Then she slipped it in her diary. The rain got heavier. She turned her mobile phone on to listen ‘Kiss The Rain’.

*Some days later...*
“Yep! This is Sunday! Oh no, I’m forget that I can’t go out,” said Carl while holding her mobile phone. Day by day she became so bored to stay at home. However, her parents didn’t allow her to go out. So she texted her friend Kate, to accompany her in the room.
“Cheer up! You’ve had a face like a wet weekend since yesterday. What’s wrong with you, Carl?” Then she told Kate what was happened in this recent days.
“I’m so fed up with being stuck in the house all day. Have you got any idea to change my parent’s mind, Kate?”’ said Carl, frowning her face.
“Hmm... one problem a million solution, isn’t? I suggest you to hear their advice and ask them politely that you wanna go out.” Then, Kate showed her big hug to her bestie. She knew that Carl needed a shoulder to cry on. That’s what are friends for. Carl got up and asked her parents politely to hang out with Kate. “Yes, dear... you may go out but you must be home before at noon, okay?” Hearing it, Carl said, “Alright, mum! Thanks a bunch.”

Carl is very happy now. She promised to herself not to do such useless things again and began to change into the new world. Carl feels like her spirit comes back. Then she thanked to her bestie to always support her and to always be there in joy and sorrow. “What a fresh day this morning!” Since then, she is used to do more productive in her whole examination week.

The graduation school party comes. Carl is very happy when she was declared as one of the top students in that junior high school. Then, she and her friend Kate took some pictures with teachers and friends. They gave a bouquet of flowers to their teacher. They just couldn’t forget how hard her teachers taught her. Then Kate said, “Today is our school graduation party, right? What’s your view on it?” Carl nodded. She said, “Honestly, Kate... I’m jubilant to be declared as the graduate of this school, but besides it, I’m so sad too because we have to leave this colourful school which contains thousand years of memory inside, especially when we used to spend many activity with teacher, friends, and nothing was more beautiful than this. And you know? I have to leave to another city to continue my study next week. Hiks...” Kate didn’t want her bestie torn into tears. She tried to entertain her, and said, “Yeah, me too. I feel the same too.  I know how hard it will be, but listen, you never walk alone. Trust me that parting is not the  end." So saying, Carl showed her smile and said that Kate understands her well. 

But, when she heard ‘Kiss The Rain’ on piano that came from that cool boy, she was tearing with joy. “I’m terrified of this. I know it would be changed soon. I’m just a... I’M JUST A... leave that was falling and blown by the strong wind. All it was stay in memory with... that cool-brilliant boy.  The very silly and awkward moments have been proved that I was... I was... No, I won’t say it. It’s impossible. I dream immense to get it. I wanna forget it. So, I’m still here in the RAIN?”
Suddenly, Scott stopped his perform and came to Carl. “Hi, Carl! Let’s play together! I know you can play it too, right?” said him, the cool boy. “Me? What? (oh no... am I dreaming?)” said Carl. “Yeah, come on! I will take my violin. You should play that black and white thing. Are you ready?” added Scott while taking his violin. Slowly but surely, Carl said, “Definitely.”

And .... so it goes. The last encounter gonna be the most precious day she has ever had. She didn’t care what tomorrow will happen. She made sure that today is alright. She is not dreadful of tomorrow. Carl doesn’t know what she feels like. Happy? quiet wrong. Sad? not even. But, she is just having a beautiful butterfly in her stomach!


THE ENDBy : Alsy Taqiya Herasafitri

Kiss The Rain

Author : Alsy Taqiya Comments : 0

            "Ketika hujan mulai reda, lihatlah ke atas! Pelangi itu bagaikan warna-warna indah yang menyejukkan. Bunga-bunga sakura  bermekaran dan berdansa-dansa di antara kupu-kupu mungil. Sungai mengalir tenang di bawah jembatan gantung yang biasa kita lewati sejak kecil. Melompat, menyelam, tertawa, dan bermain air. Hapuslah derai-derai air matamu. Dunia ini penuh dengan warna. Sedih bukan berarti hitam putih. Lihatlah lagi, bukankah itu sudah cukup membuatmu tersenyum, Misa?"
            Kata-kata itu masih terkesan manis di benakku, meskipun sudah tujuh tahun yang lalu. Kala itu aku sedang dikurung dalam kesedihanku yang mendalam. Seperti gulungan ombak yang menyayat hati yang kian pongah. Namun ia telah mengubah warna hidupku. Seperti bintang gemintang bercahaya di antara warna hitam angkasa. Seperti warna-warna indah pelangi, tak akan ada yang menandingi di antara warna putih awan. Walaupun ia sekarang sudah jauh dariku, tetapi ucapannya dapat mengobarkan semangatku yang telah lama pudar. Mengingat itu, aku jadi tersenyum. Ku ambil pula HP dan earphone-ku dan mendengarkan lagu Sky Gate, lagu yang biasa ku nyanyikan dengannya dulu.
*Sepulang sekolah...*
            "Hai, Misa! Lagi apa sendirian di sini?" kata Aira yang memecah ingatanku pada tujuh tahun yang lalu.
            "Ah, tak ada kok hehe. Ayo pulang bareng!" sambungku tersenyum.
            "Ya, ayo! Ku dengar, kau masuk lima besar dalam ajang piano konser minggu kemarin, ya? Selamat ya! ^_^" Aira membalikkan kembali pertanyaan.
            "Mm.. hehe... Makasih, ya! Walaupun begitu, aku harus berlatih lebih giat untuk babak semi final besok karena sainganku berat. Mereka punya skill dan feeling yang kuat." sahutku.           "Ganbatte, Misa-chan! Aku yakin, kau pasti bisa!^-^)/ Aku akan datang ke konsermu besok Minggu. Sampai jumpa!" kata Aira dengan lambaian tangannya yang telah sampai pada gang rumahnya.
|           "Yap! Sampai jumpa besok!"
Aku pun segera pulang ke rumah. Di tengah kayuan sepedaku, aku bertemu dengan mereka yang membuat hidupku berantakan. Ku segera kayuh sepedaku secepat mungkin namun mereka tetap bisa mengejarku.
            “Stop! Hey kau, gigi kelinci! Mau kemana kamu? Hahahahaha,” kata Roy, si pemimpin geng anak nakal itu.
            “Eeeee... gajah bengkak! Dimana temanmu yang selalu membelamu? Hahahaha... nggak ada lagi, kan?,” sambung Noy, anggota geng itu.
            “Apa? Kamu mau ikut konser piano lagi? Gak salah dengar nih kita? Lalu siapa penyemangatmu, Misa jelek?,” sambung Boy, anak orang kaya di sana.
            Beribu-ribu cemohan mereka lontarkan padaku. Aku hanya bisa menunduk dan berdo’a. Aku pun geram.
            “Cukup! Kalian bisanya cuma lawan sama perempuan saja, ya? Kalian nggak tahu apa yang sedang aku rasakan sekarang ini? Sakit, tahu!,” seruku pada mereka.
            “Aduh.... Gajah bengkak ngamuk! Ayo cabut teman-teman. Mending kita cari pemandangan yang lain saja,” kata Boy.
            “Hah! Asalkan kamu tahu, kamu nggak bakal lolos konser piano! No way in hell, you know?,” bentak Noy sambil mendorong sepedaku hingga ia terjatuh. Mereka pun pergi. Aku terdiam. Aku telah merasakan berkas sayatan-sayatan yang justru membangkitkan semangatku bahwa aku pasti bisa di ajang konser piano yang akan mendatang. Aku pun jalani dengan penuh kesabaran dan semangat api yang berkobar di dada. Segera ku bangkit dan mengayuhkan sepedaku menuju rumah.
Ku temui adik perempuan dan ibuku yang sedang menyiapkan makan siang. Kami pun makan bersama. Lalu, mulailah aku, duduk di depan piano dan merenggangkan jari-jari untuk berlatih. Yak, Chopin - Symphonie No. 40 in G, aku datang! Nada-nada piano satu persatu ku bunyikan. Saat ku tekan tuts, ku teringat tujuh tahun yang lalu ketika tangan kanan dan kiriku sedikit tergeser karena terpeleset jatuh dari tangga rumah pamanku. Dulu, aku sempat putus asa bermain piano. Tetapi, kata-kata Akio Yuji telah membuatku bangkit.
            “Yuji, ku rindu sosokmu. Aku rindu sahabat sepertimu. Ku sengaja pilih lagu simfoni ini, karena kau suka lagu itu kan? Sayangnya dulu aku belum bisa memainkan lagu ini dihadapanmu. Ah, andai saja kau belum pindah ke luar negeri. Andaikata kau masih di sini, aku pasti akan menunjukkan padamu simfoni ini, yang penah kau tampilkan di konser piano cilik jenius perfeksionis sepertimu. Lihatlah aku! Lihatlah jari-jariku yang menyanyikan simfonimu! Aku telah mempelajarinya empat tahun yang lalu, segera setelah kedua tanganku dinyatakan sembuh total. Aku tak ingin kalah denganmu!”
***
*Di rumah Yuji…*
            Yuji terbaring di tempat tidurnya, melihat bintang-bintang ke arah luar jendela, dan memikirkan sesuatu untuk rencananya besok.
            “Misa, ku dengar dari temanmu, kau besok akan tampil di konser piano, kan? Kita sudah lama tak berjumpa lagi, ya? Sama seperti dulu, ternyata kita masih sama-sama menyukai bermain piano. Apa di sana masih siang? Kau pasti sedang berlatih untuk besok.  Di sini, aku telah melihat bintang yang sangat cantik, secantik kamu dulu. Walaupun kau masih melihat awan, ku yakin kita berada di bawah langit yang sama. Haha, jadi
teringat masa kecil! Kala itu, setiap malam kita selalu mencoba ‘tuk menghitung berapa banyak bintang di langit. Tak ada satu pun dari kita yang sanggup, namun kita tetap menghitungnya. Konyol. Benar-benar konyol. Semangatlah terus. Aku sudah menyiapkan segalanya untuk menemuimu di konser piano besok!”
            Yuji pun tidur lebih awal. Ia tak ingin terlambat menaiki pesawat yang akan menghantarkannya di pagi hari ke Jepang, negara asalnya.
***
            “Kriiiiiing… Ohayou, Misa-chan! Kriiing…. Ohayou, Misa-chan!”
Misa terbangun dengan suara alarmnya yang telah ia atur kemarin malam. Adiknya yang bernama Harumi, si kecil pemain cheerleaders menyemangatinya dengan tarian dan sorakan semangat di pagi buta itu.
            “Kak Mi-Sa! Harus Se-ma-ngat! Yuhuuuuu…..”  sorak adiknya pada Misa dengan memenggal kata dan gerakan ala cheerleaders-nya yang lucu. Misa tertawa kecil melihat adiknya yang begitu lucu dan imut. Ia selalu membuat dirinya lebih baik. Dengan senang Misa berkata, “Kakak janji akan melakukan yang terbaik. ^_^”

            Sebelum berlatih lagi, Misa membuka gorden jendelanya. Dilihatnya awan bergumpal lembut. Sinar matahari menyeruak ke bumi. Dunia tidak lagi monokromatik setelah hitam langit dan putih bintang di malam hari, namun menampakkan warna-warni indah alamiahnya. Ia berangan pada tempat konser nanti. Misa merasa, bahwa hari ini adalah hari yang indah. Segeralah ia berlatih pianonya, Steinway & Sons dengan lagu simfoninya. Sekian cukup lama berlatih, ia segera mempersiapkan diri.
***
            “Aku akan segera menyusulmu, Misa.” Pesawat sedang membawa Yuji terbang jauh menuju negara Sakura.
***
…Piano Concerto, Tokyo, the 8th of October, 2001…
            “Mari kita saksikan penampilan ke-tiga dari Akira Kosemora! Beri tepukan yang meriah!” Pembawa acara menyampaikan daftar acaranya setelah penampilan peserta ke-dua telah usai. Ah, sebentar lagi giliranku, di mana mimpi akan menjawabku. Aku berada di ruangan belakang panggung. Ku dengar nada yang sangat indah dari Akira. Seperti untaian nada yang menggema hingga menghembus ke telinga. Aku pun menyimak MC.
“Kita sambut penampilan berikutnya dari peserta ke-empat, Misaki Aori! Beri tepuk tangan!” Pembawa acara memanggil namaku untuk menuju ke panggung. Sekarang giliranku. Perlahan ku berjalan di panggung yang luas, membungkuk pada penonton, lalu duduk di tempat duduk depan piano. Ketika ku lihat ke arah penonton, ku terkejut sekali melihat seseorang yang dulu selalu menemaniku, membuatku tertawa, dan membuatku bangkit yang duduk di barisan ke-3. Apa aku salah lihat? Tidak, tak salah lagi. Itu pasti dia. Ku kenal wajah itu. Haha, hampir mirip seperti dulu. Sungguh tak masuk akal. Aneh tapi nyata. Kyaaaa><’ Ingin rasanya mulut berteriak menyatakan betapa senangnya aku sekarang. Ia  tersenyum. Yosh! Kalau itu benar-benar kamu, maka dengarkanlah kata-kata hati ini yang menari bersama simfoniku!
Ku bermain dengan rasa tahun-tahun lalu yang kita lalui bersama di musim semi. Polos. Lucu. Penuh tawa. Itulah yang ku ingat hingga sekarang. Hiduplah kembali aku yang dulu. Soba ni iru kara! Karena kau berada di sini. Inilah deretan kalimatku. Hibiku! Bergetar! Menggema! Semoga ini sampai padamu.
***
"Itu lagu kesukaanku, Misa. Terima kasih! Ku rasakan kalimat ini. Kau bagaikan bunga musim semi. Semua orang terpukau melihat kehadiran bunga sepertimu. Bunga yang berbeda dengan lainnya. Ruangan ini telah dipenuhi warna-warna pelangi darimu. Sanubarimu menebarkan aroma padaku bahwa aku berada dalam alunan nada jiwa yang tak terbiaskan segenap rasa. Teruskan, Misa!"
***
Yosh! Aku sudah menyampaikannya. Sedikit lelah, namun menyenangkan. Semoga yang tadi sampai padanya. Semua orang memberiku tepuk tangan. Mereka bersorak. Setidaknya, aku jadi lebih mengerti feeling dalam bermain piano karena kau di depan mataku. Aku pun membungkuk, dan kembali ke belakang panggung. Tak lama kemudian, ku dengar suara yang memanggilku di belakangku.
"Misa-chan!" sapa Yuji yang tengah memecah lamunku.
            "Yu... Yuji-kun! Ternyata yang tadi itu beneran kamu. Apa kabar? Lama nggak ketemu, ya... ^_^" kata Misa yang tengah sedikit doki-doki (deg degan) dan gagap.
            "Sangat baik. Kau tadi sangat hebat bermain lagu itu. Kau masih ingat ya, kalau lagu itu pernah ku tampilkan. Itu bagus bahkan melebihi dariku.  Ku datang kemari 'tuk lihat dirimu di atas panggung. Ku tahu berita ini dari temanku." Yuji merasa senang. Tawa kecilnya persis sama seperti yang dulu, yang setengah melihatkan  gigi dan gusi.
            "Hontou ni? Benarkah? Eh.. Enggak kok. Biasa saja... Tapi makasih ya! Ini juga berkat kamu yang tiba-tiba muncul sehingga menambah feelingku yang lebih oke, mengingat lagu ini pernah kau tampilkan dulu." kata Misa terus terang. Misa berbicara agak kaku. Ia sendiri sebenarnya bingung mau bicara topik apa dulu karena sebenarnya banyak topik yang melintas di pikirannya.
            "Haha! Kok bicaranya garing, kaya orang belum kenal gitu sih? Ayo kita lihat satu konser lagi di sana." kata Yuji yang menunjuk ke arah kursi barisan ke tiga. Mereka menyimak lagu dari peserta terakhir,
Mozart - Moments Musicaux Op. 94 No. 3. Karena ini hari pertama mereka bertemu kembali, keheningan menyelimuti mereka. Meskipun mulut belum sanggup berucap, tetapi mereka saling menyimpan kata-kata yang terkunci di dalam hati. Sunyinya itu kian pudar ketika orang-orang bertepuk tangan. Konser sudah selesai. Tinggal pengumuman yang dinantikan.
            Menunggu hasil keputusan juri, mereka yang telah diisi kata-kata bahan pembicaraan tadi, asyik memperbincangkan banyak hal semenjak mereka berpisah. Mulai dari musik, makanan, sekolah, hewan peliharaan, guru killer, game, sampai hal-hal baru di kota Tokyo dan Berlin.
            "Jadi sekarang kamu aktif berorganisasi, ya?" Misa tersenyum sambil mengunyah sandwhich yang baru dibelinya. Yuji mengangguk sambil menyeruput teh kotak. Ia pun berkata, "Saat acara ATAMBE dulu, entah mengapa aku melihat sosok gadis yang mirip semganmu yang sedang bermain lagunya Yiruma, "Kiss The Rain." Tetapi, setelah aku lihat lagi, tak ada orang yang memainkan piano. haha.. rupanya itu hanyalah imajinasiku. Dan saat itulah ku berlatih lagu itu di rumah karena ku yakin kau suka lagu itu, ya kan?" Yuji bercerita pada Misa. Misa heran, hal itu juga pernah dialaminya. Ia juga pernah melihat Yuji memainkan lagu Kiss The Rain saat acara perpisahan SMP. Namun, ia tak cerita balik pada Yuji. Ia hanya bertingkah seperti orang dilanda dengan keheranan dan hanya berkata, "Ya. Benar." Misa menganggukkan kepalanya.
            Setelah itu, tibalah saatnya untuk melihat hasil keputusan juri yang terteta dalam selembar kertas di luar ruangan. Misa melihat urutan kelima semifinalis dari bawah dengan pelan-pelan. Satu per satu belum terbacanya namanya. Dan, yak!! Akhirnya ia berada di urutan ke-dua. Ini artinya, ia akan masuk ke babak final yang hanya dipilih tiga besar.
            "Yap! Wihi.. dapet peringkat dua ni yee?!" kata Aira yang tiba-tiba berada di samping Misa bersama Harumi di sampingnya.
            "Ah, buat kaget aja! Makasih atas dukunganmu ya, Aira! ^-^"
            "Kak Misa... Haru sangat terkesan lo! Nanti Haru ditraktir es krim moe-moe ya!" Misa pun mengangguk dan mengelus rambut adiknya. Lalu, Misa, Haru, Yuji, fan Aira pulang bersama jalan kaki. Mereka saling berbagi cerita di sepanjang jalan.
Di tengah jalan, Misa bertemu dengan geng anak nakal. Mereka pun minta maaf padanya.
            “Maafkan kami ya, Misa. Kau bermain piano dengan baik. Kau pantas menjadi juara. Sekali lagi, maafkan kami,” kata Roy, pemimpin geng tersebut.
            “Tak apa, kok. Aku senang kalian sudah sadar,” kata Misa dengan menunjukkan senyuman kecilnya.

***
            Malam menjelang. Hujan datang membasahi kota Tokyo sekarang. Aku sangat menyukai hujan. Butiran-butiran air itu telah mengingatkanku pada kisah dari sebuah alunan lagu. Lagu tanpa lirik dari piano Steinway & Sons yang pertama kali ku dengar, tepat 8 tahun yang lalu. Lagu yang membawaku kenal pada sosok laki-laki kecil sebaya, berkacamata, polos, penuh pesona, menarik, dan sederhana. Tiba-tiba aku mendengar lagu itu. Tepat sekali. Yuji datang, memainkan Kiss The Rain dengan pianoku. Segera ku ambil biolaku untuk mengiringinya. Sempurna! Semua terdengar sempurna! Ku dengar ia memainkan River Flows In You juga. Hei! Dari mana dia tahu itu lagu favoritku? Ajaib. Aku pun tetap menggesek biolaku. Tanpa terasa, bongkar pasang yang telah lama hilang, telah terisi dengan berbagai warna lagi sekarang. Ku teringat 7 tahun lalu. Meski ku terpuruk gagal di pagi yang suram, mendengar suaramu, membuat semua sirna. Rasa gelisahku telah berubah menjadi sebuah harapan. Rasanya seperti aku bisa melakukan apa saja. Ya, memang kita bisa mewujudkannya, kan? Ku harap ini akan abadi.
***
…Piano Concerto…
            Babak final akan segera dimulai. Aku maju pada urutan pertama. Meskipun belum terbiasa, namun pada barisan pertama ada orang yang sedang mendukungku. Di sana ada ayah, ibu, adik, Aira, dan pastinya Yuji. Kyaa… baiklah, lagu ini ku persembahkan untuk kalian!
Frédéric Chopin - Étude Revolutionary Op. 10, No.12
Bergetar! Menggema!
            "Awalan yang bagus!" Yuji melihat fokus ke arah panggung. Saat Misa memainkannya, terdengar campuran nada yang menghentak dan mellow. Terdengar aneh, namun performanya berselera tinggi. Saat bermain, ia mengingat peristiwa lalu saat teman-temannya mengejeknya kasar dikala ia bermain sebuah lagu dengan biola yang terdengar seperti kayu yang sedang digergaji. Begitu pula saat ia bermain piano dulu. Permainannya dianggap merusak telinga mereka. Justru ocehan mereka membuatnya semakin kuat. Semangat Misa semakin berkobar bak lagu Flight of The Bumblebee.
            Lagu Misa diakhiri dengan keheningan yang mengisi seluruh ruangan itu. Tak ada satupun yang berbicara. Terpukau. Perlahan, terdengar suara tepukan meriah dari penonton. Setelah itu, Misa mendapatkan seikat karangan bunga dari anak kecil yang berpitakan piano.
            "Kak Misa, ini untukmu. Disimpan ya, kak!" kata anak itu sambil tersipu malu dan senyuman kecil di bibirnya. Rupanya, ia menyukai performa Misa.
            Kesunyian itu telah berganti menjadi sebuah ketegangan saat pemain berikutnya, Akira Kosemura mamemainkan lagu ♪ Frédéric Chopin - Fantaisie Impromptu ♪. Alunan nada terdengar serasi. Cocok dengan suasana sekarang. Terdengar taste yang berbeda. Memang. Semua peserta memiliki taste, skill, dan feeling yang berbeda. Mereka memiliki kelebihan masing-masing yang tak dimiliki oleh peserta lain. Penilaian juri semakin rumit. Tetapi akhirnya, Misa berhasil merebutkan posisi pertama, disusul oleh Akira dan Sawano, pemain lagu dari Chopin, Nocture in E major Op. 9 No. 2. Misa sangat senang, tetapi ia merasa agak cemas saat teringat Yuji akan segera pulang kembali ke ibukota negara Jerman, tempat di mana ia harus melanjutkan sekolahnya dikarenakan orang tua Yuji pindah kerja di sana. Misa semakin muram, namun ia tetap tersenyum karena setidaknya ia sudah merasa senang akan kedatangan sahabat lamanya.
***
            Aku menarik napas dalam. Guguran daun maple dapat ku lihat di dekat jendela. Campuran warna kuning, merah, kecoklatan, oranye bersatu memanglah indah. Mereka menghasilkan komposisi pemandangan alami yang luar biasa indah. Ku sentuhkan jari-jari ke permukaan kaca. Kembali teringat kenangan saat aku masih kecil di musim gugur. Bibirku tanpa tersadar tersenyum. Walaupun indah di mata, ada kepedihan di hatiku di hari ini. Namun, ku harap itu semua segera berakhir dan dongeng telah selesai.
            "Aku tak boleh cengeng! Aku harus pasang muka riang padanya! Ayolah Misa! Tersenyumlah!" Misa mencoba untuk menghibur diri sendiri. Ia pun langsung mengambil sepedanya dan pamit ke kedua orang tuanya. Ia pergi ke bandara. Di sana, ia akan bertemu terakhir kalinya dengan Yuji. Ia memasang wajah ceria walau hanya berpura-pura. Sebelum masuk ke pesawat, Yuji memberikan sebuah boneka teddy bear berwarna babypink yang sangat lucu pada Misa. Misa tersenyum. Rupanya, Yuji masih teringat barang koleksi Misa saat kecil. Dengan berat hati, Yuji mengatakan hal yang ingin dikatakannya sebelum berangkat.
            "Misa, maaf ya, kali ini aku harus pergi. Tetaplah jadi dirimu yang selalu ceria dan tak pernah menyerah dengan segala kekurangan yang kau miliki. Eh, seorang pianis itu nggak cengeng loo... Mereka tetap mewarnai hidupnya walau hanya monokromatik yang mewarnainya. Lihat, teddy bear-mu selalu tersenyum!" Yuji mencoba 'tuk menghibur Misa.
            "Buat apa aku menangis? Haha, kau ini!! Lihat, aku tak mengeluarkan air mata sedikit pun, kan?!" jawab Misa yang nampak tertawa lepas. Ia pun menambahkan, "Ini untukmu." Misa menyodorkan gambar doodle yang baru ia buat kemarin untuk Yuji. Dalam gambar itu, terlukislah kisah petualangan mereka berdua dari kecil hingga hari ini. Hari-hari di mana mereka tetap berjalan, walau pernah merangkak.
            "Makasih telah kemari. Makasih bonekanya juga. Makasih atas semua!" kata Misa pada Yuji.
            "Kau ini ceroboh, ya! Justru aku yang harus berterimakasih padamu. Makasih telah menghiburku dan pastinya doodle ini!" Yuji berterimakasih kembali pada Misa.
            "Titipkan salamku pada ayah dan ibumu, ya! Mereka telah berjasa bagiku dulu." pinta Misa pada Yuji.
            "Haik! Ja, mata! (sampai jumpa!) Ku harap kita dapat bertemu lagi!" Yuji melambaikan tangan dengan senyumannya yang khas seperti dulu. Ia pun segera melangkah pada tangga pesawat.
            Senyuman menghiasi mereka berdua. Lambaian tangan mereka semakin terlihat kecil saat pesawat mulai terbang. Dari kejauhan, Misa mengejar pesawat itu dengan sepedanya. Namun sekarang telah terbang menjauh. Di dalam benak hati, ia merasa senang. Yap! Dia tak merasa sedih lagi. Kehadiran Yuji telah membuatnya berpikir lebih maju. Sekarang, tinggalah kenangan terindah dalam hidup Misa dan sebuah boneka lucu yang telah ia letakkan di atas pianonya.
Burung-burung pun bernyanyi.
            "Setidaknya, ia membuatku merasa senang..." ujar Misa dengan senyuman bak musim semi, yang sedang memainkan lagu Yiruma,
If I Could See You Again.
Catatan : Jangan lupakan sahabatmu yang telah hadir dalam hidupmu sebagai bintang yang paling terang. Jangan abaikan pula mereka yang telah susah-payah kau cari walaupun kau telah menemukan sahabat baru.

TAMAT

Originally By :
Alsy Taqiya Herasafitri

Cerita Coklat di Negeri Sakura

Author : Alsy Taqiya Comments : 1
Alhamdulillah~~ I've got a tiny sweetie pie of cat :D :D I named her "Milo Dindin" . just call her "Milo." She is so hyperactive, cute, energic, and clever. :D I got this from my Dad. His friend gave him one of the owner's cats. And I am soo happy... I have a friend at home exactly <3 Iluvyailuvyailuvyaa :* :* My words can't describe more than it should be. ^_^

ilovethis

Author : Alsy Taqiya Comments : 0
PENCIL


The Pencil Maker took the pencil aside, just before putting him into the box.
"There are 5 things you need to know," he told the pencil, "Before I send you out into the
world. Always remember them and never forget, and you will become the best pencil you
can be."
🍃"One: You will be able to do many great things, but only if you allow yourself to be held in
Someone's hand."
🍃"Two: You will experience a painful 🌱sharpening from time to time, but you'll need it to
become a better pencil."
🍃"Three: You will be able to correct any mistakes you might make."
🍃"Four: The most important part of you will always be what's inside."
🍃"And Five: On every surface you are used on, you must leave your mark. No matter what the  condition, you must continue to write."
The pencil understood and promised to remember, and went into the box with 🌱purpose in its heart.

Now 🌱replacing the place of the pencil with you. Always remember them and never forget, and you will become the best person you can be.
    One: You will be able to do many great things, but only if you allow yourself to be held in
Allah's hand. And allow other human beings to access you for the many gifts you 🌱possess.     Two: You will experience a painful sharpening from time to time, by going through various
problems in life, but you'll need it to become a stronger person.
    Three: You will be able to correct any mistakes you might make.
🌿Four: The most important part of you will always be what's on the inside.
🌿   And Five: On every surface you walk through, you must leave your mark. No matter what the situation, you must continue to do your duty.
Allow this 🌱parable on the pencil to 🌱encourage you to know that you are a special person and only you can fulfill the purpose to which you were born to accomplish.
Never allow yourself to get discouraged and think that your life is 🌱insignificant and cannot
make a change. :)

- Taken from :

PENCIL

Author : Alsy Taqiya Comments : 0

💎Berbahagilah bagi yang Rajin Shalat Dhuha

 🙏Apapun tugas dan pekerjaan kita hari ini, yuk,  mari kita sujudkan kening kita di pagi hari sebelum memulai pekerjaan

✨Beberapa keutamaan sholat dhuha  :          

💎Pertama💎

Orang yang shalat Dhuha akan diampuni dosa-dosanya oleh Allah.“Barangsiapa yang selalu mengerjakan shalat Dhuha niscaya akan diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR. Turmudzi)

💎Kedua💎

Barangsiapa yang menunaikan shalat Dhuha ia tergolong sebagai orang yang bertaubat kepada Alah. “Tidaklah seseorang selalu mengerjakan shalat Dhuha kecuali ia telah tergolong sebagai orang yang bertaubat.” (HR. Hakim).

💎Ketiga💎

Orang yang menunaikan shalat Dhuha akan dicatat sebagai ahli ibadah dan taat kepada Allah. “Barangsiapa yang shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditulis sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang mengerjakannya sebanyak empat rakaat, maka dia ditulis sebagai orang yang ahli ibadah. Barangsiapa yang mengerjakannya enam rakaat, maka dia diselamatkan di hari itu. Barangsiapa mengerjakannya delapan rakaat, maka Allah tulis dia sebagai orang yang taat. Dan barangsiapa yang mengerjakannya dua belas rakaat, maka Allah akan membangun sebuah rumah di surga untuknya.” (HR. At-Thabrani).

💎Keempat💎          

Orang yang istiqamah melaksanakan sholat Dhuha kelak ia akan masuk surga lewat pintu khusus, pintu Dhuha yang disediakan oleh Allah. “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu bernama pintu Dhuha. Apabila Kiamat telah tiba maka akan ada suara yang berseru, ‘Di manakah orang-orang yang semasa hidup di dunia selalu mengerjakan shalat Dhuha? Ini adalah pintu buat kalian. Masuklah dengan rahmat Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR. At-Thabrani).

💎Kelima💎

Allah menyukupkan rezekinya. “Wahai anak Adam, janganlah engkau merasa lemah dari empat rakaat dalam mengawali harimu, niscaya Aku (Allah) akan menyukupimu di akhir harimu.” (HR. Abu Darda`).

💎Keenam💎

Orang yang mengerjakan shalat Dhuha ia telah mengeluarkan sedekah. “Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab tiap kali bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu, maka cukuplah mengerjakan dua rakaat sholat Dhuha.” (HR Muslim).

Shalat Dhuha, yuk!! ^^

Author : Alsy Taqiya Comments : 0

Assalamu'alaikum Readers!
Here I am. It has been a long time not to write in a blog. In this good opportunity, I would like to tell you 'bout my new school. I was graduated from SMPN 1 Magetan, and now i'd like to tell you 'bout my school.

People call it 'SMAN 7 Kediri' or used to be called 'SMAPTA. (SMA SAPTA)' Actually this is my second option after SMAN 1 Kediri (Smas't) but unfortunately, I couldn't pass the test. TT')

OKAY! My school is the third favorite senior high school in Kediri. The very first thing I noticed about it, is.... IT IS HUGE! SPACIOUS SCHOOL!!

Wow. Really. I was registered there. Wow wow wow. Hahah XD

That time, on Monday, 18th of July 2016, it was MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah), introduction of school. It was last for 3 days (until 20 if i'm not wrong :v) I was walking joyfully through the gate. The first activity is 'Apel acara pembukaan' in the field. There was drizzling so itsy-bitsy. There was a rainbow, colouring the sky. Everyone smiled, wow.. the first day of MPLS was accompanied by the rainbow. . . And then,, there were many sociality (lessons which given to the student by such as company/organization) ... and then.. there was PENSI (Pentas Seni) time. Each class performed great.

Ow yeah! I wanna tell about the 'Kakak-kakak OSIS.' They are so friendly, full of spirit, responsible, and so on.... So it came to my mind to be like them. One day, I was registered myself to participate to be an OSIS stusent. There was test. There were 3 parts of test. The first is esay test. It was about why I chose to be osis, visi and misi, what will I do if i am choosen to be OSIS etc.... I was passed the first test. The second test is an interview with the members of OSIS. The test is divided in 3 classrooms. The first class, i was soo nervous when the OSIS told that i'm wrong to say. Yeah. It's hard to explain. I was choosing a fact sentence about one of the OSIS program. It was about 'developing skill and ability' in Sie 4 if i'm not wrong). The OSIS told me how i explain about that fact of goal, BUT I A LITTLE MISUNDERSTOOD. Because my skill and ability is English, i was telling to them blablablabla that I am be able to speak this language. In fact, English is a 'Sie 10' program. Oh Noo..... the OSIS kept telling me the same that I must answer the Sie 4 section. But that's whf happenned to me. Oh! I felt so much guilty....
NEXT! The second and the third rooms were going alright. I chose 'Sie 1 about religion' in the second room, and 'Sie 10-English' in the third room. Everything's okay i think... i was not misunderstood as much as what I've got.

BUT.... THE NEXT DAYS, i saw the announcement that my name was not typed on the paper. Oh no... i failed in the second test... :( OKAY I AM OKAY!! I really wanna be OSIS but i couldn't.

NEXT!! When MPLS, there were many higher grade students who performed what's their extracurricullar. One of them is PASKIBRA SMAPTA. I was sooo interested by that so i joined the paskibra. But, when it was the time to test, I couldn't pass it. Oh no! So?? What's fit on me?..

__
When the higher grade students who join choir group came to my class, they asked all the students to sing 'Indonesia Raya' together to get new members. And i was choosen as the member of PADSU SMAPTA (Paduan Suara SMAPTA)/ Choir group, so okay... i am now to it even it's not my option. But i enjoy !

__

Okay. People have different stories. That's life. Accept it.

__

Okay, readers. I no longer can continue the story... i will post my other activity in school InshaAllah.

Wassalaamu'alaikum Wr.Wb.

My New School, SMAN 7 Kediri

Author : Alsy Taqiya Comments : 0

This poem is for all my teachers in my life who taught me school lessons, Qur'an, religious things, moral, a good attitude, and so on. I made this for them. Thanks so much, my teachers. 😊

To My Respected Teacher 

By : Alsy Taqiya Herasafitri (IX-B/02)

‘Teacher,’ a word that takes me back to the start,
The start that being trapped undersea,
Don’t know what’s the world gonna be.
Suddenly, a kind hand comes closer to me,
Helping me to know so tenderly,
Giving me courage intently, 
Smiling friendly,
Giving me clarity,
That shines like a star rainbow,
That will never die till tomorrow.

Oh my teacher, You’re my respectable figure,
Who teach me a lot knowledge for future,
Not only Math, Science, English,
But also ‘Life.’
You plant a seed that will grow,
Into a new potential, fulfil it below.

You change me and the other student’s bad habit,
We’re panicked, when we aren’t on the traffic,
"Ha! Make it dramatic, when we break the rule!”
Then you give us example,
A good attitude that we must handle,
To be humble, not despicable.

What would the world be,
If there was no teacher?
Everything would be mess, depress, with no bless.
With no knowledge, everything would be destroyed,
Inviting the world war with no peace. 

So, please...
Let’s be respectable to our teacher,
Same as to our father and mother,
They aren’t monsters who gives us much order.
They are our most precious treasure.

Dear my teacher,
Your name is my aromatic flower,
That will stay in my heart forever.
Thank you so much for all that you have done.
As my respected teacher,
You’re number one! :)

To My Respected Teacher

Author : Alsy Taqiya Comments : 0

*kafka-fuura*
Konichiwa minna, this is my fav song, btw.. ^_^ Lagu ini mempunyai banyak kata kiasan, inti lagunya hanya sedikit. 

Sky Gate
風神少女|東方花映塚
Vocal: 舞花 (Maika)
Arrange: NAGI☆
All Instruments & Programming: NAGI☆
Bass: Maurits “禅” Cornelius
Lyrics: NANA
Circle: FELT
Album: Milky Wink
Event: Reitaisai SP

心に写した 思いをそっと伝えて
隠された 扉を叩く

kokoro ni utsushita omoi wo sotto tsutaete
kakusareta tobira wo tataku

These thoughts I’ve captured within my heart, I’ll gently say

Knocking on the hidden door

Pikiran dalam hatiku, aku berbicara dengan lembut
Menge-tuk pada se'buah pintu tersembunyi


まだ暗い空に 光を見つけ
明けていく世界 未来に起こされ

mada kurai sora ni hikari wo mitsuke
aketeiku sekai mirai ni okosare

I find light in the still darkened sky
As the lightening world wakes to the future


Ku temukan cahaya, di kegelapan langit sebagai cahaya duniaTuk membangun masa depan


頬を抜けてくほら 春風に涙溶かして
進んでく道を今 照らして

hoo wo nuketeku hora harukaze ni namida tokashite
susun’deku michi wo ima terashite

Running down my cheeks these tears melt into a spring wind
Now shining upon the road I walk


Mengalirkan air mata, lebur menjadi angin musim semi
Sekarang menyinari jalanku, saat ini

駆け抜ける風 思いを伝えて
忘れられた世界で
過去 未来 真実 見つめているよ
涙で濡れた 風を感じて
笑顔のその嘘も
すべて今抱きしめ伝えて

Sky Gate ~ FELT

Author : Alsy Taqiya Comments : 0
Halo semua, apa kabar? :)

Di pos ini aku akan menceritakan tentang pengalaman belajarku di SMPN 1 Magetan yang pastinya ada senang, sedih, canda, tawa, canggung, deg an, dan lain-lain... Di SMP inilah tempatku menuntut ilmu. Di sini pula aku menemukan hal baru saat bertemu dengan teman-teman dan Bapak/Ibu guru tercinta. Baiklah, aku mulai dari kelas 7 dulu ya.. :D
Hari pertama di kelas 7, wow... aku terkesan dengan sekolah baruku yang sangat luas nan indah. Saat hari pertama itu, aku berfoto dengan teman-teman SD yang duduk-duduk di tangga.

Kesan Belajar di SMPN 1 Magetan

Author : Alsy Taqiya Comments : 0
Haii para pembaca~ di pos ini aku akan menceritakan tentang identitas daerah tempat tinggalku. Rumah tempat tinggalku berada di Desa Kauman, Kelurahan Magetan, Kecamatan Magetan, tepatnya di Jl. Tamrin no. 7 Magetan. Di pos ini aku akan menceritakan gambaran tempat di mana aku tinggal. (。’▽’。)♡

Lukisan di Sekitar Tempat Tinggal

Author : Alsy Taqiya Comments : 0
-Taken from : www.shutterstock.com-

Hello, readers! Come back with my new post in this last day of August. Now, I wanna ask, "Do you speak English?" "Do you enjoy in speaking English?" "How often do you speak English?"
But, at the very first thing, "What is English?"
ENGLISH, is one of language in the world. There are many countries in the world. Every country has different language, but they don't need to worry about that. Why ? Because we have an international language, that is English. English makes people in the world ONE. So, English is very-very important language to learn, isn't it? Learning English is not that hard. Many people *mainly those who don't use English as mother language* think that it is very hard to study English and to be able to speak English. Actually, it's easy to learn English. :)

There are four skills in learning language. What are they? They are listening, speaking, reading, writing. When we were a baby, we listened to our mother's words. Her words were so soft, that it made us want to imitate word by word in day by day. So, we've learned how to speak although it was just a word. Then, when we've grown up, our parents carried us to the school. There, we've taught how to read by our teacher. We read many kinds of book, one of them is a story book.  We were so interested in reading a story book. After that, we wanted to try to write a story whatever we want. So, we've learned how to write. That's what an exactly true progress in learning language.

To be able to speak English, we must practice it little by little by ourselves. Then ask to your family and friend whether they wanna to join in. Sooner or later, our English skill is increased by practicing. For example, we can start from the basic conversation.
Siti : Hi Alsy, how are you? long time no see
Alsy : Hi Siti, Alhamdulillah, Zein, I'm fine. What about you sis?
Siti : Yeah me too, Alhamdulillah^^ Hmm.. this is a nice day, isn't it?
Alsy : Yeah I think so. The weather is very fresh today. Let's have a jogging around the square town!
Siti : Good idea! Then, we can go to library...
Alsy : Alright! Let's go.

Learning English is not always to read the book. We can watch an English movie anytime. Our listening skill can be built by watching TV Program in English too. Besides, it's fun to play English game, such as scrabble and all games in English. This can be built or vocabulary. Vocabulary is an important thing too. Be diligent to memorize some verbs day by day... so you have a new word. We can test how good our listening by listening to the English song, then write on a piece of paper about everything that you can hear from that song. After that, check it to the internet by searching the song lyric... wakatta? :D

Keep practicing! ;)

Let's Speak English!!

Author : Alsy Taqiya Comments : 1

بِسْـــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Yeayy...Ramadhan Mubarak to all Moslem! ^O^)/
Menjelang bulan Ramadhan, perasaan itu kembali lagi. Setiap jalan-jalan pagi, ku dengar rumah per rumah melantunkan ayat suci Al-Qur'an. Ditambah suasana masjid-masjid yang tadarusan sepanjang waktu, dan banyak kegiatan tholabul ilmi di majelis-majelis, pastinya juga taraweeh~ Yaa... Di bulan ini yang diwajibkan bagi orang yang beriman untuk berpuasa, sebagai yang difirmankan oleh Allah SWT di dalam surat Al-Baqarah:183. Puasa ini bertujuan untuk menjadikan orang bertaqwa, dan meluruskan kembali sehat jasmani, maupun rohani. Di tambah yang maknyuss lagi, cao, blewah, kurma ada dimana-mana..xD Berikut tholabul ilmi yang saya dapat di Masjid Agung Baitussalam Magetan, di sekolah saat pondok, dan di Surya Graha pada bulan suci ini. Hopefully, it's useful! ^^

Tholabul Ilmi~ During Ramadhan 1436 H

Author : Alsy Taqiya Comments : 0
-Diunduh dari : www.mjms.net -


Story By : Alsy Taqiya H.
Happy Reading ! :)

"Teng! Teng!" sekolah hari ini telah berakhir. Semua murid kelas 8 keluar kelas. Di tengah keramaian orang, terdengarlah suara Roy dari kerumunan orang-orang. "Ke rumahku, yuk! Saudaraku datang ke rumah, dan kami akan merayakan pencalonanku sebagai kapten bola basket."
"Aku harus ke rumah dulu," jawab Faiz. "Ayah selalu menginginkanku untuk makan malam bersama, tapi aku akan ke rumahmu nanti."
"Oke!"

Faiz dengan cepatnya naik ke dalam bus, duduk di bagian paling belakang, dan memulai untuk mengerjakan PR matematikanya. Sesampainya di rumah, rupanya tak ada orang di sana melainkan adik perempuannya yang sedang bermain boneka. Jadi ia hanya duduk di atas sofa dan membaca majalah. Dia masih terpikat dengan artikel tentang hacker yang menjadi topik utama majalah saat ayahnya pulang kerja sore itu. "Hai, nak!" kata ayahnya sambil meletakkan bahan makanan di atas meja dapur.

Faiz segera ke dapur untuk menyiapkan makan malam. "Ayah, boleh nggak aku nanti malam ke rumah Roy?" tanyanya, sambil mengatur waktu microwave.
"Tentu," balas ayahnya. "Ayah mau mengantarkan adikmu ke bioskop nanti. Ayah akan menurunkanmu di jalan dan menjemputmu pulang ke rumah."
"Terima kasih, ayah!"

Setelah makan malam, Faiz memakai baju yang bersih dan menemukan Trivia game barunya di atas lemari. Roy suka mainan ini, jadi Faiz mau membawanya agar membuat suasana nanti menyenangkan.

Ketika Faiz tiba di rumah Roy, ia menemukan temannya bersama saudaranya yang asyik duduk di sekitar halaman belakang rumah. "Mau main trivia?" tanya Faiz.
"Nggak," jawab Roy celetus. "Rizal dan Dimas nggak suka main permainan papan. Kemarilah, duduk dan lihat lembaran jawaban tes Matematika minggu depan yang ku punya. Kemarin Pak Budi tidak sengaja meninggalkan lembaran itu di atas printer di lab komputer, dan aku sangat beruntung menemukannya sebelum orang lain duluan."

Faiz terkejut. "Apa yang kau pikirkan, Roy? Jangan curang!"
"Ku lakukan sekarang!" kata Roy dengan suara keras. Ia menoleh ke saudaranya untuk melihat apakah mereka cukup terkesan. "Itu akan menjadi sangat mudah. Ayolah... gak masalah besar, kok !"
Tetapi Faiz tidak punya maksud untuk curang. "Kau pasti bergurau!" katanya. "Setelah semua yang telah kita pelajari tentang akibat curang, menyebut fakta bahwa itu tak pantas, mengapa di bumi ini kau mau melakukannya? Doushite?!"

Faiz merasa sangat tidak nyaman. Ia tidak ingin semua dilakukan dengan curang. Dia akan merasa bersalah jika ikut-ikut memegang curian jawaban. Seakan-akan, ia seperti merasa sakit yang selalu ia rasakan di perutnya ketika suara hatinya mulai berkata.
"Hey teman-teman! aku mau melakukan sesuatu ," kata Faiz dengan canggungnya sambil cepat-cepat berbalik badan dan buru-buru kembali lewat dapur Roy.

Roy melihat ke saudaranya lagi dan mengangkat bahu ketika Faiz segera menelpon ayahnya. "Ayah, aku sangatlah tak mau mengganggumu keluar malam, tetapi ayah bisa datang dan jemput aku sekarang?" bisik Faiz pada penerima telepon. "Semua tidak baik di sini." Ayah Faiz terkejut tetapi ia tidak merasa ragu untuk menolongnya.

Faiz duduk di depan serambi Roy untuk menunggu jemputan ayahnya. Ketika ia menunggu, ia berharap Roy khawatir dimana ia, datang, dan bicara dengannya, tetapi kenyataannnya tidak. Faiz merasa sangat bingung. "Bagaimana bisa cowok seperti Roy mau curang?" pikirnya. "Ia seorang pemimpin di sekolah, dan orang-orang menyeganinya. Dia butuh untuk melakukan hal yang benar."

Kelak malam itu, setelah sampai di rumah, Faiz berbaring gelisah di atas tempat tidurnya. "Tok ! Tok ! Tok !" ayah mengetuk pintu kamarnya. "Boleh ayah bicara, nak?" mintanya. Martin bangun dan ayahnya masuk dan duduk di samping tempat tidur. Suasana malam itu diam canggung seperti nampaknya sudah satu jam. Sang ayah bertanya, "Apa kau ingin menceritakan ayah tentang kejadian tadi?"

"Aku sangat marah pada Roy, Ayah," kata Faiz. "Kupikir aku benar-benar mengenalnya, tapi sekarang ia bertingkah aneh dan tiba-tiba ingin main curang pada ulangan besok. Kenapa ia melakukan yang seperti itu? Ia akan dicalonkan menjadi kapten basket, tetapi jika semua orang tahu ia curang, dia akan dikeluarkan dari tim sekaligus!" Faiz menceritakan ayahnya tentang jawaban tes matematika yang diperlihatkan oleh Roy tadi.

"Hmm... aku sangat heran," sangka ayah Faiz. "Aku selalu mengenal Roy sebagai anak yang bijaksana, tanggung jawab, dan laki-laki yang adil. Dia selalu menjadi pemimpin yang baik di lapangan maupun di kelas. Tidakkah ia ketua kelasmu tahun lalu? Apakah kamu mengira Roy dapat merasa terbebani?  Terkadang orang-orang melakukan kecurangan saat mereka tidak berpengetahuan cukup atau tidak punya waktu cukup untuk belajar."

"Aku tidak peduli jika ia terbebani!," teriak Faiz naik darah. "Aku tidak berkata bahwa ia harus perfect, tetapi semua orang menyeganinya. Dia telah mencontohkan hal yang buruk."
"Kau sepenuhnya benar, anakku. No one is perfect, isn't it? Tetapi ia mungkin merasa frustasi atau keraguan diri, namun ia harus mendapatkan bimbingan matematika atau belajar lebih banyak dengamu, tidak mengambil jalan keluar yang mudah. Seorang pemimpin harus selalu mempunyai keberanian untuk mengambil jalan yang benar. Roy seharusnya mengambil beberapa pelajaran dalam kepemimpinan darimu."

"Aku? Aku tidak bisa memimpin orang! Orang-orang tidak mendengarkanku, Ayah..." jawab Faiz.
"Mungkin kau boleh berpikir orang-orang tidak mendengarmu, tetapi mereka melihatmu. Memimpin dengan contoh teladan yang baik dapat sungguh berpengaruh pada teman sebayamu. Jika Roy bisa melakukan itu, pasti kau juga, nak."  Ayah Faiz menepuk bahunya, dalam gerak-gerik dorongan semangat.

Faiz mulai merenungkan kata-kata ayahnya. Kata-kata itu membuatnya banyak pengertian.
"Kau selalu mendengarkan suara hatimu seperti yang kau lakukan malam ini saat kau menolak curang dengan Roy," lanjut ayahnya sambil tersenyum dengan bagganya. "Kau punya keteguhan hati  untuk melakukan apa yang benar, dan kau tidak takut untuk melakukan kebenaran meski hanya sendiri. Kau punya ketangguhan, dan sifat itu sangatlah penting bagi pemimpin yang baik."
"Bagaimana dengan Roy?" tanya Faiz sambil menunjukkan muka yang serius. "Bagaimana aku dapat membantunya untuk kembali ke jejak yang baik?"
"Kau dapat mempengaruhinya dengan menjadi temannya. Stay true to yourself, dan memasang teladan yang unggul. Ketika dia sudah siap untuk mempertimbangkan kembali aksinya, dia akan melakukan hal yang benar."

Faiz merasa mengantuk malam itu dengan hatinya yang lebih terang. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa besok pagi dia akan mencoba untuk meyakinkan Roy untuk membuang jauh-jauh jawaban yang telah dicuri dan mengajaknya untuk belajar bersama untuk tes matematika yang akan mendatang. Mungkin ia tidak dapat memimpin orang, tetapi ada kesempatan yang sangat bagus untuk memimpin temannya untuk melakukan apa yang benar. ^_^

Memimpin dengan Contoh

Author : Alsy Taqiya Comments : 0
so I'm one of those people that feels like absulotely no one in this entire insane world understand me one miniscule bit. and sometimes it's really frustating. The only thing I think that gets me is my pencil, paper, and the poetic stanzas that are created by them.  and i feel soooooooooooooo bored that everything's changed. YEAH changed. May be , i'm the only boring person in this world. :(  But Dear Allah, I know you watch me. forgive me :'( give me a better way ~

bored?!

Author : Alsy Taqiya Comments : 0

- Copyright © Sekai no Himitsu~ - Alsy Taqiya - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -